Grandville Food merupakan produsen makanan kid friendly yang turut tumbuh bersamaan dengan perkembangan ekonomi digital, khususnya e-commerce. Merek Grandville yang meluncur sejak tahun 2018 ditargetkan untuk para ibu milenial yang memiliki anak usia enam bulan sampai sembilan tahun, dengan menghadirkan produk abon untuk dijadikan bahan olahan masakan atau pendamping makanan.

Saat ini, Grandville memiliki dua kategori produk. Pertama, Ready to Eat Category, dengan tiga subkategori. Yaitu, Instant Meal dengan produk-produk seperti Crunchy Floss, produk abon yang memiliki beberapa varian (abon sapi, abon ayam, dan abon ikan); serta Snack dengan produk popcorn yang terdiri dari empat varian (Hokkaido Milk, Dulce Caramel, Crunchy Floss, dan Cheese Blast).

Kedua, Seasoning Category, dengan produk kaldu masak untuk pelengkap rasa menu anak tanpa menggunakan garam, gula, dan MSG. Produk ini hadir dengan tiga varian, yaitu kaldu sapi, kaldu ayam, dan kaldu salmon.

Perusahaan asal Surabaya, Jawa Timur, ini memulai distribusi produknya secara konvensional (offline) dengan target modern market yang berada di Jawa Timur dan merambah hingga DKI Jakarta. Selanjutnya, Grandville mengembangkan kanal penjualan e-commerce melalui marketplace.

Menurut William Arifin, Founder & CEO Grandville Food, pihaknya menggunakan pendekatan community-based activation untuk menggarap pasar e-commerce. Grandville menentukan siapa audiensnya dan mendekatkan diri melalui aktivitas berbasis komunitas untuk mengakuisisi new user sekaligus meningkatkan loyalitas existing user.

“Kami menggunakan integrated digital activity untuk mendapatkan brand awareness, seperti penggunaan media sosial, blog, public relations, dan key opinion leader (KOL) sebagai media pemasaran, dengan e-commerce sebagai channel penjualannya,” kata William.

Menurutnya, Grandville terus berupaya menjalankan aktivitas branding yang memiliki kredibilitas di mata para ibu milenial di Indonesia. Apalagi, ada kecenderungan segmen ibu milenial ini sangat kritis dalam memilih produk untuk anak.

“Karena itu, informasi mengenai produk dan brand yang hadir dalam multiplatform dengan brand message yang konsisten sangat diperlukan,” katanya.

Untuk itu, William menjelaskan, Grandville melakukan sejumlah langkah digital brand activation dengan memanfaatkan kampanye media sosial, baik secara organik maupun berbayar (paid), endorsement campaign dan PR campaign yang dikemas secara terintegrasi satu sama lain. Grandville juga melakukan offline activity untuk menunjang merek, seperti offline event, serta mengadakan community gathering dengan seluruh pendukung Grandville, yaitu para “Momvilles” (sebutan untuk ibu-ibu pengguna produk Grandville) serta mitra Grandville, seperti KOL, afiliator, dan media.

Grandville hadir hampir di semua platform e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, Tiktok, Lazada, Blibli, dan Orami. Untuk pricing strategy, pada prinsipnya perusahaan ini menggunakan pendekatan berbasis pada value, dan menjaga harga tetap terjangkau.

Salah satu DNA Grandville, lanjut William, adalah customer focus, menitikberatkan pada kepuasan pelanggan, sehingga peran customer service sangat krusial. Perusahaan ini membentuk guideline sedetail mungkin yang berfokus pada kepuasan, pelatihan berkala, review & monitoring berkala, serta langkah pengembangan untuk menghadirkan layanan yang lebih baik.

Dari sisi kinerja bisnis, William mengakui pertumbuhan terpesat Grandville terjadi pada 2020-2022. Menurutnya, tahun 2023 bukan merupakan tahun terbaik bagi hampir seluruh pemain digital karena menurunnya pertumbuhan secara keseluruhan pada dunia digital walaupun secara bisnis Grandville masih tumbuh hingga 50% YoY pada tahun 2023.

“E-commerce masih tetap menjadi tulang punggung dalam kanal penjualan Grandville, tetapi fokus Grandville ke depan adalah mengembangkan kanal penjualan lainnya untuk memperbanyak dan memperbesar revenue stream,” katanya. (*)

Jeihan K. Barlian

www.swa.co.id