Best CEO

Didiek Hartantyo, Membangun Kereta Api dengan Standar Kelas Dunia

Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Didapuk menjadi Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada Mei 2020 menjadi tantangan tersendiri bagi Didiek Hartantyo. Bagaimana tidak. Saat itu merupakan masa-masa awal Indonesia dilanda pandemi Covid-19, sebuah kondisi luar biasa dalam fase kehidupan manusia di bumi ini.

Pada Mei-Juni 2020 itu, efek pandemi sangatlah mendalam. KAI terpaksa harus menghentikan operasi kereta jarak jauh. Semua perjalanan kereta dihentikan, kecuali KRL di Jabodetabek. Itu pun karena ada protes dari masyarakat di wilayah Bogor, Tangerang, dan Bekasi yang menggantungkan penghasilan hariannya di Ibukota yang membutuhkan transportasi kereta.

Agar tidak terjadi penyebaran Covid-19, pihaknya bersama Kementerian Perhubungan pun berkoordinasi bagaimana menekan jumlah penumpang KRL. Dalam situasi normal, jumlah penumpang KRL 1,2 juta per hari. Pada awal pandemi, turun menjadi 800 ribu, kemudian turun lagi jadi 700 ribu, 500 ribu, sampai 100 ribu, tapi di jam-jam sibuk sangat padat. Pihaknya juga memotong kapasitasnya menjadi 50% dengan jumlah maksimal 150 ribu per hari. Protokol kesehatan dijalankan dengan sangat ketat.

“Di 2020 kami betul-betul dalam tekanan yang luar biasa,” ujar Didiek. Hal ini pun berdampak signifikan terhadap kinerja KAI pada tahun itu. Padahal sebelumnya, pencapaian KAI di 2019 adalah yang tertinggi selama sejarah perusahaan, dengan pendapatan sebesar Rp 22,5 triliun dan laba Rp 2 triliun.

Menjelang 2020, KAI menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2020-2024. Nah, memasuki Januari-Februari 2020, kondisinya normal. Namun, begitu Maret mulai ada pembatasan sampai pertengahan tahun sehingga grafiknya langsung turun. Volume penumpang kereta api di 2020 turun sekitar 78% dan pendapatan turun 87%.

“Jadi bayangkan, di 2019 pendapatan penumpang konsolidasi Rp 9,6 triliun dan di 2020 hanya Rp 2,8 triliun,” kata mantan Direktur Keuangan KAI (2016 – awal 2020) ini.

Sementara struktur cost di perusahaan kereta api yang kebanyakan di infrastruktur merupakan fixed cost yang tinggi, hampir 70%-80%. Pasalnya, perawatan untuk rel tetap sama, baik yang dilewati 100 kereta maupun oleh dua kereta. Prasarana ini harus tetap dirawat karena menyangkut keselamatan, sehingga upaya untuk menekan biaya pun tidak mudah.

Jadi, tantangan yang dihadapi pada 2020 adalah bagaimana perusahaan bisa survive dalam situasi yang begitu mencekam serta tantangan kesehatan yang menyangkut kesehatan pegawai dan penumpang.

Dalam menghadapi kondisi di 2020-2021, KAI mempunyai empat strategi utama. Pertama, protect the people, baik pegawai maupun penumpang. Salah satu langkah yang diambil, tidak ada pemutusan hubungan kerja di KAI. Saat itu, ada 28 ribu pegawai di KAI dan sekitar 44 ribu pegawai secara grup.

Kedua, mempertahankan liquidity. Dalam situasi krisis, penurunan pendapatan akan lebih cepat terjadi dibandingkan penurunan biaya. Rumus krisis selalu seperti itu, maka protokolnya harus cepat. Bayangkan, Januari sampai pertengahan Maret 2020, KAI sudah memperoleh pendapatan Rp 1,6 triliun-1,8 triliun, tetapi di sisa tahun tersebut hanya mendapatkan Rp 1 triliun.

“Meski begitu, kami masih bersyukur sehingga pada 2020 itu, kami mengalami kerugian Rp 1,7 triliun. Itu lebih bagus dibandingkan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang ada, yakni sekitar Rp 3 triliun,” ungkap Didiek.

Strategi ketiga, melakukan efisiensi. Biaya-biaya yang tidak perlu, dipotong. Total biaya yang dipotong di 2020 itu sekitar Rp 6 triliun. Kemudian, investasi-investasi yang sudah direncanakan, ditunda karena pihaknya fokus pada survival terlebih dahulu.

Strategi keempat, mencari pendapatan baru. Yang bisa menjadi penolong KAI di masa krisis adalah angkutan barang. Mayoritas masih batu bara di Sumatera Selatan. Di 2020 itu, angkutan barang mengalami penurunan sekitar 8%, tapi di 2021 mengalami kenaikan hampir 16%-18%. “Itu yang menjadi penolong kami,” ujarnya.

Tahun 2022 menjadi masa recovery. Di tahun tersebut, strateginya adalah meng-empower people. Karena, selama dua tahun pihaknya mem-protect mereka agar kesehatan dan kesejahteraan mereka terjaga.

Pembelajaran apa yang bisa didapat? Pertama, adanya adaptasi teknologi yang semakin cepat. Artinya, adaptasi teknologi harus dibangun dalam situasi apa pun. Maka, di 2022 pihaknya melakukan transformasi digital.

“Saya memimpin Kereta Api ini tidak tanggung-tanggung. Saya ingin membangun kereta api dengan standar kelas dunia. Maka, untuk menjalankan transformasi digital ini, kami dibantu oleh konsultan nomor satu dunia, yaitu McKinsey. Mereka sudah mengonsultani operator-operator kelas dunia sehingga international best practices itu dilakukan. Apakah McKinsey tidak mahal? Mahal,” kata lulusan S-1 Universitas Sebelas Maret (1985) dan S-2 Daniel School of Business, University of Denver, AS (1995) ini.

Pada transformasi digital ini, ada lima aspek yang akan di-upgrade secara khusus, yaitu angkutan penumpang, angkutan barang, rolling stock, procurement, dan operational excellence ―serta nanti di bidang infrastructure maintenance.

Pihaknya betul-betul melihat mana yang memberi impact terbesar bagi pengembangan kereta api ke depan. Jadi, KAI akan bergerak lebih cepat, lebih baik, dan lebih berkualitas. Caranya?

“Cara kerja dan berpikir kami harus berubah. Jadi, bukan hanya mendigitalisasi prosesnya, tetapi manusianya juga paling penting. Bagaimana cara kerja tersebut berbasiskan data,” kata pria kelahiran 1961 ini.

Sebagai CEO, bagaimana cara Didiek melakukan berbagai pendekatan leadership kepada karyawan agar strategi yang akan dieksekusi dapat terlaksana dengan baik? “Saya sering turun ke lapangan, karena dalam membangun leadership ini kam harus turun ke lapangan,” katanya tandas.

Pihaknya bersama milenial sering melakukan sharing terkait program yang akan dijalankan. Berikutnya, menghidupkan lagi beberapa tunjangan yang sebelumnya dipotong. Dan, yang terpenting, membangun trust (kepercayaan) dari karyawan.

Core value AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif ) juga didorong penerapannya. Salah satu yang menjadi pendorongnya adalah membangun kompetensi seluruh pegawai serta melakukan coaching dan mentoring.

Tak lupa, faktor remunerasi diperbaiki, sehingga tingkat daya saing bekerja di KAI akan setara dengan BUMN yang lain. Dengan sistem penggajian yang ada sekarang, KAI juga bisa merekrut orang-orang berkualifikasi yang diharapkan. Selain itu, KAI pun terus membangun kompetensi; yang utama di kereta api adalah keselamatan.

Saat ini, 60% pegawai KAI adalah milenial, di bawah 40 tahun. “Saya ingin mengawal regenerasi ini sehingga di dalam transformasi digital, mayoritas yang kami libatkan adalah kaum milenial. Dan ternyata, mereka bekerjanya cepat, sistematis, dan promising,” ungkap mantan Group Head Corporate Banking II Bank Mandiri (2011-2016) ini.

Di dalam pelaksanaan tugas saat ini, KAI juga membentuk berbagai Project Management Officer (PMO). Dengan PMO yang berasal dari berbagai macam unit, pihaknya ingin membangun kolaborasi. Sesuatu yang dilakukan sendiri akan lebih lama dibandingkan jika dilakukan dengan cara kolaborasi.

Di 2022, Didiek melihat adanya recovery yang lebih cepat. Dari apa yang diamatinya pada 2020-2021, pihaknya bertekad untuk mengembangkan portofolio bisnis yang lebih luas.

Visi KAI adalah menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik untuk Indonesia. Artinya, kalau ingin berkembang, KAI yang hanya menjadi salah satu moda transportasi harus berkolaborasi dengan moda transportasi lain. Untuk itulah, KAI membangun ekosistem.

Seperti di angkutan penumpang, KAI berkolaborasi dengan mode transportasi lain. KAI membangun first mile dan last mile. Contohnya, KAI Access bisa digunakan untuk memesan taksi Blue Bird, sehingga penumpang dari rumah ke stasiun bisa menggunakan taksi. KAI juga berkolaborasi dengan Damri.

Ini tidak hanya berlaku di penumpang, tetapi juga di barang. Di barang, KAI membangun ekosistem transportasi, berkolaborasi dengan Pelindo, masuk ke berbagai pelabuhan dan kawasan.

“Kereta api ini kan di mid mile. Kami juga membangun beberapa hub logistik di Pulau Jawa. Di Sumatera kami membangun container yard untuk batu bara, sedangkan di Jawa ini kami membangun container yard untuk kontainer, sehingga angkutan barang ini bisa kami dorong,” ungkap Didiek.

Di beberapa daerah, KAI mengembangkan dry port untuk memudahkan pelayanan bea dan cukai. Dan di beberapa daerah, KAI membangun jasa gudang dan terminal. Di situlah terbentuk suatu ekosistem transportasi untuk angkutan barang.

Selama ini, KAI memiliki dua pilar, yakni angkutan penumpang dan angkutan barang. Nah, saat ini pihaknya sedang mengembangkan pilar ketiga, yakni optimalisasi aset. Bagaimana aset-aset yang ada di stasiun ataupun aset-aset kereta api yang tersebar di berbagai daerah itu bisa dioptimalkan. Itu sebabnya, di berbagai stasiun sudah mulai dilakukan penataan dan optimalisasi kawasan ritel.

Sejauh mana bisnis baru tersebut telah berkontribusi terhadap sumber pendapatan dan bagaimana prospek ke depannya?

Menurut Didiek, kontribusi pendapatan dari optimalisasi aset ini sebesar 5%-6% atau sekitar Rp 1 triliun, dibandingkan pendapatan KAI yang Rp 20-an triliun. Adapun operator-operator kelas dunia seperti Hong Kong dan Singapura, pendapatan dari optimalisasi asetnya berkisar antara 30% dan 40%.

Untuk itu, KAI akan mendorong ke sana dan pihaknya sedang menyusun strategi untuk pengembangan aset-aset ini. Salah satunya, mendorong adanya sertifikasi tanah-tanah KAI. “Dari 5% ini, kami ingin naikkan menjadi 10%. Tahun ini kami targetkan pendapatan dari aset sekitar Rp1,5 triliun,” katanya.

Bagi Didiek, kereta api merupakan moda transportasi yang berkelanjutan. Jadi, ia mempunyai visi, di era yang mengedepankan environmental, social, and governance (ESG) ini, kereta api akan menjadi pendorong utama untuk angkutan berbasis environment.

“Jadi, saya berpikiran bahwa transportasi masa depan adalah kereta api, dan saya ingin membangun transportasi kereta api ini dengan international best practices,” ia menandaskan.

Dengan inovasi yang akan dijalankan di tahun ini, berapa target pertumbuhan bisnis perusahaan pada 2023? “Untuk penumpang itu, 36% YoY dan barang di 29%. Di 2022, laba kami Rp 1,5 triliun unaudited. Padahal, di awal tahun hanya menargetkan R p100 miliar,” kata Group Head Financial Institutions Bank Mandiri 2010-2011 ini.

Terkait ancaman krisis global pada 2023, Didiek tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5% di 2023 ini. Dengan demikian, ia juga optimistis untuk meningkatkan revenue KAI pada angkutan barang sebesar 29% dan angkutan penumpang 36%. (*)

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved