Trends Economic Issues

PLN Konversi Kapal Listrik di Cilacap

Foto : PLN.

PLN memberikan bantuan kapal bermesin listrik konversi, perangkat kontrol dan baterai kepada nelayan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Upaya ini merupakan bukti nyata PLN untuk mendorong masyarakat, khususnya nelayan untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung pemerintah dalam mencapai net zero emission (NZE) 2060.

Kapal Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) ini bisa menjadi solusi masa depan, mengingat kapal bermesin bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu penyumbang emisi karbon yang cukup besar. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan PLN telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.

Salah satunya dengan mendorong berbagai inovasi konversi dari kendaraan berbasis BBM ke listrik. Konversi ini tidak hanya untuk mobil dan motor, tetapi juga untuk kapal. “Dukungan PLN telah menciptakan ekosistem yang matang guna mengakselerasi transformasi sektor transportasi dari BBM yang berbasis impor dan tidak ramah lingkungan, ke energi listrik yang berbasis domestik yang lebih ramah lingkungan,” tutur Darmawan di Jakarta, baru-baru ini.

Darmawan memberikan gambaran perbandingan, emisi antara kendaraan BBM dan listrik yaitu, 1 liter BBM setara dengan 1,5 kWh listrik. Emisi karbon 1 liter BBM adalah 2,4 kg Co2 dan sedangkan emisi karbon 1,5 kWh listrik adalah 1,5 kg Co2 atau lebih rendah jika dibandingkan emsisi karbon BBM. “Artinya dengan beralih menggunakan listrik ini langsung berkontribusi pada pengurangan emisi,” ujar Darmawan.

Mochamad Soffin Hadi, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, menyampaikan program konversi kapal ini juga bertujuan untuk mendukung terbentuknya ekosistem perikanan ‘hijau’ (green fishery), sekaligus sebagai langkah besar dalam proses mengembangkan sebuah ekosistem kendaraan laut berbasis listrik. “PLN grup berkolaborasi bersama Pemerintah Provinsi Jateng dan Pemerintah Kabupaten Cilacap dalam membangun ekosistem kendaraan ramah lingkungan ini. Dimulai dari proses engineering desain dan suku cadang KBLBB, penyediaan ekosistem pengisian daya dan penukaran baterainya, instalasi dan konversi kapal nelayan, platform digital untuk sistem pengisian dayanya, termasuk operation & maintenance (O&M) juga dilakukan,” jelasnya.

Soffin menyebutkan pengembangan ekosistem tersebut juga akan mengakomodir kepentingan nelayan. Harga mesin kapal listrik akan dibuat ekonomis sesuai daya beli nelayan, selain itu juga akan didukung dengan tarif subsidi.

Dukungan penuh dari Pemerintah Daerah maupun Pusat, sehingga hal ini dapat menarik para mitra untuk berinvestasi membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).Selain kapal listrik, PLN juga membangun SPKLU di Dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pandanarang, Teluk Penyu, Cilacap yang bisa digunakan untuk pengisian daya kapal-kapal listrik.“Kini kami sedang mengembangkan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum agar penggunaan kapal listrik lebih mudah dan bisa lebih masif,” ujar Soffin.

Pada kesempatan terpisah, PLN mengembangkan program Electrifying Marine. Sepanjang semester I tahun 2023, pelanggan Electrifying Marine bertambah 2.169 pelanggan menjadi 39.913 pelanggan pada akhir Juni 2023.

Program Electrifying Marine merupakan layanan PLN untuk memudahkan pelanggan untuk mendapatkan layanan listrik kebutuhan penerangan kapal, mini coldstorage, serta kebutuhan tenaga listrik lainnya pada lokasi-lokasi dermaga, pelabuhan, kapal sandar, pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan tempat pelelangan ikan (TPI) di seluruh Indonesia.

Darmawan mengatakan Electrifying Marine membantu masyarakat meningkatkan produktivitas sektor perikanan dengan biaya murah dan waktu lebih efisien. Selain itu, program ini juga mendukung budidaya ikan lebih ramah lingkungan yang sejalan dengan upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s). Sepanjang semester I tahun 2023, program Electrifying Marine berhasil menyumbang konsumsi listrik sebesar 1.124 giga watt hour (GWh).

Salah satu pelanggan program Electrifying Marine, yang juga Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Sido Maju II, Harsono yang berlokasi di Jepara, Jawa Tengah mengatakan kelompok usahanya sudah merasakan manfaat program Electrifying Marine. Kelompok usahanya mampu menghemat biaya operasional hingga 40% dibandingkan saat menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

Harsono menceritakan kelompok usahanya mendapatkan bantuan biaya penyambungan listrik gratis dengan daya 11.000 volt ampere (VA) dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) PLN Unit Induk Pembangkitan (UIK) Tanjung Jati B. Ketersediaan listrik PLN mampu mengoptimalkan proses budidaya ikan bandeng dengan biaya yang lebih hemat dan efisien.

Harsono membandingkan biaya operasional yang jauh lebih murah berkat program Electrifying Marine tersebut.“Kincir kami dalam satu hari biasanya dioperasikan 7-8 jam pada malam hari. Bila menggunakan BBM biayanya Rp 32 ribu. Sehingga dalam 1 bulan mencapai Rp 960 ribu. Tapi bila menggunakan listrik biayanya hanya Rp 13 ribu. Total dalam 1 bulan hanya Rp 390 ribu. Jadi penghematannya mencapai 40%,” ujar Harsono.

Manfaat program Electrifying Marine juga dirasakan pelaku usaha dan masyarakat di Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung. Ketersediaan Anjungan Listrik Mandiri (ALMA) di pelabuhan tersebut bisa dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memenuhi kebutuhan listrik selama kapal bersandar, khususnya untuk kebutuhan cold storage yang semula berbasis bahan bakar minyak.

ALMA d memangkas biaya operasional nelayan hingga 60%. “Biasanya kapal yang bersandar bisa menghabiskan biaya bahan bakar minyak sebesar Rp 600.000 selama 8 jam bersandar. Dengan menggunakan ALMA, cukup mengisi token listrik sebesar Rp 200.000, sudah bisa memenuhi seluruh kebutuhan listrik selama kapal bersandar,” ungkapnya.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved