Trends Economic Issues

Kurangi Impor, Pupuk Kaltim Ambil Peluang Produksi Soda Ash

Pupuk Kaltim siap produksi soda ash untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Dok. Pupuk Kaltim)

Setiap tahunnya, Indonesia masih harus mengimpor soda ash hingga hampir satu juta metrik ton. Senyawa soda ash sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Tak banyak yang mengetahui bahwa soda ash merupakan senyawa hasil industri petrokimia yang digunakan baik untuk kebutuhan industri maupun rumah tangga.

Sebagai contoh penggunaan soda ash dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk bahan baku pembuatan kaca, keramik, tekstil, kertas, hingga aki. Untuk kegunaan rumah tangga, soda ash sering digunakan untuk pembuatan sabun dan detergen.

Di tahun 2022, data mencatatkan bahwa impor soda ash untuk kebutuhan domestik mencapai 916.828 metrik ton per tahun dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 1,2 juta metrik ton per tahun di 2030. Sayangnya, hingga kini, untuk dapat memenuhi kebutuhan soda ash domestik, Indonesia masih bergantung pada impor.

PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) sebagai perusahaan petrokimia di Indonesia dan produsen pupuk terbesar di Asia Tenggara siap menjajal produksi komoditas soda ash nasional dengan pembangunan pabrik baru yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur. Harapannya kebutuhan soda ash dalam negeri dapat dipenuhi dan menjadi peluang baru bagi perusahaan.

Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi mengungkapkan sebagai salah satu upaya PKT dalam menerapkan ekonomi sirkular, pihaknya memanfaatkan produk sampingan CO2 yang dihasilkan dari pabrik amoniak existing untuk menghasilkan produk hilir yang memberikan nilai tambah. Produksi soda ash akan menggunakan bahan baku CO2 hasil emisi pabrik, juga amoniak sebagai by product pembuatan urea.

“Harapan kami, dengan kapabilitas yang ada, PKT akan memenuhi kebutuhan soda ash domestik dan mengurangi ketergantungan impor. Di tahap awal ini, kami siap memenuhi hingga 30 persen kebutuhan nasional atau mencapai 300 ribu metrik ton per tahun (MTPY),” katanya dalam rilis resmi, dikutip Jumat (5/5/2023).

Dari segi target pasar, wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur diikuti oleh Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara akan menjadi sasaran utama distribusi soda ash. Karena kebutuhan soda ash di wilayah ini diperkirakan mencapai hingga 789 ton per tahun untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaca, keramik, deterjen dan lain-lain.

Dengan dibangunnya pabrik soda ash ini, beban emisi CO2 perusahaan bukan hanya berkurang, tapi juga akan dimanfaatkan menjadi bahan yang lebih bermanfaat untuk industri dan kebutuhan harian masyarakat dengan menerapkan praktik ekonomi sirkular. Pabrik soda ash milik PKT pun berpotensi untuk menyerap lebih lanjut ekses CO2 sekitar 170.000 ton per tahun yang tidak berasal dari pembakaran (combustion) bahan bakar fosil, sesuai dengan prinsip Greenhouse Gas Emission (GGE).

“PKT sebagai pelaku industri petrokimia optimis untuk membuka peluang produksi soda ash di Indonesia demi mengurangi ketergantungan impor kedepannya. Selain itu, rencana ini juga sejalan dengan target perusahaan menuju net zero emission di tahun 2060, dengan pengolahan emisi dan ekses produksi dari pabrik dan menjadikannya sebagai komoditas baru bernilai tambah. Kami berharap inovasi ini dapat membantu PKT untuk semakin memimpin upaya transformasi industri petrokimia menjadi industri yang lebih hijau,” ucap Rahmad.

Saat ini, PKT memiliki 13 pabrik, di antaranya 5 pabrik amoniak berkapasitas 2,74 juta ton/tahun, 5 pabrik urea berkapasitas 3,43 juta ton/tahun dan 3 pabrik NPK berkapasitas 300 ribu ton/tahun. Kinerja PKT pun telah diakui oleh berbagai kalangan dan instansi, terbukti dengan raihan ragam penghargaan selama 45 tahun berkiprah.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved