Trends Economic Issues

Tantangan Potensial dalam Koreksi Transfer Pricing

Ilustrasi perpajakan : iStockphoto.

Transfer pricing yang merupakan mekanisme penentuan harga transaksi antara entitas terkait dalam satu grup perusahaan, telah menjadi aspek sentral dalam perpajakan baik nasional maupun internasional. Banyak terjadi, entitas dalam satu grup perusahaan terutama yang beroperasi di berbagai yurisdiksi dengan peraturan perpajakan yang berbeda, melakukan penentuan harga transaksi yang tidak wajar dan dapat digunakan untuk mengalihkan laba dan mengurangi beban pajak.

Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berperan untuk memastikan transfer pricing sesuai dengan harga pasar yang adil guna mengatasi penghindaran pajak, sebagaimana ditentukan oleh peraturan perpajakan

Partner Tax RSM Indonesia Salil Goyal menyampaikan tiga jenis adjustment (koreksi) transfer pricing yakni primary adjustment (koreksi primer), secondary adjustment (koreksi sekunder), dan corresponding adjustment (koreksi lanjutan). Dalam penerapannya, koreksi sekunder dan koreksi lanjutan banyak memiliki tantangan potensialnya masing-masing. “Aktivitas secondary adjustment ini cukup rumit, tetapi saat ini telah diimplementasikan di Indonesia dan perlu perhatian khusus,” ungkap Salil dalam keterangan tertulis di Jakarta (15/08/2023).

Sebagai catatan, ketentuan mengenai secondary adjustment di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor. 22/PMK.03/2020 lalu diberikan penegasan kembali dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Selisih harga transfer perusahaan afiliasi dengan harga wajarnya (arm’s length price) pun dianggap sebagai bentuk pembagian laba atau dividen tidak langsung.

Salil, pada pada webinar bertajuk Transfer Pricing Update yang diadakan RSM Indonesia pada 10 Agustus 2023, menjabarkan beberapa topik yang menjadi tantangan potensial dan menjadi perhatian dalam penerapan secondary adjustment, diantaranya terkait primary adjustment terhadap harga penjualan, expenses, PPh, serta penerapan General Anti-Avoidance Rule (GAAR).”Bagaimana jika corresponding adjustment diterima oleh negara lain? Dan apakah ketentuan pemotongan pajak atas dividen berlaku untuk tanggal jatuh tempo dan akibatnya ketidakpatuhan dan penalti berlaku?” tutur Salil.

Sementara itu dalam lingkup corresponding adjustment salah satu isu yang penting diperhatikan menurut Salil adalah terkait apakah negara lain akan menerima karakterisasi dividen dari Secondary Adjustment yang diterapkan oleh Indonesia. “Berbagai isu atau tantangan potensial ini memungkinkan munculnya risiko atau sengketa pajak di kemudian hari. Sehingga, terutama pada aspek penerapan secondary adjustment di Indonesia, perlu mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak,” jelasnya.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved