Capital Market & Investment

Rebranding LandX untuk Meraih Peluang Lebih Besar

Secara demografis kalangan milenial mendominasi jumlah investor, yakni 59,23 persen (Foto: dok.LandX)

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019, Indeks Literasi Keuangan (ILK) Indonesia tercatat sebesar 38,03 persen, sementara Indeks Inklusi Keuangan (IIK) tercatat sebesar 76,19 persen. Bolehlah mereka yang nyinyir berkata angka tersebut rendah. Tetapi faktanya, angka itu berkembang dari hasil SNLIK 2016, yang masing-masing mencatatkan ILK sebesar 29,7 persen dan IIK 67,8 persen.

Angka itu, selain memang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya belum memahami dengan baik karakteristik dari berbagai produk dan jasa keuangan, namun juga menegaskan bahwa minat masyarakat akan produk dan jasa keuangan, tengah menggeliat dan berkembang.

Memerhatikan angka statistika yang berkembang di industri keuangan Indonesia akan membuat kita lebih optimistis lagi. Tercatat, selama pandemi COVID-19, jumlah investor di pasar modal Tanah Air justru meningkat signifikan sebesar 65,74 persen. Itu membuat jumlah investor pun berkembang menjadi 6.431.444 investor per September 2021, dari posisi sebelumnya, Desember 2020. Yang menarik, investor dari generasi milenial atau di bawah 30 tahun, jumlahnya kian dominan.

Secara demografis kalangan milenial mendominasi jumlah investor, yakni 59,23 persen. Secara keseluruhan kaum milenial ini mendominasi dengan total aset Rp 39,93 triliun. Terbanyak kedua adalah investor di usia 31-40 tahun, dengan persentase 21,54 persen dan akumulasi aset Rp 90,80 triliun. Sementara dari rata-rata penghasilan, paling banyak (52,49 persen) berpenghasilan antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta, dengan aset Rp 151,76 triliun. Ada pula investor berpenghasilan di bawah Rp 10 juta dengan aset Rp 127,67 triliun.

Mengikuti perkembangan investor, dalam perjalanannya, LandX.id sebagai perusahaan equity crowdfunding yang berdiri pada 2019 dan memiliki izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan rebranding dan mencoba meraih bisnis baru.”Jadi, bagaimana mungkin LandX akan meninggalkan bisnis yang tengah mekar berkembang dan membuat kami mendapatkan keparcayaan dan penghargaan,” ujar Romario Sumargo, Direktur LandX dalam siaran pers di Jakarta (01/04/2023).

Di usia dini, LandX telah mempertemukan lebih dari 89.652 pemodal dengan 43 perusahaan penerbit atau pelaku usaha, terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Juga, telah mencetak nilai investasi sebesar Rp 235 miliar, yang disalurkan kepada para penerbit saham.

Bahkan, LandX telah membagikan Rp12,3 miliar sebagai nilai dividen kepada para investor pada Kuartal IV/2022. Kami telah memungkinkan masyarakat melakukan seluruh transaksi jual-beli saham di platform LandX secara sangat mudah dan cepat. Itu dimungkinkan karena para investor dapat mengakses seluruh informasi bisnis dan proses yang ada secara detil.

Menurut Romario, dalam bisnis equity crowdfunding (SCF) masih ada berbagai hal yang memerlukan penyempurnaan agar aman, prospektif dan potensial ke depan. “Misalnya, berdasarkan Investors Roundtable yang diadakan LandX dengan melibatkan berbagai pihak yang relevan dan kredibel, masih ditemukan berbagai hal yang bisa mengganggu proses pertumbuhan di bisnis ini,” tuturnya.

Yang terutama dikeluhkan peserta Investors Roundtable saat antara lain, masih adanya perusahaan-perusahaan UMKM penerbit yang terkesan bandel, tidak comply dengan aturan dari regulator serta LandX sendiri. “Ke depan tentu saja harus ada regulasi yang ketat dan kredibel, sehingga UMKM sejenis itu secara alamiah tersingkirkan. Hal itu perlu, agar jangan sampai ada investor kapok akibat terlalu fokusnya bisnis kepada UMKM yang belum siap, sementara banyak UMKM lain yang justru siap untuk berlari mengejar kemajuan,” ujar Romario.

Dari Investors Roundtable itu pun mengemuka berbagai saran positif, misalnya pertama, perlunya peningkatan perlindungan terhadap investor, yang antara lain bisa diupayakan agar platform SCF bekerja untuk meningkatkan perlindungan investor melalui pengungkapan oleh penerbit, due diligence, dan transparansi yang lebih baik. Kedua, perlunya dukungan kepatuhan, antara lain agar platform SCF memberikan lebih banyak perhatian kepada perusahaan yang siap untuk mematuhi peraturan OJK sebelum terdaftar di LandX. Ketiga, perlunya komunitas SCF, terutama bagi kalangan investor lanjutan. Untuk itu sudah pada tempatnya agar komunitas investor kembali aktif.

“Kami meyakini, dengan menjadi lebih besar—sementara misi dan visi tetap bisa dipertahankan—peran LandX, baik kepada industri maupun kepada publik yang memberikan kepercayaan akan lebih besar pula. Di situlah kami merasa fungsi kami dalam industri dan pembangunan masyarakat Indonesia akan lebih berharga,” tegas Romario.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved