Management Trends

Pupuk Kaltim Kembangkan Clean Ammonia Jadi Sumber EBT

Foto ilustrasi pabrik Pupuk Kaltim. (dok. PKT)

Untuk menuju industri yang lebih less carbon, diperlukan bahan bakar transisi yang lebih ramah lingkungan. Salah satu bahan bakar transisi yang dianggap sangat penting adalah ammonia. Selain diprediksi akan menjadi alternatif bahan bakar masa depan, saat ini ammonia menjadi bahan baku utama pembuatan pupuk urea dan sisanya digunakan untuk industri seperti tekstil, pertambangan, dan farmasi.

Saat ini telah muncul opsi terbaru yakni clean ammonia yang menjadi penting karena bisa menggerakkan dunia untuk menjadi lebih ramah lingkungan karena jejak karbon yang lebih rendah. Clean ammonia terdiri dari ammonia biru dan hijau yang belakangan ini disebut sebagai salah satu sumber energi bersih baru yang menjanjikan.

Direktur Utama Pupuk Kaltim (PKT) Rahmad Pribadi menyebutkan, “Hari ini orang masih berbicara tentang clean ammonia sebagai sebuah niche energy source (energi yang masih terbatas). Tapi clean ammonia akan tumbuh, dalam estimasi kami dari tahun 2020 hingga tahun 2050 akan tumbuh menjadi 350 persen. Porsinya itu akan melebihi porsi dari grey ammonia yang sekarang masih mayoritas digunakan, dan sebagian dari grey itu akan berubah menjadi blue.”

Clean ammonia dianggap unggul karena dalam produksi kedua varian sudah menggunakan sumber energi terbarukan. Blue ammonia diproduksi melalui proses konversi greyammonia menggunakan blue hydrogen yang dihasilkan melalui pemisahan molekul air (H2O) dengan menggunakan sumber energi fosil, seperti gas alam atau batubara, sedangkan green ammonia diproduksi menggunakan green hydrogen melalui proses elektrolisis air menggunakan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, hingga panas Bumi.

Dalam prosesnya, blue ammonia dapat diproduksi dan digunakan pada infrastruktur yang sudah ada tanpa perubahan yang signifikan karena sifatnya yang hampir sama dengan grey ammonia. Perbedaan produksi blue ammonia terletak pada teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon yang memungkinkan pemisahan produksi ammonia dari emisi karbon.

Di sisi lain, green ammonia diproduksi menggunakan sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik yang diperlukan dalam proses elektrolisis air. Dalam proses elektrolisis air, listrik diarahkan untuk memisahkan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen yang dihasilkan kemudian bereaksi dengan nitrogen atmosfer untuk menghasilkan ammonia. Dengan digunakannya sumber energi terbarukan, proses produksi green ammonia ini tidak menghasilkan emisi karbon.

Selain faktor lingkungan, clean ammonia dapat dimanfaatkan sebagai penyimpanan energi mulai dari hidrogen hingga listrik. Dengan demikian, penggunaan energi berbasis hidrogen, baik dalam pembangkit listrik maupun transportasi, akan menjadi lebih mudah karena hidrogen disimpan dalam bentuk yang kurang mudah terbakar atau rentan rusak.

Inilah peluang yang dilihat oleh Pupuk Kaltim dan dimanfaatkan dengan dukungan teknologi yang mumpuni. “Di PKT, tantangan bagi kami adalah bagaimana mengelola perusahaan untuk bisa tumbuh, namun pada saat bersamaan mengurangi karbonnya dan kedepannya harus lebih ramah lingkungan. Nah, PKT saat ini menempatkan dirinya sebagai pelopor transformasi hijau industri petrokimia berbasis gas alam di Indonesia,” Rahmad mengakhiri.

Saat ini, PKT memiliki 13 pabrik, di antaranya 5 pabrik amoniak berkapasitas 2,74 juta ton/tahun, 5 pabrik urea berkapasitas 3,43 juta ton/tahun dan 3 pabrik NPK berkapasitas 300 ribu ton/tahun.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved