Business Research Trends

70% UMKM Bangun Bisnis dari Tabungan Pribadi

Laporan Modalku bertajuk ‘Perilaku Keuangan dan Pembayaran Digital UMKM’ mengungkapkan, sekitar 70% UMKM di Asia Tenggara memulai bisnis mereka dengan modal awal yang diperoleh dari tabungan pribadi maupun dukungan finansial dari keluarga atau teman, khususnya di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Sementara 23% UMKM berhasil mendapatkan pendanaan dari bank tradisional, dan 7% sisanya beralih ke alternatif pendanaan seperti perusahaan fintech.

Survei tahun 2023 terhadap 977 UMKM ini dilakukan di lima negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Responden pada laporan ini masuk dalam kategori usaha mikro (74%) dan pemilik usaha (63%), yang mana responden tersebut merupakan penerima dana Grup Modalku (59%) dan bukan penerima dana Grup Modalku (41%).

Country Head Modalku Arthur Adisusanto menyampaikan, laporan ini bertujuan untuk melihat perilaku dan tantangan yang dihadapi UMKM dan bagaimana penggunaan fasilitas pendanaan dan pembayaran digital dapat menciptakan peluang dan efisiensi bisnis.

“Survei ini menegaskan dan memperluas pemahaman kami tentang UMKM untuk melayani mereka lebih baik, dengan mempermudah akses pendanaan yang dihadirkan dan mulai masuk ke dalam manajemen arus kas, yang akan diterapkan pada produk kami,” ujarnya.

Di Indonesia, mayoritas UMKM mendapatkan sumber modal awal dari uang tabungan, dukungan keluarga dan teman (51%), kemudian diikuti oleh bank tradisional (31%), sumber pendanaan alternatif seperti perusahaan fintech (10%), dan sisanya dari investor (3%).

Terungkap pula bahwa kebutuhan UMKM Asia Tenggara terhadap produk perbankan dan keuangan sangat bervariasi. Pendanaan berjangka bisnis (Business Term Loan) merupakan produk yang paling banyak digunakan (49%) dan merupakan kontributor pendanaan terbesar (41%) di kawasan ini.

Adapun di Indonesia, produk business term loan merupakan pendanaan bisnis yang memberikan kontribusi terbesar (74%). Lalu diikuti oleh produk account payable financing (25%) dan produk invoice financing (22%). Selain itu, responden di Indonesia juga mengatakan bahwa mereka menggunakan produk manajemen biaya (21%), transaksi lintas-negara (13%) dan sisanya menggunakan fasilitas pembayaran dengan kartu (8%).

Lebih dari sepertiga responden juga mengatakan akses terhadap pembiayaan (termasuk pendanaan dan kartu kredit) dan pemenuhan pembayaran (kepada pemasok atau vendor yang mungkin tidak menawarkan pilihan pembayaran yang fleksibel) merupakan permasalahan utama hutang mereka. Kekhawatiran lainnya mencakup pemantauan dan pelaporan hutang, mendapatkan persetujuan pembayaran, dan mencocokkan faktur dengan pesanan pembelian dan tanda terima.

Dari sisi pembayaran, transfer bank masih menjadi metode pembayaran paling populer bagi UMKM di negara dimana Grup Modalku beroperasi. Hampir 90% UMKM membayar supplier melalui transfer bank dan 88% menerima pembayaran dari pelanggan melalui metode yang sama. Namun, transaksi tunai masih memainkan peran besar di mana 51% responden di Indonesia mengatakan bahwa mereka mengandalkan uang tunai untuk membayar supplier dan menerima pembayaran dari pelanggan.

Di samping itu, responden mengatakan bahwa mereka juga menerima pembayaran dari pelanggan melalui e-wallet (27%), cheque (14%), dan virtual account (12%). Sementara untuk pembayaran ke supplier, responden menggunakan cheque (17%), virtual account (8%) dan sisanya melalui e-wallet (4%).

Perilaku lain dari UMKM yang ditemukan pada responden di seluruh wilayah operasi Grup Modalku, responden mengatakan bahwa pengeluaran terbesar mereka adalah untuk operasional sehari-hari (32%) serta inventaris dan perlengkapan (32%). Di Indonesia, pengeluaran biaya operasional cukup mendominasi (40%). Biaya terbesar selanjutnya adalah pembelian inventaris dan perlengkapan (16%), perbaikan dan pendanaan proyek mendesak (14%), serta gaji karyawan (12%).

Suku bunga yang rendah menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi UMKM untuk berpindah merek. Lebih dari setengah (62%) UMKM di wilayah ini cenderung berpindah merek karena ketidakpuasan mereka terhadap pengalaman yang ditawarkan. Khususnya UMKM di Indonesia, rekomendasi dari kolega menjadi faktor yang cukup mempengaruhi keputusan dalam memilih merek atau fasilitas finansial (23%, dibandingkan dengan rata-rata regional sebesar 15%).

“Meski dengan tantangan makroekonomi yang baru-baru ini terjadi, Asia Tenggara tidak terdampak sebesar wilayah lain di dunia. Ini yang mendorong perusahaan pembiayaan tradisional dan digital untuk menciptakan solusi inovatif bagi UMKM. Namun, banyaknya pilihan tidak berarti akses pendanaan menjadi lebih mudah,” tuturnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved