Strategy

Terobosan Pabrik Pewarnaan Baja Lapis Tata Metal Lestari di Sadang

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI mendorong hilirisasi industri sebagai salah satu kebijakan strategis guna meningkatkan kinerja sektor industri manufaktur di Tanah Air. Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengungkapkan, di sektor industri baja, hilirisasi juga terus didorong guna membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi Triwulan II/2023, sektor logam tumbuh 11,49 persen, meningkat di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,7 persen. “Jadi ini adalah potret bahwa industri baja kita bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Kita pernah tumbuh sampai 20 persen. Dan kini dengan hadirnya investasi di sektor hilir, ini akan menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang dapat menjadi bagian dari subtitusi impor,” terang Taufiek saat meresmikan pabrik pewarnaan baja lapis PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Sadang, Purwakarta, Jawa Barat (25/10/2023) sebagaimana dikutip dalam keterangan resminya.

Taufiek menerangkan, hadirnya investasi karena hilirisasi membutuhkan inovasi dari para pelaku usaha. Inovasi inilah yang kemudian menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang bisa diterima masyarakat sehingga bisa menjadi bagian dari subtitusi impor. Karena itu Taufiek mengapresiasi PT Tata Metal Lestari yang terus melakukan inovasi dari hulu hingga hilir sehingga produk-produknya memiliki nilai tambah tak hanya untuk perusahaan, namun juga bagi pelaku usaha lain dan masyarakat sekitarnya.

“Secara inovasi, pelapisan warna atau colour coating line pada baja lapis produksi PT Tata Metal Lestari ini pasarnya saya lihat cukup besar karena banyak kelebihannya. Contohnya jadi lebih tahan cuaca ekstrim, dan ahan lama. Kami juga akan mendorong agar industri di sektor baja lain juga bisa mengikutinya,” terang Taufiek lagi.

Taufiek menambahkan, pemerintah sudah menyiapkan berbagai instrumen untuk membantu penyerapan produk hilirisasi industri. Apalagi untuk produk dengan TKDN 65 persen seperti produk yang dihasilkan PT Tata Metal Lestari ini. Taufiek menjelaskan, pembangunan di Indonesia harus diisi dengan produk-produk dalam negeri. Untuk itu sudah menjadi bagian dari kebijakan Kemenperin untuk terus mendorong kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri seperti kebijakan sertifikat industri hijau, SNI, dan lain-lain.

Pun demikian Taufiek menambahkan, sesuai arahan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, industri besi dan baja diminta menjadi contoh dalam menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dan berperan aktif dalam meminimalkan dampak lingkungan dalam tumbuh kembangnya. Taufiek menyebut, sektor industri ditargetkan dapat mencapai netralitas karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2050. Target tersebut dipercepat dari target NZE nasional pada 2060. Dan Industri baja menjadi salah satu sektor yang cukup diperhatikan dalam rencana dekarbonisasi ini.

“Tantangan pada industri baja ke depan tidak akan mudah. Artinya ke depan kita akan mengejar target Net Zero Emissios. Pemerintah sudah mencanangkan tahun 2060 yang kemudian dipercepat menjadi 2050. Dengan begitu harapannya agar industri baja bisa bertransformasi. Transformasi ini butuh teknologi, perlu kekuatan, dan skill dari sumber daya manusia untuk bisa mengikutinya. Ini tentu akan terus kita dorong agar terealisasi target-target itu,” terang Taufiek lagi.

Untuk itu, Taufiek mengapresiasi prinsip-prinsip industri hijau yang selama ini telah diterapkan Tata Metal Lestari dan mengedepankan keberlanjutan lingkungan pada pabrik baru mereka ini. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan mesin-mesin berteknologi cangih yang ramah lingkungan, pemanfaatan energy bertenaga surya untuk pengoperasian, dan pengelolaan limbah yang bijak hingga meminimalisir dampak lingkungan.

Pada kesempatan yang sama, Vice President PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), Stephanus Koeswandi menjelaskan, peresmian pabrik colour coating line kali ini merupakan bagian dari projek yang ia beri nama phoenix project. Phoenix Project sendiri diambil sebagai filosofi karena burung Phoenix merupakan lambang kebangkitan. Dengan demikian, ia berharap projek ini juga dapat membantu bangkitnya perekonomian Indonesia pascapandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.

Stephanus menambahkan, Phoenix Project terbagi menjadi 3 fase. Pada fase pertama, pihaknya menginvestasikan dana hingga Rp1,5 triliun untuk membangun pabrik pewarnaan baja lapis yang sudah ramah lingkungan. Dengan beroperasinya pabrik tersebut diharapkan mampu menimbulkan multiplier effect pada para pelaku UMKM, IKM, rumah tangga di sekitar lokasi, hingga industri lain, khususnya industri roll forming di Indonesia sehingga mereka bisa mendapatkan akses ke bahan baku yang baik dan berkualitas.

“Phoenix Project ini terbagi menjadi 3 fase. Pada fase pertama ini, kami meresmikan pabrik colour coating line dengan mesin paling mutakhir produksi Ukraina yang dapat memproduksi 95 ribun ton baja lapis warna per tahun. Colour coating line ini merupakan proses pewarnaan atau proses lanjutan khususnya untuk mendukung program pemerintah pada hilirisasi pada industri baja yang dapat memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi banyak pihak mulai dari UMKM, IKM, hingga industri roll forming tanah air,” terangnya.

Stephanus menambahkan, sebelumnya tahun 2019 pabrik pertama Tata Metal Lestari sudah melakukan pelapisan dari aluminium seng dan zinc. Kemudian proses lanjutannya diberikan pewarnaan yang memang memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi. Secara peluang, hilirisasi untuk BjLAS warna ini pabriknya memang belum banyak. Untuk itu harapannya produk akhirnya nanti bisa menjadi subtitusi impor.

Sementara itu, terkait penerapan industri hijau Stephanus menerangkan, Tatalogam Group selama ini sellau mengarusutamakan industri hijau dalam kegiatan produksi mereka. Ia menjelaskan, selama ini ada 3 pilar yang diusung dan diterapkan dalam perusahaan yangd ia pimpin. Ketiga pilar itu adalah zero emissions, waste management dan yang terakhir penggunaan energi yang lebih bijak. Ketiga pilar ini juga idterapkan dalam Phoenix Project ini.

“Tiga pilar dalam industri hijau ini juga kami implementasikan dalam pembangunan pabrik colour coting line yang baru kami resmikan ini. Kami berinvestasi pada mesin berteknologi canggih ramah lingkungan yang menggunakan RTO. Dengan begitu, mesin dapat memindahkan panas yang tadinya sudah digunakan agar bisa dikembalikan lagi sehingga energy yang digunakan jauh lebih sedikit. Yang kedua adanya solar panel atau panel surya yang kami install di atas atap dengan kapasitas total 1 mega watt yang mayoritas sekarang sudah digunakan untuk proses pelapisan ini. Goals-nya nanti produk-produk yang kami produksi ini bisa digunakan di seluruh dunia, khususnya di eropa yang saat ini sedang menerapkan CBAM atau Carbon Border Mechanisme,” terang Stephanus.

Stephanus mengakui, pada industri baja, penerapan ndustri hijau masih menjadi tantangan. Karena industri baja adalah salah satu industri yang mencemari lingkungan. Untuk itu dia berharap pemerintah lebih berhati-hati menerima investasi, khususnya investasi dari luar negeri yang tidak mengikuti standar ramah lingkungan. Dengan begitu, Indonesia bisa terhindar dari masuknya mesin-mesin bekas yang sudah sudah tidak layak digunakan namun tetap dipaksakan beroperasi sehingga pada akhirnya menimbulkan polusi dan emisi di dalam negeri.

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved