Tantangan Digitalisasi UMKM Perempuan di Indonesia
Keberadaan UMKM di Indonesia sangatlah penting. Berkat UMKM, tercipta 100 juta lapangan pekerjaan dengan 65% diisi oleh perempuan. Peran perempuan dalam membangun UMKM sangat penting, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi para UMKM perempuan dalam memajukan usaha mikro kecil yang dimilikinya.
Ahmad Dading Gunadi selaku Direktur Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Bappenas RI, dalam sesi diskusi Webinar International Women’s Day yang diadakan Bank Dunia pada Rabu (08/03/2023) kemarin mengatakan bahwa perempuan mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomiannya melalui digitalisasi. Namun, untuk mengoptimalisasi masih ditemukan berbagai tantangan.
“Dari sisi kapasitas, perempuan punya potensi. Namun, tantangannya adalah dari sisi ekosistem di mana akses ke pasar dan akses keuangan yang masih terbatas bagi perempuan. Pada sebuah studi tentang keuangan digital, masih ada gap yang cukup besar antara perempuan yang hanya bisa mengakses sekitar 29% layanan keuangan sedangkan pada laki-laki sebesar 33%,” katanya.
Dading berharap regulasi dan ekosistem yang mendukung dan ramah pada bisnis perempuan dapat ditingkatkan. Selain itu, bagaimana dukungan itu dapat mengadopsi kebutuhan perempuan.
Memastikan akses kepada teknologi digital juga merupakan hal yang penting untuk dapat membuka peluang dan meningkatkan pertumbuhan perempuan pelaku usaha. Ririn Salwa Purnamasari, Senior Economist Bank Dunia pun mengungkapkan pelaku usaha atau orang-orang yang punya akses ke teknologi, secara umum ternyata laki-laki itu kemungkinannya dua kali lebih tinggi menggunakan platform digital dibandingkan perempuan.
“Tetapi pada saat perempuan mempunyai kesempatan untuk bisa akses digital, mereka lebih besar kemungkinannya untuk menggunakan untuk e-commerce. Jadi di sini kuncinya adalah akses, akses ke digital itu sendiri. Pada saat akses itu diberikan, maka kemudian perempuan biasanya bisa menggunakannya menjadi lebih baik. Salah satunya dengan menggunakannya untuk e-commerce,” kata Ririn.
Pemanfaatan digitalisasi di kalangan UMKM perempuan masih perlu didorong selain dari sisi akses juga dari sisi penggunaan. Hal ini disampaikan juga oleh Vitasari Anggraeni selaku Wakil Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking.
Menurut Vita, tantangannya akan berbeda di masing-masing tingkatan. Layanan digital yang dibutuhkan itu sebenarnya ada, Menjadi PR bagi perempuan pengusaha mikro, penyedia jasa layanan keuangan, dan jasa teknologi adalah belajar agar lebih adaptif untuk dapat diakses oleh perempuan pengusaha mikro, seperti access to capital atau keuangan.
Vita menambahkan dari sisi penggunaan digital diperlukan modul-modul pelatihan atau training digital dapat mengubah perilaku. “Sehingga ketika sudah memiliki akses, pengetahuan, dan juga menggunakannya, mungkin nanti perlu pendampingan teknis dan juga produk yang lebih user-friendly,” katanya.
Co-founder & COO Xendit (perusahaan infrastruktur pembiayaan digital) Tessa Wijaya menjelaskan salah satu hal penting dalam bisnis adalah terkait dengan sistem pembayaran. Hal ini sangat dimungkinkan dengan adanya digitalisasi yang saat ini semakin maju dan mudah diakses.
“Pada saat kami berdiri tahun 2016, pembayaran digital tidak bisa dilakukan secara instan, karena harus dilakukan melalui bank, dan banyak kendalanya. Banyak usaha yang ingin go digital namun saat itu proses pembayaran harus mengetuk pintu ke setiap bank, e-wallet atau sejenisnya. Sekarang semuanya lebih mudah untuk dilakukan secara digital. Kami juga melakukan banyak edukasi untuk UMKM tentang bagaimana caranya untuk go digital,” kata Tessa.
Ketua Womenpreneur Indonesia Network Diah Yusuf mengatakan, perempuan pelaku usaha sangat perlu mengadopsi digitalisasi dalam bisnisnya saat ini. Alasan digitalisasi karena banyak keuntungan yang akan didapat dari digitalisasi tersebut.
“Adopsi digital dapat meningkatkan efisiensi, peningkatan produktivitas, biaya operasional yang lebih rendah, meningkatkan pengalaman pelanggan, agility dengan perubahan yang sangat dinamis dan cepat, peningkatan moral karyawan, peningkatan komunikasi, peningkatan transparansi, peningkatan keunggulan kompetitif, sehingga bisa mengambil keputusan usaha lebih cepat,” tutur Diah.
Editor : Eva Martha Rahayu
Swa.co.id