Companies

Mitra Pinasthika Mulia, Berhasil Bangun Employee Engagement, Karyawan Resign Pun Nol

Rita Djohar, Human Resources and General Affairs Division Head MPM.
Rita Djohar, Human Resources and General Affairs Division Head MPM.

Sejak 2016, di PT Mitra Pinasthika Mulia (MPM) tak ada karyawan yang mengundurkan diri (resign). Ini setidaknya menunjukkan bahwa anak perusahaan MPM Group yang berpusat di Surabaya ini mampu membangun engagement karyawannya, sehingga mereka betah dan loyal.

Manajemen perusahaan yang menjadi distributor tunggal serta penyedia pelayanan pascajual dan suku cadang sepeda motor Honda untuk wilayah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur ini menyadari pentingnya membangun employee engagement. Mengapa?

“Sudah banyak penelitian yang mengatakan, ketika employee itu engage, maka produktivitas, customer satisfaction, dan performance financial meningkat, serta kerja karyawan pun lebih efektif dan turnover menurun,” kata Rita Djohar, Human Resources and General Affairs Division Head MPM.

Rita mengungkapkan, beragamnya generasi karyawan di MPM merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaannya dalam membangun employee engagement. Saat ini, karyawan MPM terdiri dari generasi baby boomers 2% , Gen X 18%, Gen Y 67%, dan Gen Z 22%.

Tantangannya, membuat program engagement yang tepat sasaran untuk karyawan lintas generasi. Untuk itu, lanjut Rita, diperlukan survei untuk menggali aspirasi karyawan dan penilaian mereka terhadap perusahaan, dan hasilnya dijadikan dasar untuk menyusun program engagement.

Ia menjelaskan, MPM melakukan employee effectiveness survey sejak 2014. Kemudian, dari survei ini disusun action plan dan implementasinya.

Program atau action plan tersebut dijabarkan dalam delapan dimensi. Pertama, dimensi clear & promising direction, yang menyangkut visi dan misi perusahaan, apakah sudah clear atau sudah di-state. Kemudian, ada townhall meeting; dalam acara ini, Board of Director (BOD) menyampaikan highlight apa yang diharapkan di tahun berikutnya. “Kami juga menggunakan Balance Scorecard untuk sistem manajemen agar semuanya lebih clear,” ujar Rita.

Dimensi kedua, quality dan customer focus. Perusahaan ini sangat memperhatikan kualitas layanan. Karena itu, menurut Rita, MPM tidak hanya mendengar suara karyawan, tapi juga suara customer. Jadi, MPM memiliki survei kepuasan layanan untuk internal, survei kepusahan divisi, survei customer satisfaction level, dan MPM Service Quality.

Dimensi ketiga, confident leaders. Programnya antara lain CEO Message dan Board Meeting.

Dimensi keempat, respect and recognition. Di antaranya, pembuatan recognition card, yakni apresiasi/pengakuan terhadap prestasi karyawan dalam bentuk kartu yang sifatnya personal. Di samping itu, ada juga coaching clinic yang didukung oleh coach yang bersertifikat dan caring program (misalnya, mengunjungi karyawan yang sakit dan mengirimkan obat-obatan yang diperlukan).

Dimensi kelima, development opportunities. Rita menjelaskan, MPM memiliki development program untuk semua karyawan berdasarkan kompetensi yang harus mereka penuhi. Sehingga, setiap tahun ada development program, bisa berupa training ataupun nontraining.

Selain itu, MPM juga memiliki talent mapping dan succession planning. “Jadi, orang-orang yang akan menjadi successor akan menerima development program khusus untuk next position-nya. Mereka diberi pelatihan kompetensi yang harus dimiliki untuk posisi berikutnya,” katanya.

Dimensi keenam, pay and benefit. Untuk dimensi ini, MPM melakukan job evaluation semua jabatan, sehingga karyawan yang menjabat di posisi tertentu dibayar dengan value yang tepat sesuai dengan jabatannya. Dan, secara internal dan external equity, MPM juga mengikuti salary survey bersama holding-nya, menjalankan merit system sehingga setiap orang dibayar sesuai dengan kinerjanya.

“Jadi, ada sistem bonus dan insentif. Selain itu, MPM juga memberikan benefit lain, seperti fasilitas kesehatan di luar BPJS Kesehatan dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan),” Rita menerangkan.

Dimensi ketujuh, performance management. Bukan hanya Key Performance Indicators (KPI) yang dinilai, tapi juga soft aspect. Menurut Rita, penilaian ini dilakukan secara berjenjang, mulai dari level departemen, divisi, direktorat, sampai korporat, dan penilaian diupayakan seobjektif mungkin.

Terakhir, dimensi kedelapan, authority dan empowerment. Rita mengatakan, semua kewenangan yang melekat pada setiap jabatan sudah tercantum di job profile-nya. Semua karyawan bisa membaca job profile masing-masing, sehingga mereka tahu sampai di mana kewenangan dan otoritasnya.

Rita menambahkan, resources perusahaan, seperti informasi yang dapat dimiliki karyawan, misalnya job description, dapat diakses melalui Employee Apps. Adapun karyawan baru bisa mengikuti company profile introduction melalui kelas-kelas ketika mereka menjalani onboarding untuk melengkapi di pekerjaannya. Kemudian, diberi pelatihan, baik secara offline maupun online.

Karyawan pun diperkenankan mengajukan pelatihan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya sehari-hari, tapi tentu dengan persetujuan atasan. Selain training formal, ada pula sharing session, baik dari karyawan untuk karyawan maupun oleh para pakar yang didatangkan perusahaan.

Hal yang juga penting, Rita menyebutkan, dari dimensi kolaborasi. Di MPM, ada banyak kelompok dan tools yang digunakan untuk membuat kolaborasi antarkaryawan, misalnya QCC (quality control circle), QCP (quality control project), kepanitiaan, cross function project, dan employee volunteering program.

Untuk program kolaborasi ini, karyawan diperbolehkan mengusulkan program corporate social responsibility (CSR) untuk dijalankan bersama dengan karyawan lain. Lalu, dari sisi work, structure, and process, setiap karyawan di tempatnya masing-masing harus memastikan proses kerjanya efisien, sehingga karyawan lainnya bisa menuntaskan pekerjaannya.

Dan, sebagai perusahaan yang mempekerjakan banyak karyawan dari kalangan milenial, dalam program engagement ini MPM juga harus mengakomodasi aspirasi mereka. Misalnya, dulu karyawan harus bekerja selama enam hari dalam seminggu (Senin-Sabtu), sekarang diubah menjadi lima hari kerja (Sabtu dan Minggu dihitung sebagai hari libur).

Selain itu, ada travel reward berupa vocer travel untuk karyawan yang mencapai kinerja tertentu. Juga, ada perubahan grading, flexible benefit, flexible workplace, flexible time, massive open online course, dan employee volunteering program.

“Khusus untuk talents, MPM memiliki special development program, retention bonus, dan ada fast track program. Kami juga menyediakan wadah dan kebebasan berinovasi untuk seluruh karyawan,” kata Rita.

Dengan program yang dijalankan tersebut, berdasarkan survei Employer of Choice 2023 oleh KornFerry yang menggunakan parameter employee effectiveness, MPM meraih skor 83,5. Angka ini sedikit di atas indeks rata-rata dari keseluruhan perusahaan yang disurvei (83,3), dan menduduki pososi ke-3 untuk kelompok perusahaan dengan jumlah karyawan di bawah 1.000 orang.(*)

Sri Niken Handayaniwww.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved