Technology

Content Powerhouse dari Negeri Ginseng

Content Powerhouse dari Negeri Ginseng

IDengan putaran uang mencapai US$ 1,7 miliar, Naver Webtoon merajai bisnis komik digital. Daya kreativitas serta ekosistem menjadi faktor kunci yang membuatnya dominan.

Kim Jun-koo, CEO Naver Webtoon.

Kalau ada yang mengatakan ekspor budaya dari Korea Selatan (Kor-Sel atau Korea) terbilang fenomenal, memang tidak keliru sama sekali. Selama satu dekade terakhir, kekayaan budaya dari Negeri Ginseng itu ibarat gelombang yang terus menghantam keras daratan negara-negara di dunia. Dari super grup BTS dan Blackpink, hingga deretan film seperti Parasite serta Squid Game, semuanya membetot hati para penikmat jagat hiburan, sekaligus menjadi perbincangan global.

Yang menarik, di sela gelombang tarian, nyanyian, dan film, terselip pula industri lain yang tak kalah membiusnya. Bahkan, terbilang fenomenal, yakni komik berbasis web, yang populer disebut webtoon (gabungan kata “website” dan “cartoon”). Diam tapi pasti, komik strip yang menyasar pengguna ponsel ini telah tumbuh menjadi industri yang masif dan gigantik. Bukan hanya itu, memulai langkahnya di Kor-Sel, webtoon telah menjelma menjadi industri global.

Mengacu pada studi yang digelar Allied Market Research, besaran bisnis webtoon secara mondial sekitar US$ 3,7 miliar (Rp 53,6 triliun), dan diproyeksikan terus merangkak mencapai US$ 56 miliar (Rp 812 triliun) di tahun 2030. Sebagai pembanding, The Economist pada Desember 2022 melaporkan pasar komik Jepang (manga) hanya bernilai US$ 1,9 miliar (Rp 27,5 triliun).

Bicara industri komik digital, Naver Corporation adalah pelopor sekaligus raksasa yang menikmati kue yang terus mengembang besar dan secara pesat itu. Dengan bendera Naver Webtoon (kemudian lebih ngetop disebut Webtoon), perusahaan ini menjadi pemimpin di industri komik digital. Webtoon bahkan ditahbiskan Fast Company menjadi nomor 8 dalam daftar World’s 50 Most Innovative Companies of 2023.

Karya-karya mereka yang mencakup beragam genre (dari roman hingga horor) ini ditulis serta diterjemahkan dalam multibahasa. Bahkan, banyak komik digitalnya yang kemudian diadaptasi menjadi film atau drama Korea yang laris manis, melumerkan hati para pemirsanya.

Salah satu komik Webtoon yang sukses menjadi film adalah Hellbound. Drama Korea ini tahun 2021 sempat menjadi tayangan yang paling banyak ditonton di Netflix. Garapan sutradara Train To Busan, Yeon Sang Ho, ini sanggup membetot penonton untuk duduk berjam-jam berkat jalan ceritanya yang epik. Hellbound mengisahkan tentang makhluk dunia lain yang mengutuk manusia masuk ke neraka.

Keperkasaan Webtoon tidaklah datang tiba-tiba. Ada setting lokal yang melahirkan komik digital ini. Juga kecerdikan menunggangi momentum yang muncul.

Persisnya, semuanya dimulai di dekade 1990-an. Saat itu, Pemerintah Kor-Sel menguapkan industri komik domestiknya, yang disebut manhwa, dalam semalam. Mereka melakukan sensor ke banyak judul komik yang beredar. Alasannya: membawa pengaruh buruk pada publik.

Ditambah dengan meletusnya gelembung dotcom dan resesi ekonomi, para penerbit komik lokal Kor-Sel pun akhirnya memutuskan beristirahat. Mereka tiarap dengan napas yang kembang-kempis. Sebagian malah “meregang nyawa”. Tutup.

Namun, benar kata orang, keterbatasan kerap memicu kreativitas. Alih-alih rebah berkalang tanah, pembatasan penggunaan internet membuat banyak komikus yang pantang mengibarkan bendera putih memutar otak. Mereka mencari celah untuk memperpanjang napas. Mereka menjadi penerbit untuk karyanya sendiri, tidak lagi bergantung pada kanal cetak dan distribusi yang mahal.

Di titik ini, muncul perkembangan yang tidak diduga. Di awal tahun 2000, sebuah perusahaan Amerika Serikat berupaya merevitalisasi industri komik yang sedang mati suri itu. Lycos, salah satu perusahaan mesin pencari tahap awal (lahir sebelum Google), melalui Lycos Korea meluncurkan apa yang disebut Manhwa Bang. Ini adalah bagian dari website Lycos Korea yang kelak dipertimbangkan menjadi landasan awal dari apa yang sekarang disebut sebagai webtoon.

Lycos Korea tak sendirian. Situs pesaingnya, Yahoo! Korea ikut menemani. Perusahaan ini membuat konten yang mirip di lamannya.

Sejalan dengan upaya itu, angin perubahan berembus dari Pemerintah Kor-Sel. Tahun 2002, berdasarkan Undang-Undang Promosi Industri Budaya, berdiri organisasi yang kemudian menjadi Badan Konten Kreatif Korea. Manwha dan industri kreatif mendapat dukungan Pemerintah Negeri Ginseng.

Di tengah momentum yang hadir di depan mata, para pemain internet Ko-Sel pun segera menangkapnya. Portal web Kor-Sel, Daum, membuat layanan webtoon di tahun 2003. Layanan ini mendorong para seniman komik lokal untuk memanfaatkannya. Salah seorang di antaranya adalah Kang Full.

Kang Full lelaki kelahiran Seoul, 7 Desember 1974. Nama aslinya Kang Do-young. Dia meluncurkan Love Story. Apa yang kemudian terjadi?

Langkah Kang Full di Daum pada tahun 2003 itu ternyata sukses besar. Orang Korea menyukainya. Jumlah pembaca Love Story meroket, mencapai 2 juta pengunjung per hari. Kekuatan Daum di internet membuat webtoon mampu menjangkau pembaca yang lebih luas secara cepat. Industri komik digital Korea pun benar-benar bangkit dari tidurnya.

Perkembangan ini dicermati Naver, perusahaan portal web lokal, secara saksama. Diluncurkan pada Juni 1999 oleh mantan karyawan Samsung, Lee Hae Jin, Naver yang kemudian sering dijuluki Yahoo-nya Korsel, dan terkenal dengan platform LINE untuk berkirim pesan, tak mau berdiam diri. Mereka menyiapkan layanan serupa untuk menampung leadakan kreativitas para komikus. Mereka sama sekali tak rela Daum menikmati kue webtoon sendirian.

Rencana Naver meluncurkan komik online memancing seorang anak muda, Kim Jun-koo, seorang penggemar manga, untuk melamar posisi di divisi yang saat itu baru akan dibuat. Tahun 2017, dalam interview dengan AllTechAsia, Kim Jun-koo mengenang motivasinya bergabung dengan Naver.

“Banyak orang meminta saya memulai bisnis dengan mereka. Tapi saya tak pernah berpikir untuk mendirikan startup di luar Naver. Ini karena ada perbedaan signifikan dalam konteks seberapa besar bisnis dapat menjelma ketika seorang individu memulai satu perusahaan dengan sumber daya terbatas, dibandingkan seseorang yang meluncurkan perusahaan dalam satu bisnis yang sudah mapan seperti Naver. Ketika Anda ingin bisnis ini segera berekspansi secara global, Anda butuh sumber daya dan orang-orang yang hebat.”

Tahun 2005, Kim Jun-koo pun dipercaya Lee Hae Jin memegang bisnis webtoon milik Naver. Bendera yang dikibarkan: LINE Webtoon.

Dalam posisi peluang yang makin terbuka, perang pun terjadi antara Daum dan Naver. Mereka berhadap-hadapan. Daum mengambil posisi di depan. Karya-karya mereka, terutama buatan Kang Full, mampu menyerap jiwa anak-anak muda Kor-Sel. Tahun 2006, dua webtoon populer karya Kang Full, Dasepo Girls dan APT, bahkan diubah menjadi film.

Di tengah denyut yang kian cepat, momentum besar yang makin membuka jalan bagi pertumbuhan industri ini muncul lewat hadirnya smartphone. Dan kebetulan, Kor-Sel, lewat Samsung, duduk di bagian depan dalam urusan merevolusi peranti mobile di pasar global. Seakan membuka jalan lebar-lebar bagi webtoon, ponsel cerdas menjadi format sempurna bagi masyarakat untuk makin mudah mengunyah webtoon, setelah sebelumnya lebih banyak mengonsumsi lewat layar komputer.

Dua raksana pun berhadapan. Seperti Marvel dan DC bertarung di panggung komik, Daum serta LINE Webtoon bersaing menguasai webtoon yang kian gampang diakses lewat ponsel. Mereka berupaya menjadi yang terbesar. Gesekan kreatif pun muncul. Karya demi karya lahir dari para seniman dua pemain besar ini.

Namun, tampaknya LINE Webtoon terbilang jadi yang terdepan. Kurang dari satu dekade sejak Kim Jun-koo memimpin LINE Webtoon, produk-produk mereka mendominasi pasar. Memasuki Juli 2014, Naver telah menerbitkan 520 judul webtoon, sementara Daum hanya 434 judul.

Di tengah popularitasnya yang menjulang cepat, Naver membuat keputusan penting: membawa produknya ke ranah global. Pada 2 Juli 2014, situs web serta aplikasi ponsel LINE Webtoon diluncurkan di seluruh dunia. Naver memilih 42 komik (termasuk Noblesse, Tower of God, dan The God of High School) waktu peluncuran global ini. Saat itu, lebih dari 6 juta orang mengakses LINE Webtoon setiap bulannya. Naver sukses besar.

Selanjutnya, seperti air bah, LINE Webtoon meluncur ke sejumlah negara dan dalam beberapa bahasa. Di antaranya, Thailand pada November 2014 dan Indonesia pada April 2015. Di tahun 2016, komik digital milik Naver ini bahkan memasuki pasar Jepang, disebut XOY, dan pasar Tiongkok sebagai Dongman Manhua.

Salah satu kunci sukses melesatnya LINE Webtoon dalam merangsek pasar global adalah diluncurkannya Challenge League pada 19 November 2014. Kontes ini menantang setiap kreator di mana pun mereka berada untuk menjadi seniman LINE Webtoon dengan hadiah menggiurkan: US$ 30 ribu.

Gerakan ekspansi global Naver ini makin kencang di tahun berikutnya (2015). LINE Webtoon menjalin kerjasama dengan kreator Marvel, Stan Lee, lalu YouTuber terkenal di dunia make-up artist, Michelle Phan, dan Star Wars. Untuk mengakselerasi pertumbuhannya, mereka juga bermitra dengan Softbank pada November 2016, dan membenamkan dana sebesar US$ 43 juta ke sejumlah startup yang bersinergi dengan LINE Webtoon.

Keputusan penting lainnya juga dibuat bos Naver, Lee Hae Jin, di tahun 2016. Dia memutuskan untuk spin-out LINE Webtoon menjadi entitas terpisah. Maka, lahirlah Naver Webtoon yang hingga kini lebih populer disebut dan ditulis sebagai “Webtoon” –sebuah nama yang identik dengan industrinya. Kim Jun-koo diangkat menjadi CEO Naver Webtoon.

Keputusan ini mengakselerasi langkah untuk makin mendominasi industri komik digital. Namun, yang paling strategis sebagai pijakan Webtoon di percaturan industri tentu saja gebrakan Lee Hae Jin lima tahun setelah spin-out LINE Webtoon menjadi entitas bisnis tersendiri.

Januari 2021, Naver membeli platform social storytelling (novel digital), Wattpad, senilai US$ 600 juta. Oleh Lee Hae Jin, Wattpad akan dikombinasikan dengan Webtoon. Wattpad berbasis teks, sementara Webtoon berbasis visual. Kombinasi kekuatan yang dahsyat.

Faktanya, untuk mengamplifikasi jangkauan Webtoon kepada audiens yang lebih luas –juga ke Hollywood– Naver kemudian menciptakan Wattpad Webtoon Studios. Ini adalah divisi dari Naver yang fokus pada pengembangan IP (intellectual property) para kreator ke dalam proyek film dan TV. Kombinasi kedua platform ini benar-benar luar biasa bagi Naver. Ini membuat mereka memiliki user base global sekitar 160 juta orang.

Di atas telah disinggung tentang Challenge League sebagai salah satu kunci sukses melesatnya Webtoon dalam merangsek pasar global. Di luar itu, faktor kunci berikutnya yang membuat Naver dominan di industri webtoon adalah kemampuannya membangun ekosistem.

Hingga akhir 2019, Webtoon menghimpun 580 ribu seniman amatir dan 1.600 kartunis profesional di platformnya. Jumlah itu kini melonjak, total melibatkan lebih dari 830 ribu kreator, yang telah menerbitkan 1,4 juta judul di lebih dari 100 negara dan 10 bahasa.

Dalam ekosistem itu, model bisnis yang dibangun diarahkan untuk menguntungkan para pelaku di dalamnya. Berdiri di tengah antara para komikus dan pembaca, Webtoon menempatkan diri sebagai pipeline. Para kreator menjadikan Webtoon sebagai etalase karya mereka. Para seniman komik itu melakukan self-publishing dalam platfrom Webtoon untuk mengirimkan karya mereka ke para pembaca.

Antara 2020 dan 2021, Webtoon membayar lebih dari US$ 27 juta ke lebih dari 120 ribu kreator. Di Kor-Sel, di negara asal yang pasarnya paling matang, para kreator mendapat rata-rata US$ 250 ribu per tahun. Kreator papan atas bahkan lebih makmur: Ada yang bisa mengantongi US$ 9 juta di tahun 2021.

Yang menarik, seperti diungkap Kim Jun-koo baru-baru ini, pihaknya kini memperbaiki model bisnis dengan ekosistemnya, seiring dengan langkah akuisisi terhadap Wattpad. Dilahirkanlah model “Partners Profit Share Program” (PPS). Model ini memberikan penulis serta kreator kesempatan berbagi pendapatan iklan, hasil penjualan paid content, dan dari IP yang terkait pekerjaan mereka. “Para mitra Webtoon mendapat hingga 70% royalti dari karya mereka,” ujar Kim Jun-koo.

Apa perbedaan dengan model bisnis sebelumnya?

“Di masa sebelumnya, fokusnya adalah berbagi pendapatan (antara Naver dan kreator) dari halaman-halaman di dalam platform komik digital serta novel web. Namun, di masa mendatang, pendapatan dihasilkan melalui beragam bisnis (penjualan merchandise serta beragam penggunaan karakter lain), karena yang bersandar pada original IP juga akan tumbuh. Kami mendedikasikan untuk memberikan kreator peluang baru untuk sukses,” Kim Jun-koo melanjutkan.

Para pembaca memang membayar –membeli koin yang diuangkan– untuk menikmati karya para komikus di laman digital setelah membaca beberapa halaman awal. Inilah yang dibagi antara Naver dan para kreator. Dengan perluasan model bisnis lewat PPS, para seniman juga menikmati setiap penjualan dalam beragam bentuk yang menjadi turunan dari karakter komik atau novel yang mereka buat.

Kim lalu menyatakan bahwa putaran uang di Webtoon membengkak dari US$ 16,7 juta (dari sisi GMV/Gross Merchandise Value) di tahun 2013 menjadi US$ 1,7 miliar di akhir tahun 2022. Pada periode yang sama, jumlah komik digital yang penjualannya mencapai US$ 75 ribu melejit menjadi 900 judul, dibandingkan hanya segelintir di tahun 2013. Lalu, ada 136 judul yang menghasilkan lebih dari US$ 747 ribu.

Di sini, Kim menargetkan pada tahun 2025 ada 500 atau lebih judul yang bisa menghasilkan penjualan bisnis IP dengan rata-rata US$ 4 ribu per bulan. Tahun 2022, Webtoon meraup US$ 856 juta dari penjualan merchandise, dan selama dua tahun, sedikitnya 30 komiknya telah diubah menjadi K-drama. “Tujuan kami adalah membangun komik digital sebagai industri global,” ujar Kim seperti seperti dikutip contentasia.tv, 2 Mei 2023.

Perubahan model bisnis yang lebih ramah kepada para kreator ini bisa dikatakan sejalan dengan “rezeki nomplok” yang diterima Naver Webtoon ketika pandemi Covid datang. Pandemi yang memaksa orang menetap lebih banyak di rumah membuat mereka lebih banyak mengakses webtoon dan novel digital. Khusus untuk komik digital, Webtoon meraup lebih dari 85 juta active user setiap bulan.

Tanpa disadari, kini Naver Webtoon telah menjadi content powerhouse global. Bahkan, menjadi intellectual property powerhouse. Komiknya, terutama, telah beranak-pinak menjadi film dan pertunjukan TV yang laris manis.

Namun, mereka tidak mau berdiam diri. Maklum, pesaingnya, Daum, kini telah menjadi sayap bisnis Kakao Entertainment yang juga agresif dalam menggarap bisnis webtoon.

Agar tetap berada di garis terdepan, Kim Jun-koo menyebut pihaknya sangat mengandalkan kekuatan data. Webtoon terus memelototi data seputar apa yang menjadi keinginan pembaca. “Kami ingin melihat apa yang menjadi tren yang para pembaca kami merasa engage serta menyukainya,” ujar Kim. “Gen Z itu memahami apa yang mereka inginkan ketimbang apa yang mereka minta untuk dibaca.”

Termasuk yang selalu mereka coba deteksi adalah konten-konten untuk dijadikan film. Para eksekutif Hollywood, ujar Aron Levitz, Presiden Wattpad Webtoon Studios, sering salah melihat tempat konten yang ingin diadaptasi menjadi film.

Nah, menghadapi yang demikian, “Anda tak bisa bersikap diam saja untuk sesuatu yang telah nangkring di rak selama 20 tahun, lalu mengatakan bahwa para penggemar akan datang menunjukkan dirinya. Apa yang kami mampu lakukan adalah kami dapat menemukan audiens yang menyukainya,” katanya.

Nah, Webtoon mampu melakukan itu. Mereka memfasilitasi antara fan base yang masif dan kebutuhan industri film atau televisi. Mereka bisa mengakses data readership dan tren yang, menurut Levitz, bertanggung jawab atas 90% keputusan dalam menentukan apa komik yang bisa dijadikan proyek film atau TV.

Bukan hanya itu, Webtoon juga menjembatani existing fan base di seluruh lini entertainment global ke dalam platform mereka. Webtoon telah berkolaborasi dengan DC Comics, Marvel, dan Archie Comics untuk membuat imaji ulang IP ikonik mereka untuk audiens Webtoon.

Tahun lalu, mereka juga berkolaborasi dengan Hybe, pemilik label super grup BTS, untuk membuat webcomics yang menampilkan grup-grup musik K-pop milik Hybe. “Kami menolong perusahaan hiburan bertemu dan menyapa generasi fans yang baru,” ujar Kim Jun-koo.

Intinya, ekosistem yang terdiri dari kreator, konten, fans, dan data, ujar Levitz, adalah “Sesuatu yang akan membuat kami bukan hanya mengubah komik, hiburan, dan industri penerbitan, tapi juga cara menikmati cerita di seluruh dunia,” Kim Jun-koo menggambarkan ambisinya.

Bagaimana ambisi ini akan berujung, tentu masih harus dilihat perkembangannya. Pastinya, mereka kini terdepan, dengan para pemain lain yang terus mengintai, yang juga ingin menikmati kue yang kian gurih ini. (*)

Teguh S. Pambudi

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved