Capital Market & Investment zkumparan

Bursa Karbon Berpotensi Memicu Produk Derivatif Karbon

Charya Rabindra Lukman, Country General Counsel Meta Verse Green Exchange di Jakarta pada Kamis, 3 Agustus 2023. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Bursa karbon berpeluang atraktif karena minat korporasi mengurangi emisi karbon kian meningkat. Pemerintah bursa karbon berencana meluncurkan bursa karbon pada September 2023. Mekanisme perdagangan bursa karbon adalah karbon dioksida yang menjadi efek atau aset yang ditransaksikan. Bursa karbon juga berpeluang tumbuh karena adanya potensi menerbitkan produk derivatif sebagai instrumen investasi di masa mendatang.

Charya Rabindra Lukman, Country General Counsel Meta Verse Green Exchange (MVGX) mengatakan peluang bursa karbon memicu produk derivatif di masa mendatang. “Walau bursa karbon belum diluncurkan, tetapi potensinya cukup atraktif karena berpeluang memicu pelaku pasar menerbitkan produk derivatif, diantaranya ETF (exchange traded fund) dan kredit karbon syariah,” tutur Charya di Jakarta, Kamis (03/08/2023).

Bursa karbon merupakan sistem yang mengatur pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Hal ini sebagai mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon. Regulasi perdagangan karbon termaktub di Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perpres ini menyebutkan bursa karbon menjadi salah satu aksi nyata atau kontribusi untuk penanganan perubahan iklim.

Perdagangan karbon adalah jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Penyelenggara bursa karbon haruslah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari otoritas di sektor jasa keuangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022.

Transisi energi di Indonesia dalam mengurangi emisi karbon, serta menjadi langkah pencapaian netral karbon atau net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060. Kemudian, penerapan Nationally Determined Contribution (NDC) dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim itu menjalin komitmen global agar mengurangi emisi karbon di setiap negara. Komitmen negara-negara dinyatakan melalui NDC untuk periode 2020-2030

Guna mendukung target pemerintah ini, MVGX mengembangkan sistem pertukaran karbon berbasis blockchain. MVGX adalah penyedia jasa digital green pertukaran berlisensi dan diatur oleh Monetary Authority of Singapore (MAS). Perusahaan ini merupakan perusahaan teknologi finansial terkemuka yang menyediakan solusi Carbon as a Service, didukung oleh platform pertukaran aset digital berlisensi dan berteknologi termutakhir. “MVGX telah menjalin kemitraan dengan beberapa perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa kami menyediakan Carbon as a Service untuk melakukan measurement dari hulu ke hilir perusahaan yang mempraktikkan aspek berkelanjutan,” tutur Charya

MVGX memanfaatkan teknologi blockchain yang menawarkan catatan kinerja semua proyek ramah lingkungan yang transparan dan tahan rusak yang terkait dengan kredit yang tercantum pada infrastruktur pertukarannya. Blockchain berpotensi digunakan di eknomi hijau untuk mendorong bisnis keberlanjutan berbasis ESG (environmental, social & governance). Blockchain memungkinkan investor untuk melacak dampak dari investasi mereka yang bermanfaat untuk lingkungan karena blockchain memudahkan perusahaan mengakses transparansi dengan Bureau Veritas.

Rencananyanya, perdagangan karbon (carbon trading atau bursa karbon) akan diimplementasikan di September 2023 sebagai bentuk pendalaman pasar yang sesuai dengan amanat dari Undang-Undangan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). “UU P2SK adalah game changer untuk mengakselerasi bursa karbon di Indonesia,” ucap Charya.

OJK Menyiapkan Bursa Karbon

Pada kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, menyampaikan saat ini OJK sedang memfinalisasi Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang akan menjadi aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Sebelumnya, RPOJK tersebut telah dikonsultasikan bersama Komisi XI DPR. “Hal ini tentunya menjadi penyemangat dan meningkatkan rasa optimis untuk dapat menyelenggarakan perdagangan perdana unit karbon di bursa karbon pada bulan September mendatang sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Inarno pada seminar nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia di Surabaya, Jawa Timur pada Senin (31/7/2023).

Pemerintah memiliki target menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2% dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022. Untuk itu, diperlukannya dukungan berbagai sektor dalam rangka upaya menurunkan GRK termasuk sektor Industri Jasa Keuangan.

Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon, salah satunya adalah pada subsektor pembangkit tenaga listrik yang Indonesia mempunyai 99 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.

Adapun, PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 mega watt (MW), dan 2024 di atas 50 MW dan pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon. Selain dari subsektor pembangkit, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, industri umum, dan lainnya.

Untuk mendukung peluang itu, OJK juga akan terus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar sehingga dapat menopang beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam NDC.

Sebelumnya, OJK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyepakati perluasan kerja sama serta koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi kedua pihak di bidang keuangan berkelanjutan mengenai penyelenggaraan dan perdagangan bursa karbon sesuai

penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada 18 Juli 2023

Penandatanganan Nota Kesepahaman antara OJK dan KLHK dilakukan untuk menjadi landasan hukum pertukaran dan pemakaian data perdagangan karbon melalui SRN-PPI (Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim) sehingga dapat dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved