Kiprah Sang Juragan Arang Shisha
Sejak kuliah, Sandilla Tristiany hobi berkeliling Indonesia. Dan, dari sanalah muncul satu kesadaran. “Saya melihat komoditas kita itu kaya. Tetapi kenapa petani-petaninya miskin?”
Mendapati banyak produk potensial untuk diekspor yang membantu kesejahteraan petani, perempuan yang akrab disapa Cindy ini tergerak. Debutnya pada 2011, memanfaatkan Alibaba, dia menjajal ekspor mutiara asal Lombok.
Langkahnya berlanjut. Tahun 2013, rumput laut diekspornya. Semuanya dipasarkan lewat Alibaba. Semuanya dinaungi lewat CV yang didirikannya, iTrade.
Nasib baik memeluknya. Cindy mendapat permintaan lebih besar lagi: gula jawa serbuk dari pembeli di Singapura. Untuk memenuhinya, iTrade bekerjasama dengan kelompok tani di Purbalingga.
Siapa nyana, langkahnya diapresiasi Jolkona, perusahaan nonprofit asal Amerika Serikat. Cindy mendapatkan kursus singkat dan bertemu pemilik perusahaan besar di AS. Di sinilah, peluang bagi perempuan 32 tahun itu makin terbuka lebar. Dia mendapat pesanan arang briket untuk shisha.
Cindy pun segera menggandeng sebuah pabrik pembuatan arang. Mereka memenuhi permintaan coconut charcoal itu pada 2018. Hasilnya?
Perjalanan tidak semudah dibayangkan. Sederet tantangan menghampiri: mesin kurang memadai, jenis kelapa tidak cocok, hingga mitra bisnis tidak memenuhi komitmen.
Cindy hampir patah arang. “Kelapa ternyata banyak sekali jenisnya. Tidak semua cocok, sehingga sempat ditolak buyer sebanyak dua kontainer,” kata pemegang gelar MBA dari Institut Teknologi Bandung ini.
Diakuinya, masa-masa itu lumayan sulit dan menantang. “Saya sempat mau menyerah. Beruntungnya, saat itu tiba-tiba datang buyer baru dari Inggris,” katanya.
Cindy pun kembali mengayun langkah. Berbekal keuntungan penjualan sebelumnya dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank, dia mengakuisisi pabrik arang tersebut serta memperbarui peralatan dan merombak organisasi.
Di sisi lain, pencarian kelapa juga menemui titik terang dengan menemukan jenis yang cocok. Dia lalu membuat tempat pembakaran kelapa (carbonizing) sendiri bekerjasama dengan petani di Bone, Sulawesi Selatan. Tahun 2021 dia mengibarkan PT Kooka Burra Indonesia sebagai manufacturing energy spesialis arang untuk barbeque dan shisha.
Kini Kooka Burra mencatatkan rata-rata penjualan 52 ton/bulan (US$ 30 ribu). Sebanyak 95% penjualannya untuk ekspor, yaitu ke Inggris, Jerman, Belgia, Prancis, Lebanon, Georgia, Turki, dan Israel.
Cindy mengatakan, salah satu kunci suksesnya adalah mendengarkan input dari pembeli. Ini yang membuat Kooka Burra bisa memberikan custom product dan menjadi original equipment manufacturer (OEM) bagi merek-merek mancanegara.
Untuk memberikan kualitas terbaik, Cindy telah menerapkan sejumlah otomasi dalam aktivitas di pabrik seluas 1.500 m2 yang berlokasi di Cibubur. Di antaranya, oven yang bisa dikendalikan jarak jauh. Selain itu, setiap produk dicatat informasinya di Google Drive, yang meliputi tanggal masuk bahan, drop test, nomor oven, hingga kode di setiap kemasan.
Adapun di tempat carbonizing, digunakan alat pembakaran tanpa asap (non-smoke carbonizing) sejak 2020. Dengan cara ini, Kooka Burra bisa mengatur suhu oven dari ponsel, dan buyer bisa melakukan tracking.
Dengan 23 karyawan, Kooka Burra bisa memproduksi arang berbentuk heksagonal, silinder, lingkaran, dan kubus dengan beragam ukuran. Pada aspek pemasaran, Cindy menggandeng diaspora Indonesia dan mengikuti pameran di luar negeri, termasuk Hannover Messe 2023 di Jerman.
Menurutnya, sebagai niche market, prospek bisnis ini cukup baik karena rasa shisha sangat tergantung pada kualitas arang. Dan, Indonesia adalah penghasil kelapa terbesar, termasuk pionir arang kelapa.
Melihat itu, Cindy bersiap melangkah lebih jauh. Dia sedang menyiapkan merek sendiri yang rencananya segera dirilis di Dubai. Juga tengah menyiapkan arang untuk penggunaan selain shisha. “Sedang tahap mencari investor,” ujarnya. (*)
Yosa Maulana