Diaspora

Melalui Nesia Food, Produk Asal Indonesia Dikenal di Seluruh Eropa

Takim Santosa, pemilik Nesia Food VOF (Foto: Friska Yolandha/Republika).
Takim Santosa, pemilik Nesia Food VOF (Foto: Friska Yolandha/Republika).

Produk Indonesia sangat diterima oleh masyarakat Belanda. Hal inilah yang mendorong Takim Santosa memulai bisnis sebagai importir produk Indonesia ke Belanda.

“Dulu saya bekerja di importir lain, kemudian setelah punya pengalaman di sana, saya coba merintis sendiri enam tahun yang lalu,” kata Takim saat ditemui di gudang miliknya di Den Haag, Belanda, beberapa waktu lalu.

Takim pun mendirikan Nesia Food VOF. Pemilihan nama ini cukup unik. Takim mengatakan, selama ini banyak perusahaan Indonesia yang memilih nama ‘indo’ sebagai nama perusahaan.

“Kalau saya pakai belakangnya, ‘nesia’,” kata Takim.

Produk yang diimpor oleh Takim adalah makanan-makanan kering seperti mi instan, kopi sachet, saos, teh kemasan, bahan puding, hingga produk-produk mentah seperti tapai, cumi asin, daun salam, dan petai. Tak hanya itu, Takim melalui VOF Nesia Food juga mengimpor produk-produk milik pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

Dengan latar belakang masyarakat Belanda yang sudah memiliki hubungan dekat dengan Indonesia, produk-produk Indonesia sudah sangat diterima. Mereka sudah mengenal mi instan, saos sambal, kecap, dan produk herbal Indonesia.

Takim mengatakan, produk impor Nesia Food tidak hanya beredar di Belanda tetapi juga di hampir seluruh negara di Eropa. Bahkan, beberapa waktu terakhir Nesia Food telah hadir di platrofm e-commerce sehingga produk Indonesia bisa lebih dikenal dan mudah didapatkan oleh masyarakat di seluruh Eropa.

“Pasar kami juga di luar Belanda seperti Swedia, Finlandia, dan Yunani, kita juga tambah pemasaran online sehingga penjualan kita semakin luas,” kata pria asal Surabaya tersebut.

Takim mengakui, bisnis impor produk asal Indonesia gampang-gampang susah. Gampangnya, produk ini sudah dikenal oleh masyarakat Belanda. Sulitnya, adalah perizinan yang ketat di pelabuhan Belanda.

“Kami menghadapi beberapa aturan yang membuat sejumlah produk tertentu dilarang masuk Eropa,” katanya.

Selain itu, Takim juga mengalami kesulitan ketika mendapatkan produk UMKM Indonesia yang dikimkan tidak sesuai standar Eropa. Barang-barang yang tidak boleh masuk Eropa itu terpaksa dimusnahkan.

“Sebetulnya yang penting kita tahu regulasinya dulu, produk apa yang boleh dan tidak boleh masuk ke Eropa, kalau sudah seperti itu, akan mudah untuk mengimpor,” katanya.

Dalam sebulan, Nesia Food dapat mengimpor satu hingga dua kontainer produk Indonesia. Produk itu langsung dikirim ke seluruh Eropa. Tingginya minat Eropa terhadap produk Indonesia membuat gudang Takim di Den Haag selalu penuh dan cepat kosong.

Takim pun memiliki keinginan untuk memperluas dan membeli gudang agar dapat menampung lebih banyak produk. Selama ini, Takim masih menyewa gudang di pusat perundangan Den Haag.

“Selama ini kita masih sewa, itu kan masuk ke biaya saja, nanti mungkin kita bisa beli sendiri agar bisa investasi,” kata Takim.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menyambut baik niatan Takim tersebut. Sebagai orang yang telah lama di dunia ekspor-impor, Takim adalah salah satu pengusaha yang bisa mendapatkan pembiayaan dari BNI.

“Ya mungkin tidak hanya saya, BNI juga bisa bantu pengusaha lain dalam mengembangkan usahanya,” ucap Takim.

Chief Representative Office BNI Amsterdam, Dwi Wibowo, mengatakan BNI bisa memberikan pembiayaan kepada pengusaha diaspora yang ada di Belanda. Pengusaha wajib memiliki badan hukum untuk mendapatkan pembiayaan dari BNI.

Selain itu, pengusaha diminta memiliki laporan keuangan yang baik selama tiga tahun terakhir. Kemudian, pengusaha dilarang melakukan usaha yang ilegal baik di Indonesia maupun di Belanda.

“Laporan keuangan harus bagus, karena ini merupakan regulasi di OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” kata Dwi.

Sumber: Republika.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved