Feri Iskandar, Produsen Perahu Packcraft

Jambore Nasional II Arus Deras Sungai Rangkong di Kabupaten Luwu Utara, Sulsel yang baru saja berakhir menjadi saksi keuletan seorang pria asal Jogja bernama Feri Iskandar. Pemilik brand The Trekker ini baru saja memperkenalkan produk barunya berupa perahu Packcraft di arena jambore yang diikuti para pegiat arung jeram dari berbagai kota di Indonesia tersebut

Pria yang familiar disapa Feri Trekker itu merasa beruntung karena respon positif peserta jambore terhadap Packcraft buatannya. Saat beberapa kali diuji coba mengarungi jeram sungai Rangkong, para peserta memberikan aplaus yang luar biasa. Perahu Packcraft yang diberi brand Mystus tersebut terbukti tangguh melintas jeram dengan arus air yang dikenal deras.

Feri mengaku surprise ketika diberi tahu bahwa perahu Packcraft besutannya dinyatakan lolos uji coba. Artinya perahunya laik pakai untuk mengarungi medan sungai yang deras sekalipun. “Alhamdulillah ini hasil kerja tim saya di produksi ,” kata Feri kepada SWA.

Satu hal yang menarik, Feri bukanlah ahli kapal dan bukan pula atlit arung jerang, tapi ternyata ia bisa membuat alat transportasi sungai yang biasa digunakan para petualang alam bebas. “Saya suka dunia arung jeram, tapi hanya sebatas penonton saja. Pernah mencoba bermain rafting di sungai dan tidak berani mencoba lagi,” ungkap pria bertubuh subur ini.

Untuk uji coba di lapangan, dia memberikan kepercayaan kepada koleganya Toto Windarto, yang juga pendiri dan ketua Asosiasi Kayak dan Kano Indonesia (AKKI). “Pak Totok sangat pengalaman dan dia yang pantas mencoba dan menilai kelayakan perahu yang saya bikin,” imbuh Feri.

Bagi Toto Windarto, dia sudah menduga bila produk perahu Packcraft yang dibuat Feri bakal lolos uji coba. Pria asli Purbalingga tersebut merasa yakin dengan kualitas barang yang diproduksi Feri yang selama ini sukses memproduksi kapal aluminium. “Mas Feri memang tidak punya latar belakang di bidang perkapalan, tapi ia sukses membuat kapal aluminium sebagai aternatif pengganti perahu karet,” ucapnya.

Menurut Toto, nama Feri Trekker sudah cukup populer di kalangan pecinta alam. Katanya, setiap ada nama Feri Trekker di belakang peralatan yang dia ciptakan dijamin kualitasnya. “Saat saya membawa perahu Packcraft di Jambore saya yakin perahu ini akan sukses untuk diuji coba. ” tambah Toto Windarto.

Keyakinan ketua AKKI tersebut ternyata terbukti. Saat ia menaiki perahu Packcraft, langsung menarik perhatian. Salah satu yang memikat penonton adalah bentuknya yang mungil, sehingga bisa lebih mudah bermanuver di titik jeram yang ektrim sekalipun. Dia mencoba beberapa kali dan bisa melewati jeram dengan aman dan nyaman.

Masih menurut Toto, dari hasil uji coba yang telah dilakukannya, Pacckraft Mystus sudah memenuhi kelayakan digunakan sebagai alat transportasi sungai, baik arus tenang maupun arus deras. “Satu kelebihannyaadalah bobotnya ringan dibandingkan dengan produk yang sudah saat ini,” ujar Toto.

Berdasarkan penjelasan Toto, munculnya produk baru Packcraft Mystus akan mengubah maindset tentang perahu kayak. Selama ini ada dua aktivitas fisik utama dalam dunia paddling (kayaking) adalah menunggangi kayak dan ditunggangi kayak.

Sebelum menunggangi kayak kita harus siap ditunggangi atau mengangkut kayak ke lokasi sungai. Sebaliknya setelah selesai aktifivitas di sungai kita harus mengangkat kembali kayak ke titik daratan yang dituju.

Totok mencoba membandingkan antara perahu kayak yang sudah biasa digunakan para penghobi arung jeram dengan Packraft Mystus. Salah satu yang populer adalah kayak jenis Hard Shell yang berbahan plastik polyethylene yang bobotnya berkisar 20-23 kg.

Untuk membawa harus dipanggul hingga ke lokasi sungai. Bila jaraknya jauh dari tempat mobil diparkir, tentu membutuhkan energi tersendiri. ”Untuk sampai ke titik sungai kita harus memanggul atau menggendong dengan sandaran khusus yang membebani kepala,” jelas Toto Windarto.

Sementara itu, Packraft Mystus yang menggunakan bahan PVC hanya memiliki bobot 8 kg. Tentu lebih ringan dan hanya cukup dijinjing dengan memakai satu tangan. “Packraft Mystus tidak membebani fisik kita hingga tetap bugar sebelum aktifitas kayaking,” Toto menambahkan.

Dengan bobot yang lebih ringan tersebut, bisa jadi Packraft Mystus akan menjadi alternatif pilihan yang menarik khususnya bagi mereka yang suka bermain kayak secara individu. Apalagi dari sisi harga jauh lebih ekonomis dibandingkan hard shell. Perahu Packcraft hanya berkisar Rp 4 juta sedangkan hard shell mencapai Rp 30 juta.

Kalau dilihat dari karakter, keduanya saling berkebalikan dibandingkan dari material dasarnya. Kayak hard shell berssifat rigid, kaku, keras berat dan impak benturannya pada batu akan terasa lebih spontan. Sebaliknya Packcraft lebih elastis dan lembut karena efek benturannya diredam oleh udara di dalam tabung bodynya yang berisi angin.

Workshop Packcraft (Foto: Gigin W. Utomo)

Dijelaskan juga bahwa dari sudut aspek edukasi untuk memasyarakatkan kayaking/paddling pada anak-anak dan orang awam, packraft memiliki tensi keseraman yang jauh lebih moderat dibanding kayak hardshell yang terkesan lebih ekstrem.

Feri Trekker sepertinya jeli melihat peluang pasar dalam dunia petualangan air. Berdasarkan insting bisnisnya, ia melihat ada kebutuhan jenis perahu yang kuat tapi ringan. “Saya mencoba memenuhi reques dari kawan-kawan yang hoby arung jeram,” ungkap `Feri Trekker.

Perahu packcraft adalah perahu yang ringan, portabel, dan dapat dipadatkan untuk memudahkan transportasi dan penggunaan. Perahu jenis ini sebenarnya sudah sangat populer di Alaska. Umumnya digunakan untuk berburu.

Perahu packcraft merupakan pengembangan produk barunya. Feri selama ini dikenal sebagai pengusaha yang bergerak di bisang outdoor dan kebencanaan. Ia memproduksi perahu aluminium, alat perlindungan diri {APD), tenda, tangki air portable hingga drybag.

Feri Iskandar bisa dibilang sosok yang unik. Ia mengaku tidak pernah memiliki perhitungan matang sebelum melakukan produksi, seperti bisnis plan,survai market dan sebagaimana layaknya orang memulai bisnis. “Laku atau tidak urusan nanti, “ katanya alumni Fakultas teknologi Pertanian UGM tersebut.

Dan nyatanya tidak semua produk yang dibuat langsung terjual. Sejak awal, ia menjual produknya secara online. Ia sempat pusing ketika nyaris tak ada yang respon produknya selama bertahun-tahun. “Saya hanya punya keyakinan suatu saat pasti akan laku terjual,” ungkapnya.

Produk dengan merek The Trekker yang diproduksinya mulai mendapatkan respon pasar, ketika Feri Iskandar mulai merubah strategi marketing. Ia terlibat aktif dengan kegiatan SAR. Ia meminjam perahu dan beberapa produknya untuk kegiatan kemanusiaan. Salah satunya ia meminjamkan perahu aluminium untuk kegiatan bersih sungai di berbagai daerah.

Dari situlah, produknya mulai dikenal dan banyak lembaga yang mulai menggunakaan produknya. Banyak instansi pemerintah dan swasta yang mulai perahu aluminumnya. Basarnas dan BPBD (Badan Penaggulang Bencana Daerah) di berbagai kabupaten bukan hanya menggunakan perahu, tapi juga tenda dan tangki air portable. “Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang mulai pesan,” ungkap Feri.

Ia mengaku, usaha yang dijalani saat ini, merupakan perwujudan mimpi masa kecilnya. Sejak kecil, ia memang suka dengan berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu yang banyak disukainya adalah dunia perkapalan. Sejak masih SMA dia sudah memiliki laboratorium pribadi.

Namun, untuk memujudkan impian tersebut, membutuhkan proses yang berliku. Sebelum menjadi pengusaha, ia menjadi aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Feri sibuk dengan berbagai kegiatan bertajuk pemberdayaan masyarakat. Banyak pengalaman yang didapat dari aktivitas di lembaga tersebut.

Salah satu pengalaman yang didapat Feri dari kegiatan LSM adalah pengetahuan tentang manajemen kebencanaan. Namun, ia mengaku tidak bisa bertahan lama menjadi aktivis sosial tersebut. Salah satu alasannya adalah ketergantungan dengan pihak donor. Selain itu, ada hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan nuraninya.

Selepas dari LSM, Feri mencoba keberuntungan dengan memulai wirausaha. Ia mendapatkan inspirasi untuk memproduksi barang-barang yang terkait dengan penangan kebencanaan. “Saya mendapatkan ide untuk memproduksi barang-brang yang dibutuhkan saat ada bencana,” ujar pria yang mengidolakan ilmuwan Thomas Alfa Edison ini.

Awalnya, Feri mengembangkan aneka tenda, seperti tenda hotel, tenda rumah sakit, tenda sekolah, tenda militer, tenda pertemuan, hingga tenda pengungsi. Sukses menggeluti tenda, ia mulai merambah ke tanki air portable untuk aneka kebutuhan, seperti usaha penyediaan air bersih, baik untuk situasi darurat/bencana maupun sebagai sarana disaat pencegah kekeringan, pertanian, lingkungan, perikanan dan pertanian.

Nama Feri Trekker makin berkibar ketika ia mulai membuat dan mengembangkan aneka perahu aluminium. Target pasarnya adalah untuk kebutuhan rescue dan evakuasi banjir, lingkungan dan wisata air. Untuk perahu alumininum, mulai dari perahu evakuasi, joan boat, tag boat, dan sampan.

Untuk produk perahu aluminium, Feri mengaku sebagai produsen satu-satunya di Indonesia. “Pada awal saya produksi belum ada pengusaha yang membuat khusus perahu aluminium,” kata pria kelahiran tahun 1970 ini meyakinkan.

Seperti disebutkan di atas, awalnya Feri mengaku kesulitan memasarkan produk perahu auminumnya,.salah satunya karena banyak yang belum mengenal. Orang lebih familiar dengan perahu karet. Padahal perahu aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan perahu karet karena tidak mudah bocor saat terkena benturan dengan benda tajam.

Perahu aluminium mulai mendapatkan respon pasar ketika dia berhasil melakukan edukasi dengan cara langsung terlibat di kegiatan kemanusiaan. Dari sinilah, produknya mulai dikenal. Beberapa instansi yang sudah menggunakan perahu alunimiumnya, antara lain, Komunitas Kemanusian Indonesia Jakarta, RAPI, Lazis Sultan Agung Semarang, Kelompok Pecinta Ciliwung, Penglola Wisata Papua, Danau Toba, PT Bukit Makmur Mandiri (BUMA), dan masih banyak lagi lainnya.