Trends

Perubahan Iklim, Mimpi Buruk Dunia Kopi

Press Conference Indonesia Coffee Summit 2023.

Perubahan iklim (climate change) adalah mimpi buruk bagi dunia perkopian. Dua varian utama kopi dunia, arabika dan robusta yang tumbuh optimal di rentang suhu 18-22 C dan 22-28 C akan terganggu produksinya di tengah suhu bumi yang kian panas.

Hal tersebut diungkapkan Global Coffee Trader Moelyono Soesilo dalam konferensi pers Indonesia Coffee Summit 2023 di Jakarta. Menurutnya, cuaca yang tak menentu, curah hujan yang tidak teratur, badai, atau kekeringan berkepanjangan yang disebabkan perubahan iklim mengakibatkan ‘kejutan sistematik’ bagi harga komoditas kopi dunia. Belum lagi, adanya persebaran hama dan penyakit, serta praktik bertani yang tak lagi sesuai juga akan berdampak pada keberlanjutan produksi kopi.

Moelyono menilai, di era perubahan iklim, kecocokan penanaman kopi di empat negara produsen kopi terbesar dunia Brazil, Vietnam, Kolombia, dan Indonesia menurun. Sebaliknya di negara seperti USA, Argentina, Uruguay, dan Cina tingkat kecocokannya meningkat.

“Akibatnya peta kompetisi kopi dunia juga akan bergeser. Perubahan iklim akan mendisrupsi pertanian, perdagangan, dan bisnis kopi global dan akan mengubah lanskap persaingan persaingan produsen-produsen kopi di seluruh dunia,” ucap Moelyono Soesilo dalam press conference Indonesia Coffee Summit 2023 di Jakarta (11/10/2023).

Climate Specialist Low Carbon Development Indonesia (ICDI) Kementerian PPN atau Bappenas Nurul Risdayanti mengungkapkan, faktor iklim merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman kopi. Perubahan iklim yang terjadi dapat memberikan dampak penurunan terhadap kuantitas dan kualitas produksi kopi. Iklim yang tidak sesuai akan mendukung pertumbuhan tanaman menurun, daun menguning, bunga gugur, percepatan fase pertumbuhan sehingga menurunkan kualitas, tanaman mati, serta memicu hama dan penyakit tanaman yang dapat merusak tanaman kopi.

“Dampak perubahan iklim tidak hanya berpengaruh pada produksi kopi saja, namun juga berpengaruh terhadap rangkaian aktivitas lain pada rantai nilai kopi. Produksi kopi yang buruk akan menghasilkan kualitas yang buruk, sehingga terjadi penurunan harga jual,” kata Nurul dalam artikelnya, dikutip Kamis (12/10/2023).

Menurut Nurul, saat ini, tuntutan permintaan produksi kopi dengan kualitas yang baik terus meningkat, bukan hanya di tingkat lokal tetapi juga global, sedangkan risiko perubahan iklim terus meningkat. Oleh karena itu aksi ketahanan iklim yang terintegrasi dalam jangka panjang dan bersifat menyeluruh sangat dibutuhkan.

Selain kopi, perubahan iklim memang memberikan dampak paling besar terhadap sektor pertanian seperti padi, jagung dan kebutuhan pokok yang menggantungkan produksi pada kondisi alam atau cuaca. Seperti contoh, Indonesia saat ini bersiap impor beras karena hasil produksi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Presiden Jokowi mengungkapkan, impor beras diperlukan karena untuk menghadapi El Nino dan musim kemarau yang diprediksi lebih panjang. Diketahui, El Nino membuat produksi padi menurun sehingga diperlukan impor.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved