Management Trends

Bagaimana agar Bisnis Keluarga Bisa Bertahan Turun Temurun?

Guru Besar Psikologi Industri Unika Atma Jaya Hanna Panggabean. (Zoom)

Bukan hal yang mudah untuk melanjutkan sebuah bisnis apalagi bisnis keluarga. Banyak bisnis keluarga hancur dan tidak bisa bertahan hingga generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, utamanya tantangan-tantangan yang biasanya dihadapi oleh sebuah bisnis keluarga.

Guru Besar Psikologi Industri Unika Atma Jaya Hanna Panggabean mengatakan bahwa bisnis keluarga sebenarnya sama seperti bisnis pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah ada unsur keluarga. Ketika berbicara keluarga, tambah Hanna, maka berbicara relasi antar personal.

“Jadi ada pepatah generasi satu yang membangun, generasi kedua yang membesarkan, dan generasi ketiga yang menghancurkan. Sebetulnya kalau di bisnis keluarga itu generasi pertama selalu ada polanya, yakni founding generation, kedua next generation, dan generasi ketiga bicara gagal dan berhasil,” kata Hanna dalam seminar Aneka Warna Relasi Antar Generasi Bisnis Keluarga, Senin (27/2/2023).

Menurut Hanna, generasi pertama atau kedua itu yang diajak bicara saudara kandungnya. Sementara di generasi ketiga itu belum tentu yang diajak bicara saudara kandungnya. “Nah yang sering menjadi persoalan adalah di isu relasi, karena relasinya menjadi semakin kompleks dan luas. Itu yang menyebabkan di generasi ketiga itu menjadi krusial,” ucapnya.

Tantangan yang khas dihadapi oleh family business pertama unsur emosi yang kuat karena unsur relasi yang ditemukan. Kedua ada budaya merasa berhak yang kuat di bisnis keluarga. Tantangan ketiga adalah suksesor dan sebaiknya suksesor dibangun sebelum krisis terjadi.

“Ada penelitian family business yang kebetulan milik keluarga Tionghoa, jadi yang laki-laki itu mendapat hak lebih tinggi daripada perempuan, kebetulan anaknya dua laki dan dua perempuan mereka semua disekolahkan ke luar negeri. Ketika pulang mau ngurus bisnis tekstil lalu ditanya kenapa mau? Dia jawab kalau sejak kecil ayahnya bilang bahwa ini (bisnis) punya kamu, dan bakal menjadi punya kakak (koko) kamu, jadi dari kecil sudah dibilang begitu. Jadi succession itu sudah dilakukan sejak awal,” ujarnya.

Tantangan bisnis keluarga selanjutnya adalah Good HR Practices. Menurut Hanna, ini seringkali menjadi senjata kalau di tangan yang salah, karena bisa digunakan untuk menyingkirkan atau meninggikan orang yang salah tanpa melihat yang benar.

Kunci dasar dalam bisnis keluarga sebenarnya ada dua yakni adanya kepercayaan dan komitmen bisnis. “Bisnis komitmen itu bisa dibangun dengan alasan bermacam-macam, bisa personal seperti pesan ibu atau orangtua. Lalu paling penting adalah trust agar bisnis keluarga itu sustain,” katanya.

Sementara itu Hidayatur Rahman yang merupakan generasi kedua dan Ketua Komisi Etik PT Jatinom Indah Agri menceritakan telah menyiapkan suksesor bisnis keluarganya sejak dini. Di mana saat ini PT Jatinom Indah Agri telah memasuki generasi ketiga.

Hidayat menyiapkan anaknya Salman Al Farisi sebagai suksesor. Sejak SD, Salman telah diajarkan untuk berbisnis. Bahkan saat SMA, Hidayat pernah dipanggil guru BK karena omset kantin sekolah anaknya menurun, ini karena anaknya berjualan di sekolah. “Tapi setelah diberi pengertian, akhirnya pihak sekolah mengerti,” kata Hidayat dalam kesempatan yang sama.

Menurut Hidayat, kesalahan yang biasa terjadi dalam sebuah bisnis keluarga adalah tidak menyiapkan suksesor sejak dini. “Selama ini hanya diberi duitnya, tidak diberi racun bisnisnya. Setelah lulus kuliah baru diberi itu enggak bisa, ibarat bambu yang sudah mulai keras, kita tidak punya cukup banyak waktu,” ucap ayah tiga anak ini.

Selain menyiapkan suksesor sejak dini, Hidayat juga selalu berusaha untuk menjaga keharmonisan keluarga. Gesekan antar keluarga dalam bisnis pasti ada, namun hal itu tidak pernah dibawa ke ranah keluarga. “Jadi di dalam ruang saja, enggak dibawa keluar,” ujarnya Hidayat menjelaskan.

Sebagai Ketua Komite Etik Hidayat mengaku meredam konflik dengan cara mengaku salah apabila salah. Selanjutnya meyakinkan bahwa tidak ada orang yang istimewa atau bisa segala-galanya. “Kita berproses dalam rumah tangga kalau kita mencari benarnya itu rumah tangga enggak ada selesainya. Saya mending mencari kebaikan untuk mereka (anggota keluarga),” ucapnya.

Apabila menemui kebuntuan, Hidayat mengaku tak segan untuk meminta bantuan pihak ketiga untuk menengahi. Pihak ketiga bisa kakak, adik, atau konsultan. Pihak ketiga bertugas untuk berbicara agar kebuntuan menjadi cair.

“Jadi kalau dalam family business itu belum tentu anak pertama atau kedua cocok. Tetapi pilihlah anak yang hatinya itu berjiwa seperti lautan, jadi kalau difitnah iya terima saja, mendengar, ada baiknya diterima. Tetapi kami punya visi bahwa keutuhan keluarga itu menjadi salah satu goal saya,” katanya mengungkapkan.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved