Kiprah Waste4Change dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Daur Ulang
Sebelum mendirikan Waste4Change, Mohamad Bijaksana Junerosano yang lebih akrab dipanggil Sano telah lebih dulu mendirikan sebuah yayasan sosial Greeneration Foundation (GF). GF berdiri pada tahun 2008 dengan fokus kegiatan untuk mendorong diterapkannya perilaku konsumsi dan produksi yang lebih berkelanjutan. Sano juga banyak berperan dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan.
Ketertarikannya terhadap isu lingkungan dan persampahan dimulai sekitar tahun 1999/2000 ketika sedang mencari inspirasi jurusan kuliah yang akan diambilnya. Sano mengambil jurusan Teknik Lingkungan ITB. Dia melihat sebuah pemberitaan mengenai sampah di Jakarta dan merasa tertarik untuk mempelajarinya lebih jauh. Melihat permasalahan sampah yang tak kunjung terselesaikan, menuntunnya untuk membangun Waste4Change, perusahaan pengelola sampah secara bertanggung jawab pada tahun 2014.
Waste4Change merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Di dalamnya terdapat 4 untuk pengelolaan sampah yakni, consult untuk riset dan studi terkait persampahan. Kedua, campaign, capacity building, edukasi, dan pendampingan, Ketiga, collect untuk pengangkutan dan pengolahan sampah harian untuk nol sampah ke TPA. Terakhir, create untuk mendaur ulang sampah dan program EPR (Extended Producer Responsibility).
Pada awal berdirinya Waste4Change mendapatkan modal tambahan pertamanya di tahun 2015 berupa angel investment dari perusahaan milik bu Suzy Hutomo. Baru di tahun 2019 mendapatkan dana kembali melalui pendanaan seedround.
“Dan yang terbaru Waste4Change menyelesaikan pendanaan Series A pada akhir 2022, ujar Sano saat ditemui SWA Online, Senin (21/02/2023).
Kesadaran masyarakat tentang pengelolaan yang bertanggung jawab sudah menunjukkan adanya peningkatan. Melalui survey Waste Management System 2019 yang dilakukan Waste4Change, hampir setengah dari responden (49%) mengaku telah melakukan upaya pemilahan sampah sejak dari rumah. Sebagian besar responden, lebih dari 90%, menyatakan keinginannya akan fasilitas pengelolaan sampah yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa isu sampah telah menjadi keresahan banyak masyarakat di Indonesia.
“Sayangnya, fasilitas pengelolaan sampah di Indonesia belum merata dan masih terpusat di kota-kota besar saja. Fasilitas dan teknologi pengelolaan sampah di suatu daerah dapat jauh berbeda dengan daerah lainnya, yang kemudian mempengaruhi alur dan metode pemrosesan sampah yang ada. Sehingga, tantangan pengelolaan sampah yang muncul di setiap daerah pun berbeda,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia belum memiliki instrumen penegakan hukum untuk peraturan sampah yang dapat memastikan berjalannya pengelolaan sampah secara bertanggung jawab dari berbagai pihak. Belum banyaknya fasilitas pengelolaan sampah juga menyebabkan variasi harga pengelolaan sampah secara bertanggung jawab. Tantangan juga muncul karena masih banyak yang belum mengetahui bahwa pengelolaan sampah secara bertanggung membutuhkan biaya penanganan yang lebih mahal agar operator sampah juga menjadi lebih sejahtera.
Sebenarnya, sudah banyak inisiatif dan gagasan baik yang dicetuskan untuk menyelesaikan masalah sampah di Indonesia. Indonesia juga sudah memiliki payung hukum yang secara tegas mengatur pengelolaan sampah yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2008. Sayangnya, penerapan regulasi dan solusi tersebut masih menghadapi berbagai kendala.
“Kurang dari tiga tahun menuju target Indonesia Bebas Sampah 2025 yang dicanangkan Presiden Jokowi pada tahun 2017 melalui Jakstranas, progres penyelesaian masalah sampah di Indonesia masih sangat tertinggal,” ujar Sano.
Bisnis utama Waste4Change adalah memberikan jasa pengelolaan sampah secara bertanggung jawab memang sebagian besar yang menyasar pelaku bisnis, institusi, dan organisasi (B2B). Namun, strategi utama kami adalah memberikan solusi permasalahan sampah yang holistik kepada seluruh pemegang kepentingan, mulai dari pemerintahan, swasta, komunitas, juga masyarakat secara individu.
“Kami berusaha untuk menjadi penasehat, teman, mitra, dan ahli yang bisa menjawab rasa ingin tahu dan memberikan saran yang tepat untuk pengelolaan sampah dari klien. Banyak rekan bisnis yang telah menerapkan prinsip sustainabilitu dalam operasional bisnisnya. Kami banyak melibatkan diri dalam kegiatan /inisiatif dari pemerintah untuk mendapatkan kontribusi aktif dalam peningkatan manajemen sampah di Indonesia,” terang Sano.
Waste4Change sudah dipercaya melayani ribuan klien atau mitra dari berbagai sektor bisnis, terlibat dalam ratusan project terkait pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular, serta melatih dan mengedukasi lebih dari 500 ribu orang. Waste4Change selalu menyerukan gagasan untuk ‘BijakKelolaSampah’ dan mempraktekkan kebiasaan baik memilah sampah dari sumber. Sebab kedua hal ini yang saat ini menjadi kunci peningkatan tingkat daur ulang dan pengelolaan sampah di Indonesia.
Hingga saat ini, Waste4Change telah berhasil mengelola 5.400 ton sampah dan mengurangi 52% sampah yang berakhir di TPA. Saat ini, layanan pengelolaan sampah mencakup jangkauan wilayah dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Bandung dan Medan.
“Di tahun 2023 ini kami sudah menambah titik operasional pengelolaan sampah hingga 21 kota di Indonesia. Selain itu, salah satu fasilitas pemulihan material kami diperlengkapi dengan teknologi yang lebih canggih yang dapat memproses lebih banyak sampah. Kami juga memiliki 5 Rumah Pemulihan Material yang berlokasi di Bekasi, Bandung, Bogor, Tangerang, dan Bali. Lebih lanjut informasi mengenai ini akan kami bagikan paska peresmian fasilitas terbaru yang rencananya akan kami selenggarakan pada awal bulan Maret nanti,” jelasnya.
Secara umum, Waste4Change menerima sampah dalam kondisi terpilah di tiap-tiap client dalam kategori: organik, anorganik, dan sampah lainnya.
Sampah organik akan dikelola menjadi kompos dengan metode open windrow – kompos yang dimatangkan di area terbuka, serta melakukan budidaya Larva Black Soldier Fly/Maggot yang potensial dijadikan pakan ternak dan ikan.
Sampah anorganik akan dipilah berdasarkan jenisnya, misalnya untuk plastik dipisah dalam kategori PET, HDPE, LDPE, PVC, PP, PS dan lain-lain, lalu ada juga kaca, logam, karuds, karbon Used Beverage Carton (UBC), dan lain-lain. Proses selanjutnya berupa Ball press untuk material ballpress hanya paper dan plastik untuk di distribusikan ke Pabrik Daur ulang. Lalu untuk residu akan dilakukan pemrosesan melalui RDF.
“Kami berharap Waste4Change benar-benar dapat meningkatkan jumlah kapasitas sampah terkelola dan mengurangi sampah yang berakhir di TPA sehingga bisa mendukung terwujudnya Indonesia Bersih Sampah 2025. Kemudian, menambah layanan agar lebih mudah diakses baik secara kelembagaan (B2B) maupun oleh publik secara luas (B2C),” ungkapnya.
Editor : Eva Martha Rahayu
Swa.co.id