Trends

Pakai Teknologi Blokchain, CXR Ramaikan Pasar Karbon Indonesia

Peluncuran CXR

Perusahaan penyedia layanan teknologi afiliasi Bank Rakyat Indonesia, PT Bringin Inti Teknologi (BIT) memperkenalkan inovasi terbarunya, Carbon eXchange Rakyat (CXR). CXR merupakan platform yang bertujuan memfasilitasi dan mendemokratisasi perdagangan karbon, guna mengoptimalkan potensi pasar karbon di Indonesia.

Industri karbon menjadi perhatian mengingat perubahan iklim turut menjadi tantangan ekonomi global. Perdagangan kredit karbon, khususnya berbasis sukarela (voluntary carbon market), menjadi salah satu solusi utama bagi negara-negara dalam meratifikasi Paris Agreement untuk memperlambat laju perubahan iklim.

Sebagai pemilik hutan hujan tropis terbesar ketiga dan penyimpan 17% cadangan blue carbon dunia, Indonesia punya potensi untuk menyerap setidaknya 113.8 giga ton emisi karbon global. Meski begitu, pelaksanaan pasar karbon sukarela (voluntary market) di Indonesia masih terbatas pada komunitas tertentu, dan membutuhkan transparansi, baik dari harga, entitas penjual, dan pembelinya.

Memahami tantangan tersebut, BIT mengembangkan CXR yang berfokus pada voluntary market baik individu maupun korporasi. Harapannya melalui platform ini akan meningkatkan aksesibilitas pasar karbon, sehingga korporasi maupun individu dapat secara kolektif berperan dalam membatasi kenaikan suhu global.

Dalam media gathering di Jakarta, Senin (25/09/2023), Nitia Rahmi, Head of Blockchain, Digital Banking Development and Operation Division BRI mengatakan, CXR bekerja sama dengan BRI terkait layanan finansial dan market insight. Pihaknya akan secara aktif mendukung inisiatif yang berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan di seluruh lini rantai pasok.

“Kami ingin membantu pemerintah untuk mencapai target emisi karbon, terutama karena BRI punya customer base yang banyak hampir 100 juta customer, maka melalui ritelisasi CXR diharapkan bisa mempercepat pencapaian target emisi tersebut. BRI juga memiliki nasabah perusahaan yang aktif mengemisi karbon, tentunya kami ingin memberikan layanan supaya mereka dengan mudah membeli karbon kredit atau meng-offset kan karbon emisinya,” ujarnya.

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa cara kerja CXR sama halnya seperti marketplace di mana masyarakat bisa mendaftarkan dirinya baik menjadi buyer ataupun seller. “Misalnya ketika kita punya proyek karbon, kita daftarkan di CXR sebagai seller dan akan diverifikasi. Jadi sebagai project owner tidak perlu membuat website sendiri. Exposure-nya juga akan lebih besar,” ungkap Nitia.

CXR juga menyediakan kalkulator karbon untuk memudahkan masyarakat menghitung emisi karbon.“Saat ini baru tersedia untuk individu. Disitu kita bisa menghitung karbon emisinya, jarak dari rumah ke kantor, pakai kendaraan apa, listrik di rumah seperti apa. Bahkan, meeting pun bisa kita masukan, yang hadir berapa orang,” jelas Nitia.

Guna memfasilitasi jual beli kredit karbon dengan aman, transparan, dan sustainable, CXR menggunakan teknologi berbasis blockchain. Teknologi tinggi blockchain ini sifatnya private dan diklaim memiliki keamanan terjaga.

“Blockchain disini jangan dibayangkan blockchain seperti crypto atau blockchain public. Data-data jual beli akan tercatat di blokchain sehingga tidak ada super admin yang bisa meng-update atau memanipulasi data tersebut,” lanjutnya.

CXR memperjualbelikan kredit karbon dari proyek-proyek asli Indonesia yang telah tervalidasi dan memenuhi sertifikasi baik nasional maupun global. Untuk itu, kata Nitia, CXR membuka gerbang kolaborasi sebesar-besarnya dengan berbagai pihak di industri hijau dan karbon.

Salah satunya, kolaborasi dengan CarbonEthics guna memastikan proyek-proyek di CXR memiliki integritas dan dampak berkelanjutan untuk masyarakat dan lingkungan. Linda Hartono, Senior Brand Manager CarbonEthics menuturkan, sejak 2019 pihaknya fokus untuk mengembangkan projek-projek reforestasi, restorasi hutan mangrove terutama di bagian ekosistem karbon biru.

Adapun proyek CarbonEthics yang telah tercatat (listing) di platform CXR di antaranya, Katingan Mentaya Project dan tiga proyek lain yang masih dalam tahap pengembangan yakni rehabilitasi mangrove di Bali, Pantai Indah Kapuk, dan Karawang.

“Restorasi itu tidak bisa menanam saja, tapi kita juga harus engage dengan komunitasnya. Karena yang kita mau dari proses rehabilitasi ini adalah apa yang sudah kita tanam itu bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun untuk anak cucu kita,” ucap Linda.

Ditanya soal target pengguna, Andhika Gannersha Gemilang, Executive Vice President Digital Platform Solution & Services PT Bringin Inti Teknologi menyebut bahwa di tahap awal ini BIT dan CXR masih fokus untuk peningkatan awareness kepada masyarakat luas.

“Perubahan iklim itu barang lama, tetapi yang kami jual ini barang baru dan tidak terlihat. Jadi di tahap awal ini kita awareness dulu, menciptakan urgensi di masyarakat untuk ikut serta ke dalam perbaikan iklim,” katanya. Saat ini, kata dia, CXR menyasar usia produktif yang sudah bekerja selama 5-15 tahun. Artinya, masyarakat yang memiliki penghasilan lebih untuk dialokasikan ke arah isu perubahan iklim.

Ke depannya, CXR akan terus mengeksplorasi potensi-potensi pasar karbon di Indonesia, seperti ritelisasi hingga penjualan ke secondary market atau bursa karbon. Hal ini bertujuan agar CXR mampu menjadi solusi end-to-end bagi penjual dan pembeli kredit karbon. Hingga pada akhirnya, mampu berkontribusi pada pemenuhan target Nationally Determined Contributions (NDC) dan misi Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2060.

“Kita pastinya akan lakukan bertahap, kita akan posting di media sosial CXR maupun partnership dengan BRI. Lalu kita evaluasi setiap campaign yang dilakukan. Untuk target bisnis sebetulnya tidak agresif, karena ini lebih ke arah meningkatkan awareness masyarakat terhadap lingkungan. Namun kita akan selalu improve dengan melihat feedback dari masyarakat,” jelas Nitia.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved