Capital Market & Investment

Minat Investasi di Bursa Saham Berpotensi Masih Tinggi di 2024

(kiri-kanan) Head of Corporate Secretary Mirae Asset, Irvin Avriano Arief, Tae Yong Shim (CEO) dan Robertus Hardy, Head of Research di Jakarta, 24 Januari 2024. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis minat investasi publik terhadap instrumen investasi di pasar modal akan membaik pada semester II tahun ini dan memprediksi jumlah nasabah dapat tumbuh sekitar 10% dari sekitar 330.000 pada akhir tahun lalu.

Tae Yong Shim, CEO Mirae Asset Sekuritas, mengatakan prediksi positif tersebut seiring dengan prediksi pelonggaran kebijakan suku bunga global dan nasional. Selain itu, optimisme tersebut juga didukung oleh kondisi politik yang diprediksi akan berjalan aman dan damai hingga nantinya akan menghasilkan duet pimpinan negara baru yang peralihan kepemimpinannya juga akan damai.

“Kami optimis seiring dengan prediksi positif analis kami dan sebagian besar pelaku pasar, terutama pada semester II/2024,” ujar Shim di Jakarta, Rabu (24/1/2024). Optimisme itu, lanjutnya, juga didukung oleh inovasi yang akan dilakukan perusahaan tahun ini seperti rencana peluncuran platform transaksi saham baru. Platform tersebut dinyatakan akan menjadi online trading saham pertama yang didukung oleh teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Selain itu, dia mengatakan perusahaan juga akan meningkatkan layanan untuk nasabah sehingga mampu mengedepankan sifat pengelolaan aset (wealth management) nasabah. Dia menjelaskan iklim investasi tahun ini diyakini akan lebih baik dibanding tahun lalu karena pada 2023 kondisi makroekonomi dunia sedang tidak kondusif terutama karena rezim suku bunga tinggi, panasnya geopolitik, dan polarisasi politik dunia. Karena gejolak global tersebut, suku bunga acuan domestik kemudian dinaikkan hingga 6% untuk menghadapi potensi gejolak inflasi dan nilai tukar dolar AS.

Karena kondisi tersebut, pasar modal domestik tahun lalu juga diwarnai aksi arus keluarnya dana investor asing (capital outflow) senilai Rp 6 triliun. Data bursa menunjukkan bahwa nilai transaksi harian saham Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) tahun lalu turun menjadi sekitar Rp 11 triliun per hari dari sebelumnya Rp 15 triliun per hari pada 2022.

Meskipun kondisi tahun lalu kurang kondusif, Shim mengatakan Mirae Asset berhasil menutup tahun 2023 dengan mempertahankan posisi sebagai salah satu perusahaan efek terbesar, terutama dilihat dari sisi volume dan frekuensi transaksi saham.

Pangsa pasar Mirae Asset dari sisi frekuensi dan volume transaksi saham masing-masing mencapai 12% dan 9%, meskipun terjadi penurunan dari sisi nilai transaksi akibat kurang bergairahnya aktivitas investasi dan transaksi investor ritel di pasar saham.

Tahun lalu, Bursa Efek Indonesia mencatat porsi nilai transaksi investor ritel turun menjadi 38,1% dari tahun sebelumnya 44,7%, seiring dengan turunnya porsi kepemilikan saham ritel menjadi 16,8% pada 2023 dari 19,2% pada 2022.

Selain itu, Mirae Asset juga mempertahankan posisinya sebagai salah satu perusahaan efek dengan permodalan terkuat di Indonesia, yaitu dengan nilai Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) di kisaran Rp 1,4 triliun.

Robertus Hardy, Head of Research Mirae Asset, mengatakan peningkatan minat investasi publik di pasar saham tahun ini juga didukung optimisme prediksi pasar saham yang akan menguat pada semester II dengan dukungan dari saham-saham unggulan (blue chips). “Ada potensi penurunan suku bunga bank sentral di tingkat global, termasuk BI rate, yang terutama disebabkan oleh inflasi yang terkendali dan sudah ada kejelasan hasil pemilu. Kami masih memprediksi nilai wajar IHSG akan berada pada level 8.100 poin,” ucap Robertus.

Dua faktor lain, lanjut Robert, adalah investor domestik yang diprediksi masih akan jadi penopang IHSG serta total kapitalisasi saham emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang masih kecil. Robert mengatakan total kapitalisasi pasar saham lima emiten terbesar di pasar saham Indonesia sangatlah kecil dibanding pasar saham Asia lain seperti Korea Selatan, Jepang, dan India.

Lima saham blue chips terbesar di Indonesia yaitu BBCA, BREN, BBRI, BYAN, BMRI hanya sekitar US$ 273 miliar, jauh di bawah lima perusahaan terbesar di bursa Korea Selatan, Jepang, dan India yaitu US$ 628 miliar, US$ 672 miliar, dan US$ 691 miliar. Dengan optimisme pasar saham tersebut, lanjutnya, saham-saham yang dapat menjadi pilihan adalah BBCA, BBRI, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved