Strategy

Pandangan CEO Unilever Indonesia tentang Perubahan Perilaku Konsumen

CEO Unilever Indonesia Ira Noviarti (Foto: Dok. Unilever Indonesia)

Unilever Indonesia akan genap berusia 90 tahun pada 2023 ini. Unilever merupakan salah satu perusahaan FMCG asal Belanda yang menyediakan 43 brands dalam 15 kategori produk, dan setidaknya ada 1 sampai 2 produk Unilever di setiap rumah orang Indonesia. Selama beroperasi di Indonesia, Unilever telah merasakan banyak perubahan lanskap pasar dan perilaku konsumen di Indonesia.

CEO Unilever Indonesia Ira Noviarti mengungkapkan bahwa lanskap pasar Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan pasar lain di dunia, yakni dengan keunikan market hybrid dan channel yang lebih kompleks. Perubahan market hingga perilaku konsumen di Indonesia sangat luar biasa.

Sejak dirinya bergabung dengan Unilever pada tahun 1997, Ira menjelaskan begitu banyak perubahan yang terjadi pada perilaku konsumen. Penjelasan mengenai perubahan perilaku konsumen yang dialaminya terbagi ke dalam tiga dekade. Berikut penjelasannya:

1995—2005

Kondisi pasar tahun 1995 sampai 2005 yang dapat diperhatikan adalah bahwa market masih basic, kelas sosial masyarakat Indonesia paling dominan di ekonomi menengah-bawah. Dari sudut pandang industri FMCG, konsumen pada periode tersebut lebih fokus pada kebutuhan pokok, seperti Oral Care, Detergent, Shampoo dan belum berfokus pada pembelanjaan yang kurang essential.

Penetrasi dan konsumsi masih rendah. Ditambah lagi, channel distribusi masih tradisional. General Trade (GT) berkontribusi sekitar 90% pada perkembangan bisnis saat itu. Pemain di industri FMCG belum begitu banyak.

“Bisa dilihat dari dominasi pengiklanan di TV yang merupakan channel utama untuk mengkomunikasikan informasi produk dan kampanye. Apa yang konsumen lihat di TV, itu yang mereka beli,” ujar Ira kepada SWA Online beberapa waktu lalu.

2005—2015

Bergeser pada periode berikutnya, tahun 2005 sampai 2015 telah terjadi perubahan yang sangat signifikan, di mana modern trade bergerak luar biasa cepat. Salah satu contohnya adalah pertumbuhan minimarket yang menjamur ke seluruh daerah hingga ke komplek tempat tinggal masyarakat.

Terbukanya channel modern trade membantu pemain-pemain di industri FMCG yang sebelumnya tidak memiliki distribution footprint yang luas untuk mencapai konsumen. Oleh karena itu, pesaing-pesaing baru mulai bermunculan, termasuk pemain asing yang memasuki pasar Indonesia.

Persaingan ini memicu demand dan kategori produk untuk terus meningkat dan bertumbuh dengan cepat, karena akses konsumen untuk mendapatkan produk menjadi lebih mudah dengan adanya opsi general dan modern trade, khususnya untuk segmen menengah dan menengah-bawah. “Sebagai perseroan, kami melihat perkembangan ini menjadi momentum emas pada penjualan kami melalui modern trade,” ujarnya.

2015—2023 dan ke depan

Memasuki periode tahun 2015-2023, begitu banyak perubahan signifikan yang telah terjadi. Dalam hal ini, ada lima faktor yang mempengaruhi pergerakan konsumen pertumbuhan middle-class, pertumbuhan konsumen muslim, transformasi teknologi, Pandemi Covid-19, serta sustainability values.

Penjabaran lima faktor tersebut sebagai berikut:

Pertumbuhan Konsumen di Segmen Middle Class

Ira menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia kian membaik di mana GDP & infrastruktur meningkat secara signifikan. Hal ini menjadi katalis pertumbuhan kelas menengah menjadi setengah dari populasi Indonesia di mana angka tersebut terus meningkat. Sekarang dengan munculnya second consumers boomers, pihaknya memperkirakan 60% konsumen akan berada di kelas menengah dan menengah atas pada tahun 2025 (saat ini 49%).

Artinya, di samping dari keterjangkauan sebuah produk, konsumen kelas menengah-atas akan lebih berusaha untuk mencari tahu manfaat dan nilai yang didapatkan dalam suatu produk, serta menikmati personalisasi sesuai kebutuhan mereka. “Sementara konsumen kelas bawah tetap memiliki populasi yang cukup besar (>120 juta) dan terus mencari best value for money (harga yang terjangkau atau kemasan lebih besar dengan harga yang pas),” katanya mengungkapkan.

Pertumbuhan Konsumen Muslim

Kebebasan berekspresi, termasuk dalam mengutarakan faith atau agama di kegiatan sehari-hari semakin meningkat – begitu pula dengan pemakaian hijab. Pengguna hijab meningkat dari 45% pada tahun 2015 ke 90% hari ini. Dengan meningkatnya keinginan untuk berekspresi dalam agama Islam ini, inovasi-inovasi yang diluncurkan juga harus menjawab demand tersebut dan memiliki relevansi tinggi terhadap identitas muslim baik dari segi ingredients, product story, dan campaign.

Melihat perilaku konsumen dan kondisi pasar ini, Unilever melahirkan rangkaian produk dan program yang relevan dengan kebutuhan konsumen muslim dunia dengan meluncurkan Unilever Muslim Centre of Excellence (Unilever MCOE). Di bawah naungan Unilever yang beroperasi di 180 negara, Unilever MCOE yang berbasis di Indonesia akan menjadi percontohan bagi market Unilever secara global.

Transformasi Teknologi (Media Sosial, Digital dan Ecommerce)

Sekitar tahun 2000-an, Indonesia mengalami social media boom – generasi awal Millennial mulai menggunakan Friendster dan MySpace yang mengawali era ini. Lalu Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, dan mungkin yang belakangan ini sedang populer yaitu TikTok. Riset We Are Social pada Januari 2022, saat ini ada lebih dari 190 juta pengguna aktif sosial media di Indonesia, 12.35% lebih banyak dari tahun lalu, dan angkanya akan terus meningkat.

Selain media sosial, platform digital juga mulai bertumbuh, baik di marketplace atau super-app, yang telah mengubah cara kita berbelanja menjadi ke omni-channel. Dalam dua tahun terakhir, peningkatan digitalisasi, terutama melalui akselerasi e-commerce telah meningkat secara eksponensial di tengah situasi pandemi.

“Kami percaya bahwa e-Commerce akan menjadi channel of the future dan menjadi pilar strategi untuk memenangkan channel ini. Shoppers lebih banyak mencari engagement and experience di setiap channel yang mereka kunjungi, di luar dari transaksi. Dengan meningkatnya konsumsi pada internet, channel online bukan lagi hanya untuk melakukan transaksi, tetapi juga dipergunakan untuk melakukan engagement serta mendapatkan inspirasi. Maka, live-streaming channels mulai booming tahun ini,” ucapnya.

Pandemi Covid-19

Pandemi telah mengubah segala tatanan bermasyarakat, termasuk consumer behaviour. Menurut Ira, pandemi telah mengarahkan konsumen untuk lebih fokus pada produk-produk yang menunjang kesehatan dan kebersihan seperti skin cleansing, hand washing, sanitizers, dan konsumsi rumah seperti kaldu dan kecap.

Selanjutnya saat pandemi terjadi, konsumen lebih memperhatikan pengeluaran. Banyak konsumen terkena dampak dari penutupan toko atau pemutusan kerja. Oleh karena itu, mereka harus bisa mengatur keuangan lebih ketat lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga memilih opsi yang lebih terjangkau saat berbelanja, seperti kemasan yang lebih kecil atau mengurangi frekuensi berbelanja. Di saat yang bersamaan, konsumen lebih melek atau sadar terhadap brand-brand yang mereka pilih dan beli. Sifat ini terlihat pada piramida konsumen kelas bawah.

Saat ini kondisi semakin membaik dibandingkan tahun 2020. Pemerintah pun optimis dengan outlook yang positif pada prospek ekonomi mulai tahun 2023 dan ke depannya, karena Indonesia termasuk dalam posisi yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lain. “Kategori-kategori kami yang mengalami penurunan kemarin juga sudah mulai bertumbuh lebih kuat, sama seperti kategori lainnya,” ungkapnya.

Nilai-Nilai Keberlanjutan

Pada poin sustainable values, baik secara global maupun nasional, Unilever Indonesia melihat bahwa kepedulian dari konsumen terhadap isu sosial dan lingkungan meningkat. Kajian global dari Kantar berjudul Who Cares Who Does tentang consumer behaviour terhadap isu environmental menunjukkan jumlah konsumen Eco-Active dan Eco-Considered meningkat menjadi 20% pada 2020 apabila dibandingkan dengan tahun 2019 berada pada angka 12%.

Hal ini menunjukkan konsumen mulai beralih dari brand dan produk yang mereka rasa tidak berkontribusi pada masyarakat & planet, ke brand dan produk yang memiliki komitmen sustainability atau keberlanjutan. Ini berita baik, karena Unilever percaya pentingnya memberikan dampak yang positif untuk lingkungan dan sekitar sembari terus membangun bisnis yang future-fit atau siap bersaing dan dibutuhkan di masa yang akan datang.

Secara global, tambah Ira, Unilever memiliki visi dalam menjadikan kehidupan berkelanjutan sebagai hal yang lumrah. Hal ini tertuang dalam global umbrella strategy kami yaitu The Unilever Compass yang mencakup tiga pilar komitmen keberlanjutan yakni menciptakan planet yang lebih lestari, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

“Strategi ini diintegrasikan dalam seluruh kegiatan bisnis termasuk brand, inovasi produk, dan di setiap saat kami membuat keputusan secara internal. Kami mewujudkan komitmen ini dengan memastikan seluruh brand kami memiliki tujuan atau purpose yang jelas dan selaras dengan ketiga pilar tersebut, dan operations kita secara end-to-end berjalan sesuai komitmen kami terhadap praktik bisnis yang sustainable dan etis,” katanya.

Perkembangan zaman, literasi, hingga referensi saat ini justru mempengaruhi dan mengakselerasi consumer fragmentation dan mendorong personalisasi yang lebih banyak lagi. Contoh, salah satu fokus dari strategic priority di Unilever Indonesia adalah mengembangkan portofolio lengkap untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dari berbagai segmen, termasuk segmen premium.

Alasan kenapa Unilever ingin fokus di segmen premium adalah karena segmen ini akan berkembang dengan sangat cepat, dibarengi dengan berkembangnya konsumen menengah-atas di Indonesia. DI mana mereka menginginkan produk-produk berkualitas dan bersedia membayar harga premium untuk sesuatu yang menawarkan manfaat lebih.

“Selaras dengan poin saya sebelumnya terkait meningkatnya kelas sosial menengah atas (60% by 2025), terdapat peluang pasar yang luar biasa dengan meng-unlock potensi premium yang memiliki purchase power dan quality yang lebih besar. Ekspektasi konsumen terhadap produk juga akan bergeser ke arah living well dan looking good (secara aspirasi, kualitas, desain, dan personalisasi),” ucap Ira.

Perubahan perilaku konsumen akan terus berlangsung dan tidak bisa dicegah oleh suatu Perusahaan maupun brand. Langkah yang bisa Perusahaan lakukan adalah mendengarkan dan terus melihat apa trend dan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh konsumen setiap harinya.

Seiring berjalannya waktu, ambisi, mimpi, cita-cita, keinginan, tantangan, dan purpose para konsumen di setiap segmen akan terus beradaptasi dan mendorong perubahan. Teknologi dan inovasi pun akan terus berkembang untuk menjawab kebutuhan dan keinginan konsumen.

“Selaku pendengar konsumen, Unilever Indonesia harus dan akan terus mempelajari perilaku konsumen saat ini. Unilever tidak pernah puas akan apa yang telah ada untuk terus mendorong sebuah inovasi,” ucap Ira.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved