Marketing

Jurus Ria Templer Meracik Kebangkitan Bisnis Utama Spice

Jurus Ria Templer Meracik Kebangkitan Bisnis Utama Spice

Ria Templer pada 2009 melanjutkan tongkat estafet perusahaan yang didirikan orang tuanya. Utama Spice, demikian nama perusahaannya, adalah produsen produk perawatan tubuh dan kulit (skincare).

Ria Templer, generasi ke-2 Utama Spice.

Cikal bakal Utama Spice berawal pada 1989. Kala itu, Dayu Suci, ibunya Ria, bersama Melanie Templer meracik ramuan berbahan alami untuk dibagikan kepada keluarga dan sahabat. Duo sekawan ini berupaya melestarikan pengetahuan dan tradisi pengobatan herbal di Bali. Kala itu, niat Dayu dan Melanie sebatas untuk memberdayakan perempuan di Ubud. Itulah sebabnya, mereka tak mengejar margin profit yang tinggi.

Mereka cukup bahagia memberikan manfaat kepada warga lokal. Berbagai produk yang dikreasikan perempuan Ubud ini dibeli oleh pengelola jasa spa, salon, dan hotel serta produk kustomisasi (made to order). Laju bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini kian menggelinding mulus.

Guna mengembangkan bisnisnya, pada 2000 Dayu mendirikan perseroan terbatas (PT) agar memudahkan ekspansi bisnis. Dia pun merekrut tenaga profesional. Perusahaan ini memiliki pabrik dan toko di Ubud.

Saat itu, Dayu memberikan kepercayaan kepada salah satu direktur untuk mengelola operasional perusahaan. Sayang, direktur ini menyia-nyiakan amanah yang diberikan Dayu. Arus kas perusahaan karut marut. Ria turun gunung untuk menyelamatkan perusahaan keluarganya ini.

“Kejadian itu menambah keyakinanku untuk menyelamatkan bisnis keluarga dan ikut terlibat mengelola bisnis perusahaan,” ungkap Ria yang kembali ke Bali setelah berkarier di London, Inggris. Pada 2009, krisis keuangan global kian memantiknya untuk kembali ke kampung halaman.

Saat itu, kondisi keuangan perusahaan cukup memprihatinkan. Dana perusahaan hanya cukup untuk membayar gaji karyawan. “Saat bergabung di Utama Spice, aku seperti masuk ke dalam bus yang bannya kempes, tetapi bus itu harus jalan,” ucapnya menggambarkan kondisi perusahaan yang nyaris bangkrut.

Langkah taktis segera diayun. Ria merekrut eksekutif untuk menggantikan salah satu direktur tersebut. Sang direktur anyar ini disokong oleh 15 karyawan .

Langkah berikutnya, Dayu melakukan rebranding, menambah varian produk, memutakhirkan sistem inventori dan operasional, serta mendaftar perizinan ke regulator. “Penamaan brand Utama Spice direalisasi saat aku mengambil alih bisnis ini,” ujar Ria.

Selanjutnya, dia mendaftarkan produk Utama Spice ke Badan Pengawas Obat dan Makanan pada 2010. Dia bolak-balik Bali-Jakarta tatkala memproses perizinan ke kantor BPOM di Jakarta. Lisensi dari regulator pun digenggamnya.

Ria menguras dana dari koceknya untuk membiayai operasional Utama Spice. Misalnya, membuat produk yang belum tentu diminati konsumen. Guna menjaga atmosfer positif di internal perusahaan, dia rutin menjalin komunikasi dengan karyawan untuk memupuk sikap saling percaya dan menghormati kendati kondisi keuangan perusahaan sangat memprihatinkan.

Tak mau ambil pusing, Ria bersama pegawai segera tancap gas. Mereka bahu-membahu memasarkan produk dan menjalin kemitraan dengan jaringan ritel farmasi. Produk Utama Spice acap ditolak pengelola jaringan ritel, tapi Ria tak mudah mengibarkan bendera putih.

Lantas, dia gencar mengaktivasi kampanye meningkatkan citra merek (branding awareness). “Strategiku adalah menjual produk dan story telling,” ujarnya.

Menyodorkan Narasi

Saat itu, narasi yang dikreasikan Utama Spice ialah memberdayakan perempuan, menggunakan bahan-bahan alami, tidak mengancam lingkungan, dan tidak melukai hewan. ”Aku menjual cerita sebelum menjual produk. Kebetulan, mayoritas konsumen berasal kalangan wanita. Narasi dari cerita kami adalah Utama Spice memberdayakan perempuan di Ubud. Jadi, konsumen yang membeli beli produk kami ini turut serta men-support perempuan,” kata Ria menjabarkan strateginya.

Pelan-pelan, Utama Spice menembus Guardian dan Watson. Produknya nangkring di etalase jaringan toko ini. Ria mengamati produk perawatan tubuh dan kulit berbahan alami dari Bali belum tersedia di jaringan ritel ini. “Ini kesempatan yang menjadi selling point kami bisa bermitra dengan Guardian dan Watson,” ungkapnya. Dua tahun kemudian, Ria membuka toko Utama Spice di Ubud.

Ria mengapresiasi ibunya yang membagi pengetahuan mengenai manfaat tumbuhan. Adapun paman Ria menjadi mentor bisnisnya.

“Saat itu, saya berusia 21 tahun, masih muda. Di umur itu, saya masih berani untuk membuat kesalahan besar dan mengambil risiko yang cukup besar saat itu,” katanya. Keberaniannya mengambil risiko diiringi ikhtiar yang terstruktur untuk memulihkan laju omzet perusahaan.

Ria getol melakukan pemasaran digital di Facebook, TikTok, dan Instagram. Konten produknya dirancang agar informatif. Perlahan-lahan, konsumen kian meminati produk Utama Spice. Omzet pun kian meningkat.

“Rata-rata pertumbuhan penjualan sebelum pandemi Covid-19, sebesar 15%-20% per tahun,” ungkap Ria. Penjualan di tahun 2023 ini masih stabil kendati dana perusahaan tersedot untuk memulihkan aset yang terbakar di gudang Utama Spice pada tahun lalu.

Ria berhasil mengirim produknya ke konsumen di Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, yang dijual melalui butik dan spa. Kini ada tujuh gerai Utama Spice, dua di Jakarta dan lima di Bali. Penjualan di kanal konvensional berkontribusi 60% dan di toko online 40%

Kini, Ria bersama 60 karyawannya memproduksi 107 varian Utama Spice. Sebut saja, dupa, essential oil, face care (serum, face mask, facial wash, dll.), serta body and bath (sabun, deodoran, sampo, dll). Penjualan terbanyak adalah serum wajah, sabun, dupa (ekspor), serta essential oil.

Menurut Ria, kunci suksesnya mengelola bisnis adalah tidak takut gagal, terus belajar, fleksibel, saling percaya, dan berinovasi. “Kami berinovasi memiliki refill station di setiap store untuk mendorong konsumen melakukan isi ulang dengan wadah sendiri. Selain itu, kami juga menjual produk dengan menggunakan kaleng. Jadi, mereka punya alternatif pilihan melakukan refill di offline atau di online,” tuturnya. Pengemasan produk mengedepankan prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan.

”Target dan rencana ke depan, kami ingin fokus membuat produk yang aman dan ramah lingkungan. Selain itu, kami juga akan terus berinovasi di facial care dan fokus mengganti packaging plastic untuk mengurangi sampah plastik,” Ria menandaskan. (*)

Anastasia Anggoro Suksmonowati & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved