Corporate Transformation

PLN Indonesia Power, Value Creation dengan Transformasi Digital

Endang Astharanti (tengah), Direktur Keuangan PLN-IP.
Endang Astharanti (tengah), Direktur Keuangan PLN-IP.

Transformasi digital di PT PLN Indonesia Power (PLN-IP) dimulai jauh sebelum pandemi Covid-19. Sebagaimana diketahui, perusahaan ini mengelola pembangkit yang cukup banyak, di antaranya PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang beroperasi di remote-remote area.

“Karena jangkauan dan posisinya yang tersebar, diciptakan inovasi untuk dapat mengoperasikan pembangkit secara remote dan bisa dimonitor oleh sentral,” kata Endang Astharanti, Direktur Keuangan PLN-IP.

Karena keterbatasan itulah, dikembangkan cikal bakal Reliability and Efficiency Optimization Center (REOC)pada 2006 sebagai masterpiece atau ekosistem digital PLN-IP. Ini adalah level 1, yakni remote control center dan mirroring untuk pengoperasian.

Selanjutnya, wanita yang memiliki sapaan akrab “Asti” itu menambahkan, dilakukan inovasi lagi untuk pengolahan data secara statistik. Ini sudah masuk ke level 2, yang bertujuan mengoptimalkan proses operasi pembangkit. Jadi, sudah mulai ada value lain yang dihadirkan selain hanya untuk mengoperasikan secara remote.

Menurut Asti, transformasi digital adalah sebuah journey, sehingga PLN-IP terus melakukan perbaikan dan inovasi. Pada level 3, dilengkapi dengan algoritma machine learning.

“Inilah yang kemudian dibangun menjadi satu kesatuan digitalisasi yang tidak hanya dilakukan di beberapa pilot pembangkit, tetapi seluruh pembangkit yang ada di PLN-IP yang kemudian kami namakan REOC,” ia menuturkan.

Mengapa PLN-IP perlu melakukan transformasi digital? Menurut Wisnoe Satrijono, Direktur Manajemen Human Capital dan Administrasi PLN-IP, karena perusahaan ini perlu sustainability untuk bisa terus hidup dan beroperasi. Dan, salah satu kunci transformasi ke depan adalah transformasi digital.

“We are not electricity company anymore, tetapi dari perusahaan listrik menjadi sebuah perusahaan teknologi yang didukung dengan inovasi. Jadi, ke depan electricity is by product dan fokusnya lebih kepada energi dan teknologi,” kata Wisnoe.

Saat ini PLN-IP terus melakukan perbaikan dan inovasi untuk membuat performa REOC lebih baik lagi dan bermanfaat untuk pengoperasian pembangkit. Dan, implementasi transformasi digital di PLN-IP tidak sebatas REOC, tapi beyond REOC.

“Kami sudah mengimplementasikan Enterprise Architecture yang menjadi kerangka acuan untuk seluruh aktivitas bisnis korporat. Jadi, tidak hanya operasional, tapi juga seluruh proses bisnis yang tadinya manual kami jadikan digital seperti reliability management, life cycle management, efficiency management, keuangan, administrasi, dan SDM. Ada 10 aplikasi pengembangan yang kami luncurkan based on dua basis sistem yang besar, yaitu manajemen operasional dan maintenance pembangkit dan Enterprise Resource Planning (ERP),” Wisnoe menerangkan

Tarwaji, Kepala Satuan Technology Development and Asset Management PLN-IP, menambahkan, REOC ini transformasi digital yang tadinya serba manual menjadi digital, yang tadinya unit centric menjadi terintegrasi di kantor pusat. Contohnya, pembangkit di Suralaya, sebelumnya hanya operator Suralaya yang bisa memonitor operasinya sehari-hari. Sementara yang di kantor pusat hanya bisa mengandalkan laporan secara visual dari catatan yang dibuat oleh operator. Dengan REOC, kantor pusat pun bisa memonitor secara real-time.

Dengan mengolah data parameter kinerja efisiensi pembangkit berbasis machine learning, menurut Tarwaji, PLN-IP bisa menghemat penggunaan bahan bakar secara signifikan. “Dalam satu tahun kami bisa saving hingga Rp 52 miliar untuk satu pembangkit. Di tahun ini saja kami bisa menghemat hingga Rp 342 miliar untuk satu triwulan (BPP),” ungkapnya.

Tak hanya itu, value kedua yang akan diciptakan REOC adalah efisiensi dari biaya pemeliharaan. REOC bisa membaca kira-kira pemeliharaan seperti apa yang diperlukan, misalnya yang tadinya memerlukan proses A-D ternyata bisa A-C saja. Jadi, ada efisiensi yang tercipta di situ karena biaya pemeliharaannya akan rendah.

Kemudian, REOC juga terhubung dengan proses pengadaan atau inventori. Sehingga, dapat diketahui bahwa untuk melakukan pemeliharan ini sumber dayaapa saja yang dibutuhkan.

Dalam menjalankan transformasi digital tersebut, kata Asti, pertama-tama harus dibangun kesadaran bersama (sense urgency), karena urgensi ini bermula dari kebutuhan dan kondisi. Seperti kita tahu, saat ini kita sedang menghadapi disrupsi dan persaingan pun semakin ketat.

“Saat ini PLN-IP memiliki market share terbesar untuk penghasil tenaga listrik kepada PLN, tetapi ke depan banyak sekali pesaing baru yang masuk sehingga otomatis kami harus berubah. Kami harus membekali diri dengan digitalisasi yang dapat membantu seluruh proses operasional yang ada di perusahaan,” katanya.

Dengan awareness yang dibangun pada seluruh karyawan, tentunya akan lebih mudah mengajak mereka untuk dapat bersama-sama melakukan transformasi digital. Di samping itu, yang membantu transformasi digital di PLN-IP berjalan baik adalah struktur demografi pegawai, yang lebih dari 76% didominasi milenial dan zilenial. Jadi, mereka memahami transformasi untuk menghadapi perubahan zaman dan memungkinkan organisasi lebih agile.

Ke depan, PLN-IP dituntut untuk mengembangkan energi terbarukan (renewable energy) yang lebih masif, seperti pembangkit tenaga matahari atau solar PV (photovoltaic), bayu atau tenaga angin, geothermal, dan hydro. PLN-IP pun mendapat mandat untuk melakukan pengembangan pembangkit khususnya yang renewable energy, karena Indonesia sedang transisi menuju Net Zero Emission di tahun 2060, bahkan rencananya akan dipercepat di 2050.

Sementara, kondisi saat ini di PLN-IP, lebih dari 80% masih pembangkit thermal, dan hampir 60% pembangkit yang fossil-based adalah PLTU yang bahan bakarnya batu bara. Artinya, baru ada sekitar 15% yang sudah renewable energy atau PLTA. Kompetensi yang dimiliki karyawan PLN-IP sekarang adalah melakukan operasi untuk pembangkit thermal, yang energi primernya berasal dari batu bara dan gas.

“Tentunya, mengoperasikan dan memberikan kinerja operasional di pembangkit non-thermal berbeda dengan apabila kami melakukan operasional pembangkit yang basisnya thermal. Karenanya, hal ini harus dilakukan reskilling dan upskilling pada karyawan,” Asti menerangkan.

Dan, tidak hanya people, teknologinya juga harus disesuaikan. Saat ini REOC sangat menjadi andalan untuk melakukan diagnosis dan membaca pembangkit-pembangkit yang thermal dan air. Untuk solar dan bayu (angin), karena perusahaan ini masih sedikit memilikinya, perlu enhancement lagi bagi REOC untuk bisa membantu perusahaan mengelola pembangkit yang memakai renewable energy.

Untuk pengembangan kompetensi di era transisi energi dan renewable energy, menurut Wisnoe, dilakukan melalui partnership. “Kami tidak mungkin melakukannya sendiri karena membutuhkan budget besar. Saat ini kami ahlinya dalam membangkitkan listrik yang berasal dari fosil, tetapi ke depan kami perlu melakukan inovasi untuk membangkitkan listrik di luar apa yang ada sekarang ini. Termasuk melihat potensi air laut, hydrogen, dan sebagainya. Nanti gelombang air laut itu bisa menjadi sumber energi listrik. Semua itu bisa dilakukan dengan kolaborasi dan sinergi,” tuturnya.

Dan, pengembangan REOC ke depan, Tarwaji menambahkan, nantinya ada level 4 dan 5. “Saat ini kami sedang menuju Prescriptive Analytic for Decision Making. Harapannya di tahun ini bisa tercapai. Prescriptive artinya hasil prediksi dan diagnosis bisa memberikan sebuah keputusan berupa scope lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan dan kapan waktunya. Jika sudah membuat keputusan seperti itu, hasil dari keputusan tersebut bisa membuat pekerjaan lebih spesifik sehingga durasi eksekusinya pun bisa diperkecil atau diperpendek,” ia menerangkan.

Kemudian, di level 5 akan menuju ke Cognitive Analytic, yakni ke arah operasi secara autonomous decision making. Artinya, pengambilan keputusan secara otomatis, dan hal itu sudah dirintis PLN-IP. Ada tahapan untuk wadahnya, yag bernama Virtual Pro-Plantyang menggunakan konsep teknologi metaverse.

Lesson learnt dari transformasi digital, Asti mengungkapkan, ialah kita harus menetapkan visi terlebih dahulu, tujuannya seperti apa. “Untuk saat ini, visi kami adalah To be the Leading Electricity Company in Southeast Asia. Tujuan yang ingin dicapai pun tentunya mendukung visi tersebut. Kemudian, kami assess kondisinya seperti apa, jadi berangkat dari kondisi kami, lalu tujuannya mau apa,” katanya.

Dalam visi tersebut, ada dua kata kunci, yaitu leading (terkemuka) dan sustainable (berkelanjutan), yang dapat dicapai dengan kinerja operasional dan keuangan yang baik.

“Transformasi digital juga akan memberikan value creation bagi perusahaan, yakni meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis yang akan menghasilkan cost efficiency dan juga peningkatan revenue yang akan berujung pada peningkatan profit dan valuasi perusahaan,” Asti menegaskan. (*)

Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved