Economic Issues

Intip Ketangguhan Ekonomi Indonesia dan Mitigasi di 2024

Kapal bersandar di Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara pada Rabu, 18 Oktober 2023. (Ilustrasi foto : Vicky Rachman/SWA).

Tahun 2023 menjadi tahun yang tidak mudah bagi perekonomian global. Meskipun pandemi telah berakhir, peningkatan tensi geopolitik dan pengetatan likuiditas global membayangi aktivitas ekonomi global sepanjang tahun 2023. Perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung, konflik Hamas – Israel, dan meningkatnya fragmentasi global menambah disrupsi sisi supply yang telah terjadi sejak pandemi Covid-19.

Sementara itu, El Nino yang berkepanjangan telah menyebabkan naiknya harga komoditas pangan global. Meskipun inflasi mulai melandai di tahun 2023, suku bunga acuan di berbagai negara bertahan di level tinggi hingga akhir tahun (high for longer). Pasar keuangan global, khususnya di negara berkembang, mengalami banyak guncangan sepanjang tahun 2023.

Aliran modal keluar meningkat sehingga menimbulkan tekanan pada nilai tukar lokal. Hal ini telah menimbulkan tekanan berat di sisi fiskal dengan meningkatnya beban utang Pemerintah di banyak negara.

Kombinasi pengetatan kebijakan moneter di banyak negara, meningkatnya tensi geopolitik serta fenomena El Nino berdampak negatif pada kinerja ekonomi global. Pertumbuhan global tahun 2023 diperkirakan melambat signifikan ke 3,0% dari sebelumnya 3,5% tahun 2022 (WEO IMF, Oktober 2023).

Perekonomian AS memang masih cukup resilien, namun dihadapkan pada tekanan fiskal yang terus meningkat. Perekonomian Eropa tumbuh sangat lemah, terutama Jerman yang sudah mengalami kontraksi dalam beberapa kuartal terakhir.

Tiongkok menghadapi tren perlambatan dengan persoalan di sektor properti, utang pemerintah daerah, serta persoalan struktural terkait ageing dan tingginya pengangguran kelompok muda. Dampak perang dagang dengan AS juga menjadi downside risk yang harus terus dihadapi Tiongkok ke depan.

Selain itu, indikator PMI manufaktur juga mengonfirmasi tren pelemahan ekonomi global. Sebagian besar negara mengalami kontraksi, termasuk di antaranya AS (48,2), kawasan Eropa (44,2), dan Jepang (47,7).

Hanya sedikit negara yang berada di zona ekspansi, diantaranya Indonesia (52,2), Filipina (51,5) dan Tiongkok (50,8). PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2023 bahkan meningkat dari posisi semula 51,7 pada November, mencerminkan resiliensi pada aktivitas manufaktur yang ditopang oleh permintaan domestik yang masih kuat.

Di tengah ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, perekonomian Indonesia cukup resilien. Pertumbuhan ekonomi sampai dengan kuartal ketiga 2023 tercatat 5,05%, terutama ditopang oleh permintaan domestik yang masih kuat dan inflasi yang terkendali serta didukung kebijakan fiskal Ppemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Aktivitas investasi juga dalam tren menguat, didukung oleh progres penyelesaian proyek-proyek strategis nasional (PSN).

Dari sisi produksi, sektor-sektor utama tumbuh positif, terutama manufaktur yang tumbuh 5,2% pada triwulan III, didukung kuatnya permintaan domestik. Masih kuatnya permintaan domestik juga mendorong kinerja sektor-sektor pendukung pariwisata, seperti transportasi dan akomodasi makan minum yang tumbuh double digit. “Di tengah tantangan global yang masih tinggi, kita bersyukur bahwa Indonesia berhasil menavigasi perekonomian dengan cukup baik. Tidak banyak negara-negara di dunia yang mampu tumbuh di atas 5%, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu tumbuh kuat. Hingga akhir tahun 2023, Pemerintah optimis perekonomian Indonesia akan berada di atas 5%. Tentunya ini menjadi capaian yang perlu diapresiasi dan dipertahankan, namun tidak mengurangi kewaspadaan kita untuk tahun 2024 yang masih akan penuh tantangan,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu di Jakarta, Rabu (3/1/2024).

Laju inflasi terkendali pada rentang target pemerintah. Inflasi tahun lalu tercatat sebesar 2,61%, turun signifikan dibanding tahun 2022 sebesar 5,51%. Angka tersebut merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir, di luar periode pandemi pada 2020 dan 2021.

Koordinasi yang kuat Tim Pengendalian Inflasi, baik di level pusat maupun daerah, serta efektivitas peran APBN sebagai instrumen shock absorber menjadi faktor kunci terkendalinya inflasi, khususnya inflasi pangan yang terdampak oleh fenomena El Nino di tahun 2023. Di tahun ini, pemerintah akan terus menjaga inflasi terutama dalam menghadapi gejolak harga pangan.

Ketahanan eksternal Indonesia masih tetap kuat di tengah pelemahan ekonomi global, terlihat dari neraca perdagangan Indonesia yang konsisten mencatatkan surplus selama 43 bulan berturut turut. Secara kumulatif Januari-November 2023, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 33,63 miliar. Surplus neraca perdagangan juga menopang kinerja neraca transaksi berjalan (current account).

Secara kumulatif sampai dengan kuartal ketiga, kinerja neraca transaksi berjalan mencatatkan defisit yang sangat rendah, sebesar US$ 0,11 miliar atau minus 0,01% PDB, di bawah ambang batas aman minus 3,0% PDB. Secara keseluruhan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di tahun lalu juga cukup baik.

Sampai dengan kuartal ketiga 2023, tercatat defisit NPI sebesar US$ 2,32 miliar, dan diperkirakan terus membaik sejalan dengan mulai meningkatnya capital inflow pada kuartal IV/2023. Pemerintah optimistis kinerja tahun ini akan terus berlanjut seiring dengan proyeksi ekonomi nasional yang terus menguat dan defisit transaksi berjalan yang tetap terjaga.

Menguatnya aktivitas ekonomi nasional juga berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat. Tingkat pengangguran mengalami penurunan signifkan menjadi 5,32% pada Agustus 2023 dari sebelumnya 5,86% pada Agustus tahun lalu. Penciptaan lapangan kerja yang lebih baik, relatif terkendalinya inflasi serta kebijakan penebalan bansos yang dikeluarkan oleh pemerintah mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 9,54% di tahun 2022 menjadi 9,36% di 2023.

Realisasi sementara APBN di tahun 2023 menunjukan kinerja yang solid dan kredibel. Sebagai shock absorber, selain menopang agenda pembangunan APBN juga mampu menjaga stabilitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan dengan tetap menjaga keberlangsungan fiskal.

Pelaksanaan kinerja APBN di tahun 2023 mencatatkan kinerja yang positif, seperti pendapatan negara tercatat Rp 2.774,3 triliun, atau 12,6% di atas target awal APBN 2023, ditopang oleh penerimaan pajak yang tumbuh 5,9%, dan kinerja PNBP yang meningkat signifikan ditopang oleh kinerja BUMN dan inovasi layanan.

Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan pemerintah di akhir tahun 2021.

Belanja Negara

Belanja negara terserap optimal mencapai Rp 3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas).

Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp 92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak tahun 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada tahun 2023 tercatat 1,65% PDB jauh lebih rendah dari target APBN sebesar 2,84%, serta defisit fiskal tahun lalu 2,35% PDB.

Febrio menyampaikan headwind ekonomi global di tahun 2024 masih akan besar. Fragmentasi global, dekarbonisasi, dan digitalisasi masih akan tetap menjadi faktor utama yang akan membentuk dinamika ekonomi global dalam jangka pendek sampai menengah. “Akan tetapi, dengan pondasi yang cukup baik pada awal tahun 2024, pemerintah masih akan terus mengusahakan menjaga kondisi fiskal agar tetap sehat, sehingga akan mampu menjadi bantalan untuk mempertahankan shock absorber dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 dan pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% di tahun 2024,” lanjut Febrio.

Risiko-risiko global perlu terus dicermati seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, geoeconomics fragmentation, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi. Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Pemerintah akan terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved