Book Review

Melihat Sisi Gelap McKinsey

Oleh Editor

Judul Buku : When McKinsey Comes to Town: The Hidden Influence of the

World’s Most Powerful Consulting Firm

Pengarang : Walt Bogdanich & Michael Forsythe

Penerbit : Doubleday, New York

Cetakan : Pertama, Oktober, 2022

Tebal : 368 halaman

Selama ini sering dimitoskan bahwa banyak perusahaan atau pemerintah di berbagai belahan dunia yang sepak terjangnya dipengaruhi atau dikendalikan oleh semacam organisasi rahasia. Mereka mengendalikan perusahaan atau pemerintah agar langkahnya sesuai dengan kepentingan mereka. Muncullah berbagai mitos tentang keberadaan organisasi rahasia semacam Illuminati, Lizard People, dan “globalist”.

Jika ditelisik lebih lanjut, organisasi semacam itu hanya muncul di novel atau film populer. Hingga saat ini, tidak ada organisasi atau kelompok rahasia yang mengendalikan dunia ini dan memengaruhi setiap keputusan utama yang menentukan arah sejarah umat manusia di dunia.

Pada kenyataannya, yang ada sebenarnya adalah organisasi konsultan yang memiliki sumber daya besar, personel yang banyak, mumpuni, dan tersebar di berbagai jaringan yang pada akhirnya mampu memengaruhi setiap kebijakan pemerintahan ataupun perusahaan di level global. Salah satu organisasi konsultan besar dan menjadi legenda adalah bisnis konsultan McKinsey & Company.

Telah banyak cerita sukses yang menjadikan perusahaan ini sebagai legenda hidup hingga saat ini, tapi buku ini berusaha mengungkap sisi gelap McKinsey. Sesuatu yang layak diapresiasi karena sulit dilakukan. Lembaga konsultan akan berusaha melindungi kerahasiaan kliennya dan berbagai saran yang diberikannya.

Pendiri McKinsey & Company adalah James O. McKinsey, seorang akuntan yang berasal dari Kota Ozarks, Amerika Serikat (AS), yang sangat fanatik akan berbagai hal yang terkait efisiensi. Kariernya dimulai dengan memberikan jasa konsultasi di perusahaan baja pada masa depresi besar di AS pada 1920-an.

Dengan mengikuti saran-saran terkait masalah efisiensi perusahaan, akhirnya perusahaan baja tersebut berhasil tumbuh dan berkembang dengan baik melewati masa depresi besar yang menyakitkan. Dengan awal yang baik ini, di kemudian hari, McKinsey dikenal sebagai perusahaan yang selalu menekankan masalah efisiensi dalam setiap sarannya. Dikenal sebagai ahli dalam menerapkan efisiensi perusahaan tingkat dunia.

Beroperasi di lebih dari 65 negara, McKinsey mampu menjadi pembisik yang andal bagi suatu perusahaan atau pemerintahan. Mampu memberikan konsultasi di hampir segala bidang. Selama bertahun-tahun, McKinsey berhasil membangun reputasinya sebagai perusahaan konsultan ternama di dunia. Perusahaan ini menjual solusi ilmiah (scientific solutions) untuk berbagai masalah kompleks.

Banyak perusahaan besar, berbagai pemerintahan di dunia, bahkan lembaga seperti FBI, CIA, dan Pentagon yang membeli jasa konsultasinya untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Tidak mengherankan jika kemudian banyak alumni perusahaan ini yang kemudian menjadi pemimpin puncak di banyak perusahaan atau pemerintahan di dunia.

Efisiensi sering menjadi mantra utama dalam berbagai saran yang diberikan kepada klien yang sedang menghadapi masalah. Menggunakan istilah semacam “penghindaran biaya” (cost avoidance) yang tidak perlu, McKinsey melakukan berbagai tindakan seperti memotong biaya pemeliharaan, mengurangi karyawan, membayar karyawan dengan upah lebih rendah, dan menggunakan pihak luar untuk menghemat pengeluaran. Sesuatu yang terasa kejam bagi perusahaan yang sedang terkena masalah.

Rekomendasi dari McKinsey sering mengabaikan keselamatan karyawan dan pelanggan. Sebagai contoh, biaya perawatan wahana permainan di Disneyland memang tinggi. Melihat tingginya biaya pemeliharaan, McKinsey memberikan saran untuk memotong biaya pemeliharaan. Akibatnya, kemudian terjadi kecelakaan di wahana permainan yang dioperasikan Disneyland. Sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Atas nama penghematan, mempertaruhkan banyak hal lain. Dalam kasus seperti ini, sering pihak konsultan tidak bisa dituntut karena mengabaikan keselamatan yang kemudian mengakibatkan kecelakaan. Alasan klasik yang sering dikemukakan ialah, pihak konsultan hanya memberikan saran, tidak bisa memberikan perintah. Mereka dibayar untuk memberi saran bukan perintah, sehingga bebas dari berbagai tuntutan hukum.

Selama ini McKinsey selalu dicitrakan sebagai perusahaan yang memiliki misi untuk melindungi kehidupan di planet ini, melakukan karya yang bermakna bagi perkembangan masyarakat, dan mewujudkan masyarakat inklusif yang menjunjung tinggi keberagaman yang ada. Namun dalam praktiknya, sesuai dengan cerita yang banyak ditampilkan dalam buku ini, banyak hal yang baik itu ternyata hanya ilusi dan pencitraan belaka.

Masih banyak sisi gelap dan praktik buruk yang dilakukan McKinsey yang tidak sesuai dengan filosofi pendiriannya. Itu dilakukan perusahaan ini semata-mata hanya untuk menumpuk pundi-pundi kekayaannya, agar menjadi semakin besar.

Kepada karyawannya, McKinsey selalu menekankan pada nilai untuk selalu menomorsatukan kepentingan klien. Kepentingan perusahaan di urutan kedua, uang di urutan ketiga, dan kepentingan personal di urutan keempat. Ini menyebabkan, tidak peduli apakah kliennya seorang yang baik atau jahat, asal mampu membayar, akan dilayani.

Hal-hal yang baik hanya menjadi slogan belaka. Karena, pada kenyatannya, perusahaan konsultan ternama ini juga melayani kepentingan para diktator dunia, perusahaan penyebab kerusakan lingkungan hidup, perusahaan yang melakukan manipulasi keuangan, dan sebagainya.

Bahkan, tindakan buruk banyak perusahaan tersebut mampu membawa dampak buruk secara global. Saran di perusahaan yang terlibat dalam skandal keuangan di AS telah mengakibatkan terjadinya krisis keuangan skala global pada 2008. Krisis keuangan global dipicu oleh kesalahan dan keserakahan satu atau dua perusahaan yang menerapkan saran McKinsey.

Salah satu pola yang dilakukan lembaga konsultan seperti McKinsey adalah memberikan saran yang dampaknya jangka pendek. Hasilnya segera kelihatan hanya dalam jangka pendek, tapi mengabaikan keberlangsungan organisasi dalam jangka panjang atau kepentingan masyarakat banyak dalam skala luas.

Mereka lebih suka merekayasa hal-hal yang terkait masalah keuangan, saham, dan obligasi daripada masalah produksi; lebih menyukai pencapaian jangka pendek daripada melakukan investasi jangka panjang. Mendorong agar pimpinan perusahaan menjadi serakah mungkin, berusaha memperoleh keuntungan yang cepat, memberikan penghargaan kepada sedikit orang daripada semua orang, dan mengutamakan kepentingan investor di atas masyarakat.

McKinsey sering berada dalam posisi yang penuh dengan konflik kepentingan. Misalnya, di AS, dalam masalah industri rokok, dia berada di kedua belah pihak yang berseberangan. Menjadi konsultan pemerintah selaku regulator untuk mengawasi peredaran rokok, tapi di saat yang sama juga menjadi konsultan perusahaan rokok besar.

Lebih dari setengah abad McKinsey membela produsen rokok dan turut melakukan upaya untuk menyembunyikan dampak negatif rokok bagi kesehatan masyarakat. Adanya konflik kepentingan ini menjadikan nasihat yang diberikan oleh McKinsey menjadi penuh dengan kepentingan mereka yang membayar saja, yang berakibat merugikan kepentingan masyarakat luas.

McKinsey sering dalam posisi tidak hanya berdiri di dua kaki, tapi berdiri di banyak kaki yang memiliki kepentingan yang saling berseberangan. Demi uang, perusahaan ini sering melanggar prinsipnya sendiri. Misalnya, menjadi konsultan Pemerintah China yang sebelumnya dianggap sebagai diktator.

Kontradiksi yang lain, misalnya, dalam slogannya, McKinsey bertujuan menjaga bumi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Namun, dalam kenyataannya, merupakan konsultan utama perusahaan minyak tingkat dunia yang memiliki kecenderungan merusak lingkungan hidup.

Hampir semua perusahaan minyak besar merupakan klien McKinsey. Karena terkait masalah efisiensi, saran yang diberikan malah cenderung mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang lebih besar demi efisiensi dan keuntungan semata.

Dalam konsultasinya, McKinsey cenderung menyukai segala sesuatu yang bisa diukur secara kuantitatif. Sehingga, kadang lebih percaya pada penilaian yang dilakukan mesin daripada hasil pertimbangan akal dan hati nurani manusia. Sarannya sering jauh dari sentuhan emosi dan sentimen manusia, sehingga kadang mengabaikan banyak pertimbangan etis di dalamnya.

Oleh karenanya, dari berbagai cerita gelap tentang sepak terjang McKinsey seperti yang tertuang dalam buku ini, pekerja atau perusahaan di seluruh dunia harus waspada, tidak percaya begitu saja ketika McKinsey pada suatu waktu nanti mengunjungi perusahaan atau kota Anda. Ingat bahwa dalam kenyataannya sepak terjang McKinsey tidak semuanya berakhir dengan baik, bagi karyawan, perusahaan, ataupun masyarakat luas.

Eko Widodo

*) Peresensi adalah Staf Pengajar Program Studi Magister Administrasi Bisnis,

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved