My Article

Staycation sebagai Kejahatan dalam Perusahaan

Oleh Editor
Staycation sebagai Kejahatan dalam Perusahaan
Jusuf Irianto, Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Oleh: Jusuf Irianto, Guru Besar Manajemen SDM Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Jusuf Irianto, Guru Besar Dep. Adm. Publik FISIP Universitas Airlangga, Pengurus MUI Jawa Timur

Di tengah upaya peningkatan produktivitas dan daya saing, kini viral kejahatan seksual yang dilakukan oleh pimpinan di suatu perusahaan. Kejahatan tersebut populer dengan istilah staycation. Hanya sekadar untuk perpanjangan kontrak, karyawati “dipaksa” melayani sahwat pimpinan sehingga mencederai nilai-nilai dan kehormatan manusia.

Bisa jadi fenomena staycation merupakan puncak gunung es. Kasus serupa dapat terjadi setiap saat di setiap tempat kerja. Namun, karyawan takut melaporkan kejahatan seksual yang dialaminya. Hal ini dilakukan agar tetap dapat bekerja demi kelangsungan ekonomi baik untuk pribadi maupun kebutuhan keluarga.

Pemerintah harus hadir memberi pengayoman kepada karyawan menjamin rasa aman serta terhindar dari berbagai ancaman kejahatan seksual yang setiap saat mengintai. Pemerintah juga perlu memberi penguatan kepada pekerja yang selama ini memiliki posisi tawar alias bargain position yang lemah.

Posisi karyawati di sebuah perusahaan misalnya, amat lemah sehingga tak kuasa menolak ajakan cabul dari pimpinannya. Karena itu, penguatan karyawan merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Regulasi dan penegakan hukum merupakan instrumen efektif dalam meredam kejahatan seksual di perusahaan.

Dengan adanya peraturan dan penegakan hukum yang konsisten diharapkan ada solusi kreatif. Para pelaku dihukum berat hingga diberhentikan sehingga memicu efek jera bagi pihak lain yang akan melakukan tindakan serupa.

Masyarakat pun harus paham dan sadar tentang makna kejahatan seksual dan bersama meredamnya baik secara preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Dengan kesadaran dan gerakan bersama masyarakat, kasus kejahatan seksual dapat direduksi atau bahkan dihilangkan.

Makna Kejahatan Seksual

Kejahatan seksual sering merujuk pada istilah populer yakni pelecehan seksual (sexual harassment). Pelecehan seksual merupakan tindakan seseorang atau kelompok yang melampaui batas kepatutan dalam berbagai bentuk jalinan interaksi sosial.

Dalam interaksi antar individu atau kelompok acap kali terlontar berbagi bentuk komentar kasar dan perilaku yang mengancam keselamatan secara seksual. Di tempat kerja, seorang karyawan atau bahkan pimpinan memiliki potensi jahat baik secara verbal maupun fisik yang melanggar kehormatan individu (terutama karyawati).

Pelecahan seksual tak dapat diterima dan melanggar hukum alias ilegal. Selain itu, pelecehan seksual bersifat traumatis menimbulkan konsekuensi serius tak hanya bagi korban namun juga pelakunya.

Pemerintah telah merilis kebijakan berupa Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (UU 13/2003) tentang Ketenagakerjaan. Di dalam regulasi tersebut ditegaskan semua pekerja/buruh dan pegawai perempuan mendapatkan pemenuhan hak dan perlindungan (proteksi) dari berbagai tindak kekerasan fisik, psikis, maupun seksual di tempat kerja.

Meskipun UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan kini telah berusia dua puluh tahun didukung aturan pelaksana untuk melindungi pekerja dari berbagai ancaman kejahatan, tak pelak masih ada berbagai kasus mencuat di tengah masyarakat. Kasus staycation merupakan salah satu contoh aktual.

Karena itu, penanganan kasus staycation mulai dari aparat penegak hukum lokal hingga ditarik ke pusat yakni Bareskrim Polri merupakan angin segar bagi masyarakat khususnya karyawan memperoleh pengayoman. Kemungkinan berbagai kasus lainnya akan dapat terungkap melelehkan puncak gunung es.

Kasus selain staycation merupakan salah satu jenis dari kejahatan atau pelecahan seksual. Terdapat berbagai jenis pelecehan seksual di tempat kerja yang perlu diketahui masyarakat.

Jenis-jenis Pelecehan Seksual

Ulasan bertajuk Sexual Abuse in the Workplace di https://www.andrewpickettlaw.com menguraikan berbagai jenis pelecehan seksual di tempat kerja. Jika terjadi kasus yang masuk ke dalam salah satu kategori jenis tersebut, masyarakat dapat bersikap tegas dan kemudian meneruskannya ke ranah hukum.

Pertama adalah pelecehan seksual secara verbal. Pelecehan jenis ini sifatnya ringan” namun menyakitkan. Contoh pelecahan verbal adalah lelucon seksual, komentar cabul terhadap bentuk tubuh atau pakaian, tawaran seksual, atau penghinaan berbasis jenis kelamin.

Selain verbal, juga ada pelecehan seksual non-verbal sebagai jenis kedua. Pelecehan non-verbal mencakup berbagai isyarat yang selama ini dianggap lazim oleh masyarakat. Sebagai contoh, bersiul untuk menarik perhatian lawan jenis, gerakan mata tertentu/melirik, atau pandangan sugestif namun tak diinginkan oleh penerima.

Jenis pelecehan ketiga adalah quid pro quo. Pelecehan jenis ini muncul tatkala seseorang yang berwenang (pimpinan) memberi tawaran atau permintaan seksual disertai ancaman. Jika karyawan tak sudi memenuhi tawaran tersebut bakal menerima sanksi atau konsekuensi negatif.

Dalam kasus staycation yang kini menjadi sorotan masyarakat merupakan salah satu contoh pelecehan quid pro quo. Permintaan staycation oleh pimpinan kepada seorang karyawati menjanjikan perpanjangan kontrak. Selain kontrak, pelecehan jenis ini juga memberi iming-iming kenaikan gaji, tunjangan, promosi, atau menyediakan jam kerja khusus bagi karyawati tertentu.

Jenis pelecehan kelima adalah intimidasi dan ancaman. Pelecehan ini terjadi jika seseorang mendapat ancaman fisik atau emosional yang membahayakan. Ancaman ini akibat karyawan tak bersedia memenuhi permintaan seksual.

Bisa jadi staycation merupakan intimidasi. Ancaman kontrak kerja tak diperpanjang atau diberhentikan merupakan tindakan melanggar hukum. Selain itu, juga tak sesuai standar penilaian obyektif. Seseorang tetap dipertahankan (tak diberhentikan) atau bakal dipromosisikan harus merujuk data kinerja, bukan berdasar alasan subjektif apalagi dengan ancaman.

Jenis pelecehan kelima adalah pembalasan terhadap pihak yang melaporkan kejahatan. Contoh pembalasan dalam pelecehan tersebut misalnya ancaman penurunan pangkat, pemutusan hubungan kerja (PHK), atau pemberhentian/pemecatan setelah karyawan menolak ajakan tak senonoh dari pimpinan.

Keenam adalah pelecahan berbentuk pornografi balas dendam dan deep fakes. Pornografi balas dendam berupa menyebar atau berbagi (sharing) foto atau video tanpa persetujuan dari pihak yang ditampilkan di dalamnya.

Selain tercela dan melanggar etika dan norma masyarakat, peyebaran gambar/video cabul juga melanggar privasi serta merusak reputasi, karir, dan kondisi emosional seseorang sebagai korban.

Bisa jadi, gambar atau video tersebut masuk dalam kategori palsu (deep fake). Rekayasa berbasis komputer menghasilkan gambar/video digital seolah asli tapi palsu. Gambar/video yang diambil dari momen interaksi seseorang dalam kehidupan nyata dibuat berlebihan namun tak sesuai fakta.

Staycation yang kini mencuat dalam pemberitaan di media massa dapat pula dimasukkan dalam kategori jenis pelecehan ketujuh yakni eksploitasi seksual karyawan. Eksploitasi seksual terhadap karyawati terjadi saat pimpinan “ambil untung” menggunakan posisi jabatan menekan karyawan memberikan layanan seksual.

Keuntungan pimpinan dalam staycation sebagai kejahatan atau pelecehan seksual untuk memastikan keamanan pekerjaan (job safety) yakni perpanjangan kontrak. Selain itu, juga dalam bentuk keputusan pilih kasih bagi karyawan yang patuh dan kemudian menawarkan promosi sebagai imbalan atas kegiatan seksual.

Sedangkan pelecehan ke-delapan adalah diskriminasi seksual ketika pemberi kerja diskriminatif berdasarkan jenis kelamin, orientasi seksual, atau identitas gender. Diskriminasi dalam bentuk tak mempekerjakan perempuan, menutup peluang promosi karir karyawan perempuan, atau membayar pekerja perempuan lebih sedikit daripada laki-laki.

Akar dari semua jenis pelecehan seksual tersebut adalah lingkungan kerja tak kondusif khususnya bagi pekerja/karyawan perempuan. Akibatnya, karyawati merasa tak aman dan terancam sehingga memengaruhi kinerjanya.

Solusi

Masyarakat terutama karyawan membutuhan solusi strategis dan tuntas bertujuan untuk mengeradikasi kejahatan seksual di tempat kerja. Semua pihak harus aktif mencegah dan mengatasi setiap kasus serta melakukan rehabilitasi terhadap korban menghindari trauma psikologis maupun fisik.

Membuat semua karyawan baik laki maupun perempuan merasa aman dan nyaman saat bekerja merupakan kewajiban bagi pimpinan perusahaan. Pimpinan dapat mengatasi kejahatan seksual dengan memberi teladan atau contoh terbaik dalam penegakan etika bagi semua pekerja.

Sistem merit sebagai acuan keputusan kepegawaian harus diimplementasikan konsisten. Perusahaan harus menjamin objektifitas dalam rekrutmen/seleksi calon karyawan, perpanjangan kontrak, penggajian, penilaian kinerja, pengembangan karir, dan keputusan lainnya.

Sementara pemerintah harus konsisten dalam penegakan hukum. Penegakan hukum diharapkan mampu memberikan efek jera agar tak mengulang kejahatan.

Masyarakat pun perlu terlibat aktif dengan membuka saluran komunikasi dan informasi. Saluran ini berfungsi sebagai wahana efektif untuk pelaporan dari korban yang menjamin kerahasiaan. Selain itu, masyarakat dapat memberi edukasi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Dengan kolaborasi berbagai pihak, diharapkan semua kejahatan atau pelecehan seksual di tempat kerja dapat diredam. Upaya peningkatan daya saing dan produktifitas perusahaan pun tak terganggu.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved