Management Trends

Jurus Bobobox Ciptakan Bisnis yang Berkelanjutan

Konpers Bobobox dan Fairatmos dalam menyediakan toggel carbon offset. (foto Ubaidillah/SWA)

Sejak didirikan pertama kali pada 6 tahun lalu, Bobobox berinisiatif menciptakan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Upaya terbaru yang dihadirkan oleh Bobobox berkaitan dengan pengurangan emisi karbon dengan fitur Carbon Offset Toggle lewat kolaborasi dengan Fairatmos, perusahaan teknologi iklim lokal.

Co-founder & Presiden Bobobox Antonius Bong mengatakan, Bobobox ingin mengajak masyarakat, terutama penggunanya, menyadari pentingnya membangun lingkungan berkelanjutan, salah satunya dengan menyeimbangkan jejak karbon. Inisiati ini juga dalam rangka mendukung target Kemenparekraf untuk mengurangi emisi karbon hingga 50% di industri pariwisata Indonesia pada tahun 2030, serta mencapai industri turisme bebas emisi pada tahun 2045.

Antonius menjelaskan, Bobobox ingin menjadi pioner sebagai perusahaan gaya hidup yang berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Harapannya, inisiatif ini menginspirasi bisnis lainnya di industri turisme Indonesia untuk mengambil langkah langkah kecil yang bermakna bagi lingkungan sambi berlibur..

“Kami juga ingin menginspirasi konsumen untuk memulai dari langkah yang sederhana, tapi berdampak signifikan terhadap lingkungan. Salah satunya berpartisipasi dalam inisiatif carbon offset Bobobox. Dengan demikian, kami tidak hanya memberikan pengalaman yang tidak terlupakan, tapi juga bermakna bagi konsumen, masyarakat lokal, dan juga lingkungan,” ujarnya.

Dalam menjalankan inisiatif lingkungan yang berkelanjutan ini, Bobobox menggandeng Fairatmos sebagai partner. Fairatmos dinilai sudah piawai dalam melakukan proses perhitungan emisi sesuai standar yang berlaku secara global.

CEO Fairatmos Natalia Rialucky Marsudi mengatakan, pihaknya melakukan perhitungan emisi lewat berbagai aspek untuk memastikan akurasi yang tepat. “Kami secara detail menghitung emisi karbon berdasarkan aspek seperti, jenis kamar, durasi menginap, dan lokasi akomodasi,” ujarnya.

Hasilnya, menurut perhitungan Fairatmos, setiap pengguna yang menginap di akomodasi Bobobox, rata-rata mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 6,6 kg tCO2 untuk jenis akomodasi Bobopod dan 8,2 kg tCO2 untuk akomodasi Bobo Cabin. Jejak karbon yang dikeluarkan itu umumnya bisa diserap oleh 54-68 pohon mahoni.

Adapun aktivitas manusia modern yang bisa meningkatkan emisi karbon saat menggunakan akomodasi seperti, penggunaan listrik dan internet. Kedua aktivitas itu menyumbang porsi emisi gas rumah kaca yang signifikan.

Selain itu Fairatmos dan Bobobox juga berfokus pada dua aspek dalam memilih proyek di Indonesia yaitu penyerapan karbon dan daya tahan jangka panjang. Fairatmos juga mendukung proyek restorasi 150.000 hektar lahan gambut di Kalimantan, yang tidak hanya melindungi biodiversitas namun juga menyerap sekitar 7,5 juta ton karbon dioksida.

“Langkah-langkah yang diambil termasuk pengukuran emisi pada setiap kabin dan pods, diikuti dengan penawaran offset karbon. Dana yang terkumpul akan dialokasikan untuk program kredit karbon yang bertujuan menurunkan emisi, dengan dokumentasi dan sertifikasi yang terhubung ke sistem seperti SRN dan platform internasional lainnya,” kata Natalia.

Dengan fitur toggle carbon offset, pengguna Bobobox bisa ikut berpartisipasi dalam ragam gerakan pengurangan karbon ketika menginap di produk akomodasi Bobopod dan Bobocabin, salah satunya dengan cara mendukung Katingan Mentaya Project yang terletak di Kalimantan Tengah, dan offset karbon SPE-GRK Proyek Lahendong Pertamina NRE yang terletak di Sulawesi Utara.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved