CSR Corner

Pertamina Merajut Ekonomi Sirkular, Memberdayakan UMKM di Karawang

Ibu-ibu pengiat UMKM rajungan di Kedai UMKM Pasir Putih di Karawang, Jawa Barat pada Rabu, 11 Oktober 2023. Penggiat UMKM ini adalah mitra UMKM binaan PHE ONJW. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Sejauh mata memandang, tumpukan cangkang rajungan dijemur di lahan seluas 200 meter. Haji Thohar, sang pemilik lahan ini, mengumpulkan cangkang rajungan dari nelayan dan penggiat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Dusun Pasir Putih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Mayoritas warga di dusun ini ada yang berprofesi sebagai nelayan dan menangkap rajungan serta petani.

Berdasarkan data social mapping yang disodorkan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) per tahun 2022, nelayan Dusun Pasir Putih bisa menangkap rajungan sebanyak 5-10 kilogram atau 1,5 sampai 2 ton apabila menggunakan alat bubu per sekali melaut. Rajungan hasil tangkapan nelayan ini sebagian besar langsung diolah dengan cara dikupas, dipisah dagingnya dari cangkang.

Nah, daging rajungan yang dikupas ini diolah menjadi produk turunan yang bernilai ekonomi. Sedangkan, cangkangnya diolah oleh pengepul. Haji Thohar yang berprofesi sebagai pengepul cangkang rajungan sejak 1998 itu mengolah sisa-sisa rajungan. Wildan Rizki Ramadan (26 tahun), cucu Haji Thohar yang juga membantu bisnis cangkang rajungan kakeknya itu, mengatakan cangkang rajungan itu digiling di 2 unit mesin penggilingan untuk menjadi tepung rajungan. “Tepung rajungan diolah menjadi pakan ternak ikan, bebek, ayam, dan pupuk. Jadi, sisa-sisa rajungan diolah lagi sehingga tidak menjadi limbah sehingga menciptakan ekonomi sirkular di wilayah kami,” tutur Wildan saat dihubungi SWAonline pada Selasa (31/10/2023).

Wildan, yang baru saja meraih gelar S.I.Kom di Universitas Islam Nusantara di Bandung itu, menyebutkan sebagian besar ibu-ibu yang berprofesi sebagai pelaku usaha makanan dan minuman rajungan di Dusun Pasir Putih menyerahkan cangkang ke kakeknya. Iin Inani, misalnya, pelaku usaha makanan olahan berbasis rajungan yang membuah limbahnya ke pengepul cangkang itu.

Sumber Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Iin memproduksi mpek-mpek rajungan dan bakso ikan remang . Produknya ini diberi jenama Sumber Rejeki. Iin bersama 15 orang di Dusun Pasir Putih menekuni usaha makanan olahan rajungan. Ada 15 UMKM yang dimiliki setiap ibu-ibu yang tergabung di Pantai Barokah. Ini adalah nama komunitas atau kelompok para penggiat UMKM rajungan di Dusun Pasir Putih. Anggotanya adalah ibu-ibu rumah tangga. Mereka ini memproduksi makanan olahan dari daging rajungan, ikan serta minuman dari buah mangrove.

Iin didaulat para ibu-ibu sebagai pemimpin kelompok. Dia melakukan beragam terobosan bisnis untuk menjual produknya ke berbagai kanal penjualan, seperti toko konvesional, WhatsApp dan lokapasar (e–commerce). “Ada yang dijual di Shopee, Kedai UMKM Pasir Putih adalah nama toko kami di Shopee, ” ujar Iin ketika SWAonline menyambangi rumahnya di Karawang pada Rabu (11/10/2023). Nama toko online ini merupakan kesepakatan dari anggota Pantai Barokah yang berprofesi sebagai pelaku usaha makanan dan minuman olahan.

Produk mereka itu beragam, ada kerupuk rajungan seharga Rp 15 ribu (220 gram), basreng rajungan Rp 8 ribu (125 gram), dan pempek rajungan Rp 12 ribu (80 gram). Produk non rajungan yang bahannya ada di Dusun Pasir Putih juga ditawarkan ke konsumen, antara lain bakso ikan remang khas Pasirputih, Karawang seharga Rp 20 ribu (250 gram), sari buah mangrove Rp 8 ribu (250 ml), dan manisan jelly rumput laut berbagai rasa yang dibanderol Rp 5 ribu.

Mereka juga memproduksi beragam makanan dan minuman. Ada kerupuk ikan teri, sate bandeng, ikan bakar, kerupuk rajungan, terasi ikan, sambal cumi, siwang, amplang, mpek-mpek rajungan, bakso ikan remang, dendeng ikan japuh, dodol mangrove, basreng rajungan, kerupuk ikan remang, jus mangrove, udang krispi, dan bola-bola susu.

Pengemasannya dibuat modern agar selaras dengan tren masa kini. Iin menyebutkan setiap ibu-ibu yang menjadi anggota kelompok ini memiliki mereknya masing-masing, semisal Wariyah yang mengelola jenama Tiga Saudara.

Wariyah memproduksi kerupuk rajungan. Omsetnya mencapai Rp 1,6 juta hingga Rp 2 juta/bulan. “Saya dan anak, Irma Setiyani, membuat kerupuk rajungan, saya yang mengupas daging rajungan, anak saya memasak. Kerupuk rajungan yang diproduksi sekitar 50 kilogram dan dijual Rp 32 ribu per kilogramnya, kalau dirata-rata penjualan kerupuk rajungan Rp 1,6 juta, tapi kadang-kadang Rp 2 juta per bulannya,” tutur Wariyah.

Pendapatan para ibu-ibu UMKM itu bervariasi. Iin, misalnya, bisa mengantongi omset Rp 4-5 juta/bulan dalam sebulan dari hasil penjualan makanan dan minuman yang bermerek Sumber Rejeki itu. Iin dan Wariyah membukukan peningkatan pendapatan lantaran pengemasan dan pemasarannya semakin modern dibandingkan periode sebelumnya. “Dulu saya penghasilannya Rp 500 ribu per bulan,”ucap Wariyah mengenang pengalamannya.

Setali tiga uang, Iin merasakan peningkatan omset dari sebelumnya menjadi pengupas rajungan harian yang honornya sekitar Rp 100-150 ribu bekerja selama 14- 16 jam atau mulai dari jam dua dini hari sampai pukul enam sore. Iin memutar haluan menjadi pengusaha makanan dan minuman olahan. Segendang sepenarian, Wariyah juga beralih profesi yang sebelumnya bekerja sebagai buruh harian pengupas capit rajungan.

Pemberdayaan Masyarakat

Pada 2018, Iin mengumpulkan pelaku UMKM ke dalam wadah kelompok mandiri sudah dimulainya. Iin berikhtiar mengubah nasib. Pelaku UMKM yang didominasi ibu-ibu tidak selamanya menjadi buruh pengupas rajungan. Pada mulanya, tidak mudah mengajak ibu-ibu untuk menempuh jalan sebagai pengusaha kecil. Mereka pesimistis. Terutama di sisi kepastian penghasilan. Apalagi saat pandemi melanda Indonesia dari 2020 sampai 2022. Roda ekonomi di sektor UMKM lumpuh karena daya beli masyarakat turun.

Iin Inani, beralih profesi dari buruh harian pengupas rajungan menjadi pengolah makanan berbasis rajungan. Produknya antara lain mpek-mpek rajungan. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Usaha Iin berbuah manis. Sebab, sebanyak 12 kelompok UMKM baru di 2022 bergabung ke Pantai Baroka. Jumlah ini menggenapi jumlah UMKM menjadi 15 kelompok. Gayung bersambut, PHE ONWJ yang sejak 2018 fokus mengembangkan program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi dengan mendampingi pelaku UMKM di Dusun Pasir Putih, Desa Sukajaya, Karawang, kian agresif mendampingi ibu-ibu.

Pada awalnya, PHE ONWJ mendampingi 15 kelompok UMKM yang tergabung dalam kelompok Pantai Barokah. Kini, sudah 27 UMKM bergabung, salah satunya UMKM yang dikelola oleh Iin.”Kami dibantu pelatihan pemasaran digital, pengemaasan dan bantuan peralatan, kami sangat terbatu oleh dukungan yang diberikan PHE ONJW,” imbuhnya.

Iin memegang tongkat komando untuk memimpin ibu-ibu agar melatih ketrampilannya sehingga bisa meningkatkan skala bisnis. Hasilnya menggembirakan lantaran rata-rata omzet UMKM Pantai Barokah itu berkisar Rp 3 sampai Rp 7 juta/bulan.

PHE ONWJ mendukung usaha Iin dkk.”Kami mendapat bantuan dari PHE ONWJ, yakni freezer, kompor, dan pelatihan berjualan online dan pengemasan produk. Bantuan ini menambah pengetahuan kami untuk memproduksi dan berjualan dengan cara modern,” tutur Iin.

Upaya Iin dan para ibu-ibu ini adalah meningkatkan kesejahteraan. Mereka bahkan ada yang bisa membiayai sekolah anak-anaknya. “Ibu Ramen, bisa menyekolahkan anak-anyak ke SMK dari hasil jualan kerupuk rajungan dan sari mangrove. Ibu Ramen adalah orangtua tunggal karena suaminya sudah wafat,” ungkap Iin.

Peningkatan kesejahteraan ini seperti oase lantaran Desa Sukajaya merupakan salah satu dari 25 desa di Karawang yang berpenduduk miskin terbanyak. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Karawang pada 2021 mencatat data jumlah penduduk kategori miskin ekstrem di Karawang mencapai 106.780 jiwa. Indikatornya, seorang penduduk masuk kategori miskin ekstrem apabila pendapatannya Rp 11 ribu per hari atau di bawahnya.

Iin pun tak berhenti berimprovisasi untuk menggenjot kualitas produk para ibu-ibu UMKM agar kesejahteraan kian meningkat. “Makanan dan minuman kami juga dijual di kedai Pantai Pasir Putih,” ucap Iin. Pantai ini disulap oleh warga menjadi kawasan ekowisata. Nah, kedai UMKM di pantai ini menjajakan makanan dan minuman olahan.

Dulunya, pantai ini merupakan kawasan yang terdampak abrasi. ”Saya dan warga berinisiatif menanam pohon mangrove. Kemudian, PHE ONJW pada 2016 instensif memberikan dukungan kepada warga untuk membenahi kawasan Pantai Pasir Putih menjadi ekowisata, PHE ONJW menyumbangkan 15 ribu bibit pohon mangrove (bakau),” tutur Suhaeri.

Warga setempat mengenal Suhaeri sebagai tokoh lokal yang merintis konservasi pantai ini. Setahap demi, Suhaeri, warga dan PHE ONJW rutin menanam pohon, membangun infrasturktur pemecah ombak dari ban mobil bekas, membangun jembatan, dan sarana pendukung lainnya. “Total lahan yang dikonservasi seluas 2 hektare. Saat ini, jumlah pohon (bakau) ada 100-an ribu pohon di lahan ini. Kawasan ini kami beri nama Pusat Restorasi Pembelajaran Mangrove (PRPM) Pasir Putih yang menjadi tempat wisata dan studi para mahasiswa untuk mempelajari lingkungan pesisir,” ucap Suhaeri seraya menjelaskan panjang pantai yang dibenahi sepanjang 600 meter.

Pada kesempatan ini, Iman Teguh, Community Development Officer PHE ONWJ, menyampaikan pihaknya pada 2017 mengimplementasikan program pembinaan di Pasir Putih. “Kami berupaya menangkal abrasi dan memberikan pelatihan kepada warga untuk menata kawasan pantai menjadi lestari, tempat wisata dan penelitian,” ujar Iman saat dijumpai di Pasir Putih pada Rabu (11/10/2023).

Sebelum program ini dilakukan, Suhaeri, menyebutkan abarasi pantai menyebabkan rob (banjir) yang mencapai rumah warga di Dusun Pasir Putih. Kini, kejadian sejenis tak pernah terjadi lagi. Suhaeri mengapresiasi peran PHE ONWJ yang memberikan dukungan teknis dan moral kepada warga. “Sekarang kawasan ekowisata ini sering dikunjungi masyarakat, pengunjung membayar tiket masuk Rp 5 ribu per orang dan jumlah kunjungan wisatawan sekitar 2 ribu orang per bulan. Kami mendapatkan penghasilan Rp 10 juta per bulan serta dibagi kepada warga yang tergabung di kelompok pengelolaan Pantai Pasir Putih,” ujar Suhaeri yang dulu berprofesi sebagai nelayan dan kini dipercaya sebagai Ketua Pengelola PRPM.

Kelompok warga ini terdiri dari 20 hingga 30 orang. Suhaeri menyisihkan pendapatan untuk honor mereka. “Sisanya kami simpan sebagai kas dan dana perawatan,” ucapnya. Selain itu, Suhaeri memberdayakan masyarakat setempat dan memberikan bantuan kepada anak-anak yatim piatu. Suhaeri dan timnya mempromosikan Pasir Pantai Putih di media sosial. “Kami mendapat pelatihan digital dari PHE ONJW untuk mempromosikan kawasan ini di Instagram. Ibu-ibu UMKM yang berjualan di pantai ini juga mendapat pelatihan rutin mengenai pemasaran dan pengemasan makanan dan minuman. Produk mereka sering dibeli pengunjung Pantai Pasir Putih,” imbuh Suhaeri menjelaskan.

Kedai Pasir Putih merupakan gerai pajang produk-produk olahan rajungan. Iin dkk acapkali berdagang di kedai Pasir Putih. Ke depannya, mereka akan memperluas jangkauan pasar ke daerah lainnya. “Bulan lalu, kami mengirim sample produk ke Pemerintah Kota Jakarta Timur,” ucap Iin.

Dia dan para ibu UMKM itu berikhtiar untuk meningkatkan kualitas produk dan menggulirkan terobosan bisnis. PHE ONJW berancang-ancang untuk menyokong ibu-ibu UMKM dan Suhaeri untuk mengkreasikan pemberdayaan masyarakat yang berdampak positif terhadap kesejahteraan warga.

Di sisi lain, ekosistem ekonomi warga kian berkembang lantaran bisnis rajungan dari hulu ke hilir telah tersedia, termasuk pengepul cangkang rajungan yang senantiasa menampung sisa-sisa cangkang dari warga serta nelayan. “Rajungan ada yang diekspor dan diolah warga, sedangkan sisa cangkang rajungan bisa diolah menjadi bahan baku Chitis dan Chitosan serta bahan campuran pakan ternak. Rajungan menciptakan ekonomi sirkular di dusun kami karena daging hingga cangkangnya tidak ada yang terbuang,” sebut Wildan yang sejak 2015 membantu bisnis kakeknya mengepul cangkang rajungan.

Iin mengapresisasi pengepul rajungan Haji Thohar yang satu-satunya tersedia di dusunnya. “Daripada menjadi sampah dan mencemari lingkungan, saya dan ibu-ibu memberikan cangkang rajungan ke Pak Haji Thohar untuk diolah menjadi tepung rajungan,” ungkap Iin. Pelan tapi pasti, kolaborasi warga Dusun Pasir Putih, Karawang itu mengkreasikan ekonomi sirkular. Inovasi dan inisiatif PHE ONJW memberdayakan UMKM dan warga telah memetik hasilnya.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah. “Konsep ini tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada keterangan tertulisnya seperti dikutip SWAonline pada Selasa pekan ini.

Transformasi menuju ekonomi sirkular menjadi penting bagi Indonesia karena akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan di masa depan. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia, penerapan konsep ekonomi sirkular juga dapat berpotensi menghasilkan 4,4 juta tambahan lapangan pekerjaan dan tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada 2030. Semoga.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved