Management

Jurus Faizal R. Djoemadi Memimpin Transformasi PT Pos Indonesia

Faizal Rochmat Djoemadi, Direktur Utama PT Pos Indonesia.
Faizal Rochmat Djoemadi, Direktur Utama PT Pos Indonesia.

Dahulu, rasanya semua orang Indonesia kenal PT Pos Indonesia. Pasalnya, peran PT Pos sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari banyak orang. Mulai dari mengirim surat, mengirim paket, hingga mengirim uang (via wesel pos) ke kerabat di kota lain, jasanya digunakan.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi yang ikut mendisrupsi bisnis PT Pos dan adanya perubahan gaya hidup masyarakat, relevansi peran BUMN ini semakin surut. Tak mengherankan, pemerintah sebagai pemilik perusahaan ini mencoba membenahi peran perusahaan ini dengan beberapa kali mengganti jajaran pimpinannya.

Yang terbaru, PT Pos kini dikomandani Faizal Rochmat Djoemadi, sebagai direktur utama, yang dibantu oleh enam anggota BoD (dewan direksi) lainnya. Bagi lelaki kelahiran Blitar, 12 Desember 1967 ini, kepercayaan dari pemerintah yang diembannya saat ini tentu merupakan sebuah tantangan besar.

“Waktu kami, manajemen baru, masuk ke PT Pos pada September 2020, perusahaan ini dalam posisi krisis,” kata Faizal, yang sebelumnya menjabat sebagai Chief Digital Innovation Officer PT Telkom.

Faizal, yang menghabiskan sebagian besar masa kariernya di Telkom Group, menggambarkan kala itu PT Pos sedang mengalami situasi pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi. PT Pos juga tengah menghadapi situasi krisis yang ditandai dengan tingkat kesehatannya yang tidak baik.

“Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap PT Pos juga rendah dan tidak menjadi pilihan utama, bahkan tidak lagi dikenal oleh anak-anak muda,” kata mantan CEO PT Telekomunikasi Indonesia International ini.

Di sisi lain, proses internal juga belum efisien, karena meskipun sudah ada digitalisasi, masih berjalan semi-otomatis. Alhasil, pelayanan lambat dan perusahaan tidak bisa mengikuti dinamika masyarakat. Dan, lanjut Faizal, SDM belum siap berkompetisi.

Karena itulah, jajaran pimpinan PT Pos kemudian menggelar langkah transformasi korporat secara masif. “Kami membuat program transformasi secara cepat agar PT Pos menjadi relevan dengan situasi saat ini,” ujarnya.

Transformasi korporat di PT Pos mencakup tujuh aspek, yakni bisnis, produk dan channel, proses bisnis, teknologi, SDM (human capital), organisasi, dan budaya (culture). “Transformasi ini tidak bisa dijalankan secara serial, melainkan harus paralel,” ujarnya lagi.

Perlu diketahui, saat ini PT Pos memiliki empat portofolio bisnis, yaitu logistik, jasa kurir, jasa keuangan, dan properti. Bisnis logistik, diakui Faizal, merupakan pasar yang besar, tapi bisnis PT Pos di sektor ini relatif stagnan, karena industrinya bersifat fragmented dan pemainnya sangat banyak, mencapai ribuan.

Ia menjelaskan bahwa transformasi bisnis dilakukan agar PT Pos dapat meraih pendapatan sebesar-besarnya dengan me-leverage aset fisik dan menambah platform digital, sehingga dapat mengikuti gaya hidup masyarakat. Selama ini PT Pos dikenal sebagai a network company, yang kekuatannya ada pada jaringan aset fisik.

Dari segi properti, misalnya, PT Pos punya warehouse di 800 titik. Adapun dari sisi SDM, saat ini PT Pos punya 16 ribu karyawan tetap, plus sejumlah karyawan kontrak dan kemitraan, sehingga total yang bekerja di perusahaan ini ada sekitar 27 ribu karyawan.

“Saat ini, network company kurang relevan, sehingga kami melakukan transformasi ke platform company.”

Faizal Rochmad Djoemadi, Dirut PT Pos Indonesia (Persero)

“Saat ini, network company kurang relevan, sehingga kami melakukan transformasi ke platform company,” kata alumni Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya ini. Menurutnya, supaya bisa menjadi keunggulan kompetitif, pihaknya berupaya melengkapi kelebihan dari infrastruktur fisik dengan platform (nonfisik).

Sebagai bagian dari langkah transformasi korporat yang dilakukan, diciptakan kanal-kanal digital. Sebelumnya, unit jasa kurir hanya memiliki loket dan agen, sekarang sudah dilengkapi dengan aplikasi PosAja, berupa mobile app ataupun web.

Begitu juga di jasa keuangan, sebelumnya orang hanya bisa datang ke agen atau loket PT Pos, sekarang sudah ada aplikasi Pos Pay. “Inilah cara kami meningkatkan coverage, sehingga dapat meraih sebanyak mungkin pelanggan,” ujar Faizal. Dengan adanya platform finansial, PT Pos telah dipercaya pemerintah untuk program penyaluran bantuan sosial.

Aplikasi Pos Pay yang baru berjalan 1,5 tahun sudah punya 4 juta number of accounts pengguna. Pos Pay lebih banyak dikenal di kota kedua (tier two) dan ketiga (tier three), karena memang diposisikan untuk mendorong inklusi keuangan. Adapun aplikasi Pos Aja sudah memiliki sekitar 1 juta number of accounts.

Sementara itu, pada jasa kurir dilakukan simplifikasi produk. Sebelumnya ada 17 macam produk/layanan kurir, kini disederhanakan menjadi tiga macam saja, yakni Sameday Service, Nextday Service, dan Regular Service. Namun, fitur layanannya ditambah dengan Pickup Service.

Di sisi bisnis enterprise (B2B), PT Pos memperbanyak jumlah account manager mengingat sebagian korporasi tidak mau melakukan transaksi melalui ponsel. “Jadi, kami memiliki ‘pasukan darat’ untuk masuk ke perusahaan swasta, BUMN, pemerintahan, lembaga, dan pemda,” kata Faizal.

Adapun di bisnis properti, PT Pos lebih memilih langkah me-leverage aset. “Kami memiliki hampir 3.000 titik properti di seluruh Indonesia,” ungkapnya. Berbekal jaringan properti ini, PT Pos menjalin kerjasama dengan berbagai pihak sehingga menghasilkan value lebih bagi perusahaan. “Sebelumnya, properti-properti ini hanya dipakai untuk perusahaan kami sendiri,” ujar pria yang mendapatkan gelar MSc. dari University of Saskatchewan (1998) ini.

Tak hanya aspek cakupan produk, PT Pos juga merasa perlu menekan biaya (cost). Salah satu langkah yang cukup strategis ialah mengubah biaya SDM dari fixed cost menjadi variable cost, dengan lebih banyak menggunakan model kemitraan. Selain itu, administrasi perusahaan yang dahulu banyak menggunakan kertas sekarang didigitalkan dan menjadi paperless.

Jadi, Faizal menyimpulkan, revenue ditingkatkan melalui pengembangan kanal digital serta perbaikan dan pengembangan produk; dan di sisi lain penekanan biaya, sehingga mampu meningkatkan profitabilitas. “Profit kami telah tumbuh double digit,” ujar peraih gelar Doktor Manajemen dari Universitas Brawijaya (2019) ini.

Bagian penting dari proses transformasi PT Pos adalah transformasi SDM, organisasi, dan budaya. Dalam hal membangun budaya ini, Faizal sebagai dirut memimpin langsung pengembangan mindset karyawan bagaimana membuat PT Pos bisa bangkit dari krisis.

“Transformasi budaya ini tidak cukup hanya dengan rasio, tapi juga mesti melibatkan hati,” ujarnya. Karena itulah, untuk menbangun trust di antara personel PT Pos, manajemen memanfaatkan kegiatan keagamaan, olahraga, olahrasa, dan kegiatan kebersamaan lainnya. Selain itu, menurutnya, dirut juga harus bisa menjelaskan hendak dibawa ke mana organisasi dan apa yang harus diubah.

Agar karyawan solid, tentu anggota direksi (BoD) harus lebih dahulu solid. Ini juga ada tantangan tersendiri. Pasalnya, tujuh anggota BoD ini sebelumnya tidak saling kenal.

“Saya memiliki resep untuk membangun soliditas, yaitu transparansi dan keterbukaan,” Faizal menandaskan. Sebagai contoh, semua keputusan bisnis harus disetujui semua anggota BoD. “Kalau trust ini terbangun, satu sama lain akhirnya saling percaya, tidak ada yang membawa agenda selain apa yang sudah ada di atas meja.”

Untuk prospek bisnis, Faizal melihat hingga saat ini tidak ada satu pun BUMN yang bergerak di bidang logistik. “Karena itu, PT Pos berupaya mengisi kekurangan atau celah itu,” ujarnya.

Apalagi, dari empat jenis portofolio, ke depan ukuran bisnis yang terbesar adalah bisnis logistik, sehingga PT Pos ingin masuk lebih dalam ke bisnis ini. “Dalam roadmap lima tahun ke depan, kami akan fokus ke bisnis logistik,” ia menegaskan. (*)

Joko Sugiarsono/Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved