Technology Trends

Pendekatan Adopsi dan Bangun Jadi Pilihan Perbankan dalam Transformasi Digital

Riddhi Dutta, Regional Vice President, Asia, Backbase dan Ashish Kakar, Senior Director of Research, APAC, IDC dalam virtual media briefing, (22/8).

Backbase, perusahaan global di bidang engagement banking, merilis laporan Infobrief IDC yang berfokus pada wilayah Asia Pasifik (APAC), berjudul ‘Accelerating Customer-Centric Transformation by Balancing Build and Buy – A Collaborative Approach Towards Sustainable Digital Banking Architecture‘.

Studi ini mengungkapkan bahwa strategi ‘build’ dalam membangun platform perbankan masih belum dilirik oleh 68% CIO (ChiefInformation Officer) perbankan di Indonesia untuk melakukan transformasi digital.

Laporan ini mengambil insights dari 125 bank dan 316 CIO di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, dan menawarkan perspektif regional tentang transformasi digital. Infobrief menguji pendekatan bawaan yang sudah lama ada dalam membangun solusi internal untuk platform engagementbanking digital dan menemukan bahwa 65% bank menengah hingga besar di APAC telah memilih untuk membangun platform perbankan keterlibatan mereka secara internal untuk menuju digital transformasi.

Namun, 70% dari proyek ini gagal karena upaya internal yang mahal dan memakan waktu lama. Dari Infobrief ini, 80% platform engagement digital yang dibangun secara internal dengan anggaran lebih dari USD 10 juta (setara lebih dari Rp 153 miliar) berkinerja yang buruk dan belum menghasilkan Return-on-Equity (ROE) yang diinginkan dalam inisiatif digital mereka.

Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa bank-bank di Indonesia memiliki preferensi yang jelas untuk strategi Adopt & Build daripada Build. Khusus untuk bank di Indonesia, waktu yang dibutuhkan untuk memodernisasi sistem pembangunan membutuhkan waktu hampir dua kali lipat dibandingkan sistem pada platform Adopt & Build.

Misalnya, peluncuran saluran digital baru (seperti operasi untuk mobile dan cabang) untuk satu lini bisnis membutuhkan waktu sekitar 12 bulan. Namun, dengan memanfaatkan platform engagement banking digital, bank dapat secara bersamaan membangun kemampuan layanan pinjaman untuk UKM dan menyelesaikan proses tersebut dalam jangka waktu yang lebih singkat hanya dalam setengah tahun.

“Bank Indonesia (BI) menyatakan penggunaan sistem perbankan digital diperkirakan meningkat dari Rp40 ribu triliun (2021) menjadi Rp48 ribu triliun (2022) untuk mengimbangi tingginya nasabah digital di Indonesia. Membangun platform engagement banking yang berpusat pada kebutuhan nasabah adalah parameter penting dalam memodernisasi alur layanan perbankan bagi nasabah dan pemilik bisnis serupa, serta membangun ekosistem keuangan yang inklusif dan saling terhubung. Backbase berkomitmen untuk berinovasi dan membangun engagement digital dengan nasabah secara unik demi memenuhi kebutuhan bank-bank di Indonesia,” ujar Riddhi Dutta, Regional Vice President, Asia, Backbase.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan bank untuk fokus pada transformasi digital dan pengalaman pelanggan (customer experience) serta mendukung bank untuk menciptakan use cases perbankan baru di bidang open banking, banking as a service, dan kecerdasan buatan (AI). Namun, IDC menunjukan bahwa krisis talenta dan risiko migrasi akan mendorong kebutuhan untuk untuk penerapan pendekatan ‘Adopt & Build’ lebih lanjut.

“Membangun platform secara in-house telah menjadi strategi de-facto oleh bank, tetapi tidak lagi memungkinkan untuk memberikan kecepatan dan skala yang diperlukan untuk menjadi kompetitif. Kompleksitas yang datang dengan banyaknya lapisan data, saluran, fitur, dan integrasi hulu dan hilir yang perlu mendukung sistem lama dan modern untuk mengelola dan mengatur dengan cara yang canggih adalah titik dimana implementasi tersebut sulit dilakukan hanya secara internal saja,” jelas Ashish Kakar, Senior Director of Research APAC IDC.

IDC Infobrief menyoroti adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara pihak perbankan dan nasabahnya, dimana sebagian besar produk dan penawaran perbankan masih dianggap serupa dan terbatas. Berdasarkan data yang diambil dari Infobrief tersebut, perbankan dengan ukuran menengah dan besar di Indonesia dikategorikan ke dalam kategori bank di kuadran Watchers (pengamat), serupa dengan bank-bank di Vietnam dan Hong Kong.

Namun, perkembangan transformasi digital di Indonesia dinilai lebih lambat dibandingkan dengan dua negara lainnya dalam kategori ini. Menurut laporan tersebut, negara-negara di dalam kategori ini dianggap memiliki anggaran untuk dibelanjakan, tetapi masih membutuhkan bantuan untuk menentukan fokus pengeluaran dana untuk keperluan digital.

Analisis dalam IDC Infobrief menunjukkan bahwa pendekatan tersebut merupakan solusi pragmatis bagi bank untuk mempercepat upaya go-to-market mereka, dengan melakukan diferensiasi di area yang penting, alih-alih membangun kembali dari awal. Dengan mengadopsi platform kolaboratif dan mengembangkannya, perbankan dapat mencapai time-to-market 40% lebih cepat, di mana platform perbankan digital engagement dapat diluncurkan dalam kurun waktu 11 bulan, dibandingkan pendekatan tradisional “build” yang membutuhkan waktu 20 bulan. Selain itu, Adopt and Build terbukti 2,3 kali lebih hemat biaya dibandingkan dengan opsi build in-house.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved