Trends Economic Issues

Masa Depan Fintech di Indonesia

Teknologi finansial (fintech) telah mengalami lonjakan yang luar biasa di masa normal baru akibat pandemi COVID-19. Potensi pertumbuhan pengguna yang tinggi dan peningkatan transaksi digital yang signifikan ke depannya akan mendorong kemajuan fintech.

Dalam East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2023 menunjukkan sektor fintech di Indonesia memiliki masa depan yang menjanjikan dan diperkirakan akan mendorong nilai transaksi. Prospek positif ini berkaitan erat dengan hubungan antara jumlah transaksi digital, literasi keuangan, dan inklusi keuangan.

Pheseline Felim, Head of Media and Marketing East Ventures menjelaskan, literasi keuangan melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri yang membentuk sikap dan perilaku pengambilan keputusan dan perencanaan keuangan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan. Literasi keuangan membantu individu untuk membuat pilihan yang tepat tentang produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

“Sebaliknya, inklusi keuangan berarti individu dan bisnis memiliki akses terhadap produk dan layanan keuangan yang bermanfaat dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti transaksi, pembayaran, tabungan, kredit, dan asuransi, yang dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan,” kata Felim, Rabu (20/09/2023).

Laporan EV-DCI 2023 menunjukkan peningkatan transaksi digital melonjak sebesar 32% dibandingkan tahun 2019. Lonjakan ini disertai dengan peningkatan literasi keuangan sebesar 17% dan peningkatan inklusi keuangan sebesar 20%. Data ini mengindikasikan adanya kemajuan dalam hal kesadaran dan akses terhadap sarana finansial demi stabilitas dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.

Menurut Felim, salah satu pendorong utama kesuksesan fintech di Indonesia adalah adopsi platform pembayaran digital yang cepat. Platform-platform ini telah menyederhanakan transaksi seperti e-wallet, internet banking, dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang berkontribusi pada pergeseran dari aktivitas keuangan tradisional offline ke online.

Sebelum pandemi, penggunaan dompet digital hanya sekitar 10%. Namun, sepanjang tahun 2020, terjadi peningkatan persentase penggunaan dompet digital yang cukup signifikan, yaitu mencapai 44%.

“Karantina dan pembatasan sosial selama pandemi mempercepat adopsi belanja online, menjadikan e-commerce sebagai sarana untuk konsumen dan bisnis. Hasilnya pertumbuhan e-commerce yang luar biasa sebesar 40% YoY dalam e-commerce selama semester pertama tahun 2022. Lebih mengesankan lagi, 53% pengguna e-commerce lebih memilih e-wallet. Artinya, kepercayaan yang semakin meningkat terhadap pembayaran digital,” ujarnya.

Tantangan dalam perjalanan perkembangan fintech

Terlepas dari pertumbuhan yang mengesankan di sektor fintech, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat kesenjangan sebesar 8,3% antara literasi dan inklusi keuangan di platform fintech. Hal ini menandakan bahwa beberapa individu mengetahui layanan fintech tetapi membutuhkan lebih banyak informasi untuk mengaksesnya.

Kesenjangan dalam literasi keuangan dan inklusi keuangan juga terlihat jelas di beberapa provinsi. Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara memiliki tingkat inklusi keuangan yang tinggi namun tingkat literasi keuangan yang rendah.

“Kesenjangan pengetahuan ini membuat mereka terpapar pada risiko dampak bermunculannya pinjaman online (pinjol) ilegal. Antara tahun 2018 dan 2022, pihak berwenang telah menutup setidaknya 4.432 kasus pinjol ilegal.Ini mengindikasi betapa seriusnya masalah ini,” ucapnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, ia menilai pemerintah Indonesia telah mengambil langkah proaktif dengan menerapkan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) untuk tahun 2021-2025. Strategi ini bertujuan untuk mencapai inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024.

Melalui strategi yang dirumuskan tersebut, pemerintah telah meluncurkan beberapa inisiatif, termasuk membuat Massive Open Online Courses (MOOC) dan menyediakan kalkulator keuangan di situs web OJK untuk menilai kesehatan keuangan dan menyusun rencana keuangan yang baik. Para pemain fintech, termasuk perusahaan dan asosiasi, telah menyelaraskan inisiatif mereka dengan strategi SNLKI.

Salah satu contohnya adalah Hijra (sebelumnya bernama ALAMI), platform teknologi keuangan Islam yang diinvestasi oleh East Ventures. Model bisnis Hijra bertujuan untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan.

Strategi utama Hijra adalah mendanai UMKM, memberikan manfaat kepada lebih dari 1.000 perusahaan yang sebelumnya kesulitan mengakses pinjaman dari bank-bank tradisional, serta membantu lebih dari 4.000 startup dan UMKM melalui bimbingan, kursus, lokakarya, dan pendanaan. Inisiatif-inisiatif ini menjadi contoh bagaimana platformfintech – menjembatani kesenjangan keuangan dan mendorong literasi keuangan di segmen populasi yang kurang terlayani.

“Perjalanan menuju inklusi keuangan yang adil melalui fintech di Indonesia ditandai dengan kemajuan, tantangan, dan solusi kolaboratif. Dengan inisiatif pemerintah yang strategis, pelaku fintech yang inovatif, dan meningkatnya pengguna layanan keuangan digital oleh masyarakat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi negara yang lebih inklusif dan berdaya secara finansial,” ungkapnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved