Capital Market & Investment

PGEO Bidik Prospek Bisnis Geotermal dan Perdagangan Karbon

Instalasi panas bumi yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (Foto : Pertamina)

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), emiten anak usaha BUMN dengan kapasitas terpasang panas bumi terbesar di dunia, memiliki pos pendapatan baru dari hasil perdagangan karbon. Direktur Keuangan PGEO Nelwin Aldriansyah menyatakan, perseroan berkomitmen untuk aktif melakukan transisi energi.

Untuk pertama kalinya pada 2022, Pertamina Geothermal Energy mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit. “Ini membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGEO,” ujar Nelwin dalam pernyataan resminya yang dilansir SWA Online pada Rabu (22/03/2023).

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus US$300 miliar atau sekitar Rp 4.625 triliun (asumsi kurs Rp 15.418 per US$) per tahun, yang berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah resmi meluncurkan perdagangan karbon. Pada 2023-2024, perdagangan karbon mulai dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik secara mandatori.

Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi. Sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGEO untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga.

Pada Kuartal III/2022, Pertamina Geothermal Energy membukukan laba bersih sebesar US$ 111 juta, tumbuh 67,8% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 66 juta. “Net profit margin pada sembilan bulan pertama 2022 mencapai 38,8%, dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang hanya 24%,” ujar Nelwin. Adapun, pendapatan perseroan hingga September 2022 sebesar US$ 287 juta, tumbuh 3,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 277 juta.

Perseroan juga berhasil mencatatkan EBITDA sebesar US$ 244 juta hingga September 2022, naik 10,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 221 juta. “EBITDA margin PGE pada Kuartal III/2022 mencapai 84,7%, naik cukup tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir yang berkisar di 80%,” jelas Nelwin.

Sementara itu, total utang PGEO (utang jangka pendek dan jangka panjang) juga terus menurun, dari US$ 1,18 miliar pada 2019 menjadi US$ 931pada Kuartal III/2022. Adapun, rasio total debt terhadap EBITDA tercatat 4,6 kali pada 2019 dan turun menjadi 3 kali per September 2022, sedangkan net debt terhadap EBITDA turun menjadi 2,2 kali per September 2022, dari 4 kali pada 2019.

Pada berbagai kesempatanWakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury, mengatakan tengah mendorong BUMN untuk mulai melakukan perdagangan karbon, kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan. Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).

Pahala menambahkan, ada banyak standar pemeringkatan dalam penilaian karbon. Namun, yang paling banyak dilakukan adalah standar nilai karbon yang diterapkan oleh Verra. Nilai carbon offset yang diperdagangkan nilainya sekitar US$ 20-40. BUMN bisa melakukan uji coba dengan harga setengahnya sebagai acuan.

Terkait nilai ekonomi karbon, Pahala menjelaskan, kemungkinan besar nilainya antara US$ 2-3. Nilai Ekonomi Karbon (NEK) adalah nilai yang diberikan terhadap setiap unit emisi karbon. NEK dianggap penting untuk diadakan karena dapat mendorong investasi hijau di Indonesia.

NEK juga dapat mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim yang selama ini terjadi.Pahala mengungkapkan, BUMN diminta untuk serius mulai melakukan transisi energi dengan berbagai cara seperti sinergi dan kolaborasi. “Kita melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan. BUMN kita juga bisa kerja sama dengan negara lain. Pada intinya, bagaimana BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi,” jelas Pahala.

Sementara itu, Corporate Secretary PGEO Muhammad Baron menjelaskan, sebagai salah satu pengembang energi panas bumi terbesar di dunia, PGEO telah memiliki pengalaman puluhan tahun berambisi untuk meningkatkan kapasitas listrik sebanyak 600 MW dalam 5 tahun ke depan.

Dana yang diperoleh PGEO dari IPO dialokasikan untuk pengembangan usaha sebesar 85% dan sekitar 15% akan digunakan untuk pembayaran sebagian utang. Karena itu, menurutnya, fundamental keuangan perusahaan kuat buat menjalankan proyek pengembangan listrik EBT. “Pendanaan dari pasar modal melalui IPO diharapkan dapat mendukung percepatan pengembangan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi,” kata Baron.

Salah satu yang telah dilakukan adalah rencana penambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 55 MW di salah satu area operasi PGE di Lumut Balai, Sumatera Selatan, yang ditarget dapat selesai di tahun 2024.

Per September 2022, PGEO memiliki nilai kas dan setara kas sebesar US$ 230 juta yang bertambah sekitar US$ 105 juta dari saldo kas per 31 Des 2021. Hal ini menunjukkan PGEO mampu mengelola kas secara baik yang utamanya didapat dari penjualan uap dan listrik ke PLN. Kontrak penjualan uap dan listrik PGEO merupakan kontrak yang bersifat jangka panjang dan selalu terbayarkan secara tepat waktu. “Dengan tambahan dana segar IPO, PGEO masih memiliki arus kas yang cukup kuat dan mampu mengatasi kewajiban bayar utang secara tepat waktu,” ujar Baron.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved