Profile

Pindah Profesi, Riris Marpaung Bikin Gim tentang Kehidupan Nyata

Riris Marpaung, CEO GameChanger Studio

Berbekal kecintaannya terhadap dunia gim, Riris Marpaung memutuskan untuk berpindah profesi dari pustawakan menjadi pengembang gim yang mayoritas didominasi oleh pria. Riris bersama rekannya Dodick Sudirman telah mengembangkan lebih dari 30 gim sejak 2013 untuk dekstop dan gawai. Beberapa gim hasil garapannya pernah viral dan mendapat pengakuan internasional.

Riris menempuh pendidikan di bidang studi Ilmu Perpustakaan dan telah bekerja selama lebih dari 20 tahun menjadi pustakawan di Universitas Atma Jaya (1998-2004), News Researcher di RCTI (2004-2010), pustakawan di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) (2010-2014), Head of Librarian di Jakarta International Multicultural School (2015-2016), Chief Executive Officer di RM Library and Information Consulting (2017-2018). Hingga akhirnya tahun 2018, Riris membangun studio gim di daerah BSD City Tangerang, dekat Mall Summarecon Serpong.

“Latar belakang saya sebenarnya bukan dalam pengembangan gim. Saya bekerja sebagai pustakawan universitas selama lebih dari 20 tahun. Saya bertemu Dodick [co-founder GameChanger Studio] ketika kami bekerja di UMN. Dodick adalah wakil kepala ilmu komputer dan mentor klub pengembangan game universitas,” ujar Riris mengenang kepada SWA Online via Zoom.

Mereka bekerja sama dalam mengatur banyak pekerjaan di kampus. Dodick telah membuat studio gim pada tahun 2012 tetapi gagal karena kurangnya kepemimpinan. Dodick tidak menyerah dan meminta Riris untuk bekerja sama mendirikan studio gim baru. “Dodick meminta saya untuk menjadi CEO karena dia percaya pada kemampuan saya untuk memimpin. Pada awal mulai membuat studio gim tahun 2013, siang hari saya masih kerja sebagai pustakawan, sorenya saya fokus untuk garap studio gim yang dulu masih diberi nama Gambreng Studio. Tahun 2018, saya baru resmi meninggalkan dunia pustakawan,” ujar Riris (18/04/2023).

Riris dan Dodick kemudian urunan untuk menyewa kantor dan membeli fasilitas kerja. Masih bekerja di UMN, mereka mengajak lima mahasiswa untuk menjadi karyawan yang bekerja di hari Sabtu dalam awal merintis pembuatan studio gim.

Sebagai orang awam, Riris belajar secara otodidak tentang desain gim dengan belajar dari buku-buku gim, belajar menjadi CEO, dan video-video tutorial di YouTube. “Selebihnya ya trial and error,” ujarnya

Projek pertama studio adalah membuat game mobile, yang popular seiring adopsi smartphone mulai meluas di Indonesia pada awal 2010-an. Ketika pertama berdiri startup gim tidak begitu dilirik oleh investor dan pemerintah. “Tiga tahun awal berdiri penjualan gim smartphone kami masih belum laku, penghasilan tidak sampai US$2 dan banyak mengalami kerugian karena kurangnya klik dari pengunduh,” tambahnya.

Pengalaman pahit itu tidak lantas membuatnya menyerah. Riris dan rekan menjaga studionya tetap buka dengan menawarkan pembuatan gim ke perusahaan dan organisasi untuk keperluan tertentu, misalnya promosi – istilahnya game for service.

Mereka juga membuat gim edukasi yang bertujuan agar orang asing bisa belajar Bahasa Indonesia melalui permainan dan gim cerita rakyat. Gim tersebut merupakan permainan kosakata yang berbentuk seperti gim monopoli yang berisi kartu subjek, predikat dan objek. Mereka bekerja sama dengan dosen BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Gim ini digunakan dosen untuk mengajar di universitas luar, seperti di Australia, Korea Selatan dan Vietnam. Gim ini tidak untuk dikomersilkan secara luas, hanya untuk pelengkap dosen dalam mengajar.

Dari situ, Riris mulai mendapatkan penghasilan. Namun, Riris dan rekan merasa masih belum puas.”Kami berpikir tidak mau bikin game ke orang, kami ingin bikin game yang dimainkan orang,” kata Riris.

Pada 2015, Riris dan rekan mulai merencanakan untuk membuat gim untuk Personal Computer (PC). Dengan menggandeng Toge Productions, salah satu studio pengembang dan penerbit gim perintis di Indonesia. Game tersebut diberi judul My Lovely Daughter, tentang seorang ayah yang putrinya mengalami koma dan harus membesarkan manusia buatan yang disebut Homunculus demi menyelamatkan jiwa sang anak. Ini adalah gim simulator bertema horor yang mengeksplorasi tema-tema dewasa; khususnya, bagaimana orang tua menekan anak-anak untuk menjadi sosok yang mereka inginkan – terlepas dari keinginan si anak itu sendiri.

“Tantangannya dalam membuat gim tersebut adalah ketidaktahuan saya tentang dunia gim, bagaimana bisa menarik publisher, meraih hati pecinta gim untuk memainkan gim saya, bagaimana gim saya buat ini bisa awet dimainkan pemain gim. Hingga saya akhirnya mengontak Toge Productions untuk bertanya tentang dunia gim dan bagaimana membuat proses pembuatan gim dari awal sampai selesai. Arahan tim Toge Productions merupakan pembelajaran terbaik untuk saya bisa dan memahami dunia gim, serta menjadi publisher pertama kami,” jelasnya lagi.

Pada saat yang sama, studio gim mereka juga mendapatkan bantuan dana hibah Rp100 juta dari BeKraf yang waktu itu masih dipegang Triawan Munaf sebagai salah satu developer terpilih dan mengirim para developer ke even internasional seperti ke San Fransisco, Amerika Serikat. Riris juga ikut ke beberapa event internasional lain dengan biaya sendiri guna memperkenalkan gim Indonesia dan mendapatkan publisher dari luar.

Di tengah proses pembuatan gim itu,banyak duka. “Waktu itu uang sudah mau habis, sementara game belum launching. Saya harus berusaha bagaimana anak-anak [karyawan] saya bisa saya gaji, saya tetap bisa makan,” ujarnya. Agar dikenal, pengucapannya mudah tidak hanya untuk orang lokal saja, pada tahun 2016 Gambreng Studio berganti nama menjadi GameChanger Studio, membuat game kecil-kecilan berjudul NSFW (Not a Simulator for Working).

Game tersebut dijual di lapak gim Steam dengan harga US$5 (sekitar Rp76.000). Meskipun memiliki gaya gambar piksel dan gameplay yang sederhana, NSFW mengusung konsep yang menarik dan berani. Gim ini cocok untuk dimainkan usia 15 tahun ke atas. Di game NSFW, gamer berusaha untuk tidak bekerja dan jangan sampai ketahuan kolega.

Dalam gim tersebut, pemain berperan sebagai karyawan yang bekerja di perusahaan yang dibenci dan berusaha untuk tidak bekerja kapan saja bisa dan jangan sampai ketahuan – salah satunya, dengan menonton film dewasa. Salah satu pengulas gim tersebut sempat menjadi viral dan dimainkan oleh pemengaruh gim ternama seperti Markiplier, CinnnamontoastKen, dan Matt Shea.

“NSFW itu cerita betapa perjuangan game developer kecil Indonesia yang timnya kecil, funding-nya (pendanaan) dari duit sendiri hingga akhirnya kita bisa survive. Kami juga aktif dalam mengikuti even internasional, pada tahun 2018 kami mendapatkan publisher asal Taiwan Bernama Neon Doctrine, yang sering mempromosikam gim dan laku ke pasar internasional ketimbang di Indonesia,” ujarnya.

My Lovely Daughter (MLD) akhirnya diluncurkan pada 2018 yang bercerita tentang child abuse dan mendapat sambutan hangat dari para penggemar game indie. Gim ini cocok untuk dimainkan usia 12 tahun ke atas. Sejak itu, game tersebut telah diunduh ribuan pemain dan mendapat ulasan ‘mostly positive‘ dari para pelanggan Steam. Kesederhanaan gameplay MLD dikompensasi dengan konten emosi. Riris mengatakan penghasilan dari MLD dalam sebulan setara dengan satu mobil Alphard dan revenue pertama paling banyak yang pernah didapatkan.

Kesuksesan MLD mendorong Riris dan tim untuk membuat gim bernama My Lovely Wife (MLW), yang dirilis pada Juni 2022. MLW, memuat pesan tentang hubungan toksik pasangan – bagaimana perempuan bisa terperangkap dengan pasangan yang kasar dan manipulatif. Gim ini cock untuk dimainkan untuk usia 18 tahun ke atas. Seri gim ini akan menjadi trilogi, dan saat ini GameChanger Studio sedang membuat yang ketiga, My Lovely Empress.

Seiring pembuatan trilogi My Lovely, Riris semakin terlibat dalam proses pengembangan game, tidak hanya di manajemen. Di gim ketiga ini, dirinya mulai berperan aktif dalam menentukan desain gim, suara dan alur ceritanya.

“Gim buatan kami, telah banyak dibeli di 3 negara paling banyak yakni Amerika, China dan Eropa. Telah terjual dari gim MLD 80ribu kopi, MLW terjual 30 ribu kopi, untuk NSFW belum bisa saya publikasikan” terangnya.

Riris menambahkan, gim buatannya banyak disegani penggemar karena desain visual yang sederhana, mengangkat tema kehidupan yang kompleks namun ketika dimainkan tidak banyak menggunakan tombol atau control. Tantangan ke depannya harus bisa membuat ide yang beda dari yang lain, meningkatkan kuliatas gambar dari 2D ke 3D, tidak mudah ditebak alur ceritanya dari dua seri gim yang sudah rilis.

“Ke depannya, saya berharap bisa menemukan ide yang gampang, bisa bersaing dengan kompetitor internasional, menemukan pasar baru, penjualan game yang rilis bisa sama dengan gim saya yang MLD atau MLW, serta diberi kesehatan agar saya tetap kuat untuk mengembangkan produk gim lainnya yang mendunia,” tuturnya.

Secara nasional, industri gim telah banyak didukung oleh pemerintah dan publisher luar. Dia berharap, momentum ini tidak hilang begitu saja dan pentingnya peran media dalam mempromosikan gim karya anak bangsa agar dikenal terlebih dulu di Indonesia. Riris juga berpesan untuk perempuan yang ingin berkecimpung di industri gim tetaplah berjuang dan bertahan, asalkan terus bersungguh-sungguh, mempunyai komitmen, gigih dan jangan mudah menyerah pasti bisa.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved