Technology

Transformasi Digital Rumah Zakat Menjadi Lembaga Filantropi Kelas Dunia

Irvan Nugraha, CEO Rumah Zakat.
Irvan Nugraha, CEO Rumah Zakat.

Demi mewujudkan visinya menjadi lembaga filantropi digital bertaraf internasional, Rumah Zakat sejak 2020 menjalankan transformasi digital. Langkah ini merupakan kelanjutan dari program-program transformasi organisasi yang digelar sejak 2006. Lalu, apa yang dicakup dalam transformasi ke-4 ini?

Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Baik dari potensi zakat pribadi maupun lembaga/perusahaan. Hanya saja, yang bisa direalisasi dari potensi itu hingga kini masih relatif kecil.

Menurut data Pusat Kajian Strategis Baznas, pada 2021 realisasi zakat yang dapat dikumpulkan baru mencapai Rp 14,1 triliun (situs Kemenkopmk.go.id, 31 Oktober 2022). Adapun potensinya mencapai sebesar Rp 239 triliun per tahun. Dengan demikian, realisasinya baru mencapai 5,9% dari total potensinya.

Bila memperhitungkan juga potensi dana umat muslim lainnya di luar zakat ―yakni infak, sedekah, dan wakaf― tentu saja angkanya lebih besar lagi.

Penyebab masih jauhnya realisasi zakat tersebut antara lain banyaknya lembaga penghimpun dan pendistribusi zakat ―termasuk kalangan rumah ibadah seperti masjid dan surau― yang mengerjakannya secara tradisional. Dengan kata lain, belum didukung oleh sistem manajemen dana yang efisien dan efektif. Tak mengherankan, masih banyak kalangan muzaki (pihak yang wajib mengeluarkan zakat) yang belum tersentuh layanannya.

Rumah Zakat, sebagai salah satu lembaga nonprofit yang didirikan untuk menghimpun pendanaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF), tentu ingin lebih baik daripada umumnya penghimpun dana ZIS lainnya. Visinya memang ingin menjadi lembaga amil zakat (LAZ) yang terpercaya, progresif, dan profesional, dan bisa menjadi lembaga digital philanthropy kelas dunia.

Karena itu, meskipun sudah didukung sistem dan tim manajemen yang profesional layaknya lembaga korporasi lainnya, lembaga berusia 25 tahun ini ingin proses kerjanya lebih efisien dan programnya efektif. Maklumlah, jenis pekerjaan Rumah Zakat tak sesederhana menerima dan menyalurkan dana zakat semata; melainkan menghimpun, mengelola, dan memberdayakan dana zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana bentuk kedermawanan lainnya ke dalam beberapa instrumen program, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan kesiapsiagaan bencana.

Dengan visi dan komitmen seperti itu, Rumah Zakat merasa perlu melakukan transformasi digital. Menurut Irvan Nugraha, CEO Rumah Zakat, dunia filantropi tidak luput dari perkembangan teknologi digital. Terlebih di era pascapandemi ini ketika perilaku masyarakat juga berubah.

“Semua orang sudah terbiasa menggunakan hal-hal berbasis digital dalam aktivitas keseharian dan pekerjaannya,” ujar Irvan. “Tentu, Rumah Zakat juga harus relevan dan beradaptasi dengan perkembangan di masyarakat,” tambahnya.

Agenda transformasi menuju World Digital Philanthrophy diluncurkan Rumah Zakat pada tahun 2020 dengan target rampung pada akhir 2023. Transformasi digital ini menjadi transformasi ke-4 yang menjadi kelanjutan dan penyempurnaan program transformasi sebelumnya.

Rumah Zakat memulai transformasi organisasi pada 2006, ditandai dengan transformasi dari institusi tradisional ke institusi profesional, dengan merombak budaya kerja tradisional menuju pengelolaan yang lebih profesional dan terpercaya. Kemudian, diikuti dengan program-program transformasi selanjutnya (lihat Diagram Milestone Rumah Zakat).

Dalam hal transformasi digital, Rumah Zakat memulainya dari aktivasi omnichannel O2O dengan perbaikan dan peningkatan kualitas touchpoint, baik yang berbasis kantor pelayanan, SDM, hingga aplikasi digital. “Transformasi digital ini merupakan sebuah strategi besar kami untuk menjadi yang terdepan dalam industri filantropi digital, tidak hanya di level nasional tapi juga internasional,” Irvan menegaskan.

Dalam menyiapkan transformasi organisasi, khususnya transformasi digital ini, Rumah Zakat membentuk tim transformation squad, yang saat ini beranggotakan 12 orang yang terdiri dari perwakilan direktorat. Tim transformasi ini bertanggung jawab menyusun roadmap, framework, parameter (alat ukur), dan keberhasilan. Selain itu, orang-orang yang tergabung ini juga menjadi hub komunikasi untuk rekan-rekan di direktorat mereka berada.

Menurut Irvan, transformasi digital tidak melulu masalah teknologi. Dilihat dari framework-nya, transformasi digital Rumah Zakat berfokus pada people (SDM), proses bisnis, dan teknologi. Hal ini kemudian diterjemahkan ke dalam tiga goal, yakni digital mindset, digital produc, dan integrasi sistem.

Rumah Zakat mendorong setiap karyawan hingga relawan agar mempunyai digital & growth mindset, selalu berupaya tumbuh yang akhirnya bisa lebih efisien dan efektif dalam bekerja untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. Lalu, melalui digital product, diharapkan Rumah Zakat dapat memperluas akses dan jangkauan donatur serta menyalurkan donasi kepada masyarakat.

Proses digitalisasi dilakukan mulai dari penyediaan sistem aplikasi untuk memperluas jangkauan layanan penghimpunan dana zakat hingga pendistribusiannya ke para penerima manfaat zakat (mustahik). Dan terakhir, pihaknya terus mengkaji proses bisnis apa yang bisa disimplifikasi sehingga bisa lebih cepat dalam menjalankan program melalui integrasi sistem.

“Transformasi digital ini merupakan sebuah strategi besar kami untuk menjadi yang terdepan dalam industri filantropi digital, tidak hanya di level nasional tapi juga internasional.”

Irvan Nugraha, CEO Rumah Zakat

Hasil pengembangan yang telah diperoleh antara lain Rumah Zakat App versi 2.0. Apa saja fiturnya?

Dengan aplikasi ini, para donatur dapat melakukan lacak zakat, memperoleh laporan zakat, menghitung dengan kalkulator zakat, hingga mendapatkan kemudahan menunaikan zakat. Aplikasi ini pertama kali dirilis pada Desember 2022 yang bertujuan meningkatkan transparansi dan kemudahan kepada para donatur sehingga mereka bisa mengetahui laporan dana zakat, infak, dan sedekah yang diamanahkan kepada lembaga sosial ini.

Kemudian, telah diluncurkan pula Infak.id, platform donasi online dengan berbagai fitur pembayaran terkini yang memudahkan donatur dalam menitipkan dana infak/sedekahnya; bekerjasama dengan berbagai mitra pembayaran.

Memang, pemanfaatan teknologi digital dilakukan Rumah Zakat juga sebagai cara untuk menggaet donatur baru. Kemudahan yang diberikan teknologi dapat dimanfaatkan pula untuk me-maintain donatur yang telah ada dan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak.

“Sejumlah manfaat yang kami peroleh dengan menjalankan transformasi digital ini adalah masyarakat atau donatur bisa mendapatkan experience baru yang akhirnya menjadi daya ungkit Rumah Zakat sehingga semakin diterima, didukung, dan dipercaya,” ungkap Irvan.

“Dengan begitu, kami bisa memberikan dampak yang lebih luas ke masyarakat dalam bentuk implementasi program-programnya,” tambah pria yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Marketing Rumah Zakat ini.

Program yang menjadi unggulan Rumah Zakat saat ini adalah Desa Berdaya. Program ini mengoptimalkan dana ZIS dan dana kemanusiaan dari para donatur untuk membangun desa (lihat Boks).

Desa Berdaya. Program ini mengoptimalkan dana ZIS dan dana kemanusiaan dari para donatur untuk membangun desa

Irvan menyampaikan bahwa dalam menjalankan program transformasi ini, pihaknya tentu menghadapi sejumlah tantangan. “Dengan jumlah karyawan sebanyak 370 orang yang tersebar di 18 provinsi perwakilan, mentransformasi mindset dan kultur organisasi menjadi tantangan tersendiri,” ungkapnya.

Karena itulah, pihaknya melakukan pendekatan personal, melakukan interaksi yang lebih aktif, serta memberikan motivasi dan arahan ke depan. “Ini perlu dilakukan agar semua karyawan tetap mendukung semua rencana organisasi,” ujarnya.

Di sisi lain, Rumah Zakat juga terus mendalami apa yang dibutuhkan donatur, penerima manfaat, dan masyarakat agar mendapat respons layanan yang baik. “Kami berupaya mendorong perubahan mindset, terutama yang berhadapan langsung dengan muzaki dan mustahik,” Irvan menerangkan.

Dari sisi kapabilitas digitalnya, integrasi sistem dan produk digital Rumah Zakat masih akan terus ditingkatkan. “Ini yang masih kami kejar di tahun terakhir roadmap transformasi organisasi, khususnya transformasi digital,” kata Irvan. (*)

Desa Berdaya,

Program Unggulan Rumah Zakat

Salah satu program pemberdayaan yang telah dijalankan Rumah Zakat ialah Desa Berdaya. Program ini menggunakan pendekatan terintegrasi, yaitu program capacity building (pengembangan kapasitas masyarakat), ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, hingga kesiapsiagaan bencana, dengan target tumbuh dan berkembangnya kelembagaan lokal yang berdaya untuk mengatasi permasalahan dan menggali potensi uniknya masing-masing.

Pada program Desa Berdaya ini, setiap desa didampingi seorang fasilitator pemberdayaan yang bernama relawan inspirasi. “Kami mendukung setiap desa dapat memiliki badan usaha masyarakat, sehingga desa-desa tersebut menjadi mandiri dan berdaya,” kata Irvan.

Selama tahun 2022, Rumah Zakat mendapatkan amanah mengelola 1.732 Desa Berdaya, mulai dari Aceh sampai Papua, 19 Sekolah Juara, 9 klinik pratama, 301 BUMMas (Badan Usaha Milik Masyarakat), 14 kemitraan kampung zakat, dan 6 lokasi KUA. Rumah Zakat pun terjun dalam aksi kemanusiaan di 128 titik di Indonesia dengan menggerakkan 1.643 relawan.

Rumah Zakat mengimplementasikan transformasi digital secara progresif dan menjadi bagian dari inisiatif strategis organisasi. Pencapaian dan progres program transformasi digital Rumah Zakat dievaluasi berdasarkan Survey Digital Quotient (SDQ) sehingga diperoleh gambaran tentang Digital Mastery organisasi.

Pada tahun 2023 ini, Rumah Zakat menargetkan membantu 1,5 juta penerima manfaat, dan 20% dari penerima manfaat bisa keluar dari garis kemiskinan.

Jeihan K. Barlian

Priyantono Rudito,

Dewan Pakar Rumah Zakat

SDQ mengukur tingkat Digital Mastery/Digital Maturity organisasi berdasarkan empat aspek strategis transformasi digital, yaitu Strategy, Culture, Organisations, dan Capabilities. Skor agregat dari keempat aspek ini akan menunjukkan tingkat Digital Maturity sebuah organisasi yang terbagi menjadi lima tingkat, yaitu struggling (skor 1-20), reacting (21-40), experimenting (41-60), coasting (61-80), dan disrupting (81-100).

Berdasarkan hasil survei pada Desember 2021, Rumah Zakat mendapat skor akhir (skor agregat) sebesar 74,4. Skor ini menempatkan Rumah Zakat dalam posisi coasting. Secara definisi, tahap coasting adalah ketika perusahaan mulai bertahan dan mencoba melawan disrupsi yang terjadi dari kompetitor ataupun industri, tapi perusahaan perlu memiliki cara untuk secara rutin mengevaluasi proses digital transformasi dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, posisi Rumah Zakat pada tingkat mastery: coasting, memberikan gambaran organisasi yang sudah mulai melawan disrupsi yang terjadi tapi masih perlu peningkatan strategi yang lebih baik, khususnya pada kategori Culture subkategori speed/agility, digital investments, & IT architecture. (*)

Hasil Survey Digital Quotient (SDQ) Rumah Zakat, Desember 2021


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved