Best CEO

Edison Manalu, Menjadi Game Changer dengan 3A

Edison Manalu, CEO PT Mount Scopus Indonesia/MSI (pemilik jaringan ritel cake shop, The Harvest).

Kemampuan untuk bersiap sebelum badai adalah tanda kepemimpinan paling cerdas. Itulah persiapan yang membuat kemenangan menjadi mungkin ketika tantangan muncul.”

Demikian kata William Arthur Ward, seorang penulis Amerika. Dan, hal itu tampaknya terjadi pada CEO PT Mount Scopus Indonesia/MSI (pemilik jaringan ritel cake shop, The Harvest), Edison Manalu.

Awal 2019, Edison bergabung dengan MSI setelah lama berkiprah sebagai CEO PT Purantara Mitra Angkasa Dua. Sebagai pemimpin baru, dia segera melakukan perubahan. Ada empat aspek yang dibenahi.

Pertama, manusianya. Persepsi karyawan diarahkan menjadi tim yang padu. Dalam bisnis MSI, ada tiga komponen utama: toko, head office, pabrik. “Saya mendorong mereka menyamakan persepsi dan pola pikir supaya jalannya (operasional bisnis) lebih bagus,” katanya.

Kedua, mengatur tim yang tepat pada posisi yang tepat (the right people on the right place). Mengimplementasikan KPI dan performance appraisal yang fair, transparan, dan accountable.

Ketiga, membuat central production. Untuk meningkatkan standar, efisiensi, dan kontrol kualitas, 90% komponen diproduksi di central kitchen di Sentul, Bogor. Sebelumnya, tak ada keseragaman standar: toko memiliki rasa yang berbeda-beda.

Keempat, data-based management. Dalam mengimplementasikan sistem operasi dan seluruh komunikasi, semua orang harus berbasiskan data agar akurat.

Keempat hal itu mengubah cara bermain MSI. Pada aspek KPI, misalnya. Pembuatan KPI yang melibatkan semua departemen menyatukan irama kerja. Contoh, proses penjualan tidak hanya tanggung jawab departemen toko, tetapi juga melibatkan produksi, pembelian bahan baku, pemasaran, serta R&D. Ini menciptakan rasa keadilan dan keterlibatan.

“Jadi, di 2019 itu kami menyiapkan kapal untuk banjir bandang, dan saat itu tidak terpikir akan ada pandemi,” kata Edison.

Apa yang terjadi saat pandemi memang mengguncang dunia bisnis. Tak terkecuali MSI. Beruntung, mereka telah bersiap. “Bayangkan jika kami gagap teknologi, fasilitas tidak siap, tidak punya data atau basis persiapan sebelumnya, itu pasti akan kewalahan,” katanya.

“Makanya, saya selalu bilang ke tim, ‘Kita itu disayang Tuhan. Harus bersyukur, Tuhan itu baik, kita sudah persiapan dulu baru ada badai.’ Jadi, saat pandemi orang tutup, bisnis kami justru tumbuh double digit sampai 27%. Jarang sekali ada, apalagi di dunia cake,” dia menyambung dengan nada penuh rasa syukur.

Lebih dari 20 tahun di dunia ritel F&B, Edison mengungkap bahwa tiga tahun terakhir merupakan tantangan luar biasa yang pernah dihadapi. Dia bahkan mengakui era sekarang sangat berbeda dibandingkan 5-10 tahun lalu. “Perubahan battle ground di industri kami benar-benar kompleks,” ujarnya.

Lantas, pelajaran apa yang dipetik alumni University of Stirling ini sebagai leader?

Menurutnya, untuk membawa perusahaan tumbuh di tengah situasi menantang, dirinya harus bisa menjadi game changer yang mampu menerapkan prinsip 3A: adapt, agile, align.

Game changer artinya bisa memecahkan masalah dengan cara inovatif, membuka peluang baru, atau mengubah strategi. Adapun 3A: adapt artinya cepat beradaptasi apa pun medan tempurnya; agile, cepat dan tepat dalam eksekusi; sementara align, mampu mengomunikasikan dalam bahasa yang sama. “CEO sekarang harus punya tiga hal itu. Kalau tidak, akan ketinggalan,” katanya.

Empat strategi yang dijalankan membawa MSI mampu mengarungi tahun-tahun berat. Sebelum 2019, revenue di bawah Rp 400 miliar, kini tembus Rp 1 triliun. Dari sisi EBITDA, margin tumbuh dari 13,5% menjadi 25%. “Market share kami di cake industry (juga) masih nomor satu,” ujarnya.

Kendati senang, Edison tak bisa berpuas diri. Mengapa?

“Industri cake pascapandemi itu gila-gilaan. Yang namanya kafe, toko roti atau pastry tumbuh tidak karuan. Toko cake dan pastry saja sudah lebih dari 14 pemainnya.”

Menghadapi itu, dia menyiapkan kedisiplinan internal. Dari sisi fasilitas, MSI sangat siap. Mereka punya fasilitas produksi yang modern, terotomatisasi; sertifikasi BRC Grade A (tanda kesiapan ekspor); dan Sertifikasi Halal Nilai A.

“Secara manajemen, kami cukup world class management. Jadi, tidak sekadar toko kue atau pabrik kue,” dia menandaskan. Termasuk penggunaan teknologi canggih, seperti otomasi proses cake layering dan pemotongan dengan ultrasonik, serta penggunaan iPad di toko. Yang perlu terus digelorakan ialah inovasi untuk menghasilkan produk baru seperti Keikpop yang lahir saat pandemi.

Sementara ke luar, mereka siap berekspansi. Sejak 2019, MSI yang kini memiliki tiga brand: The Harvest (91 gerai), The Harvest Express (42), dan Keikpop (90), terus memperluas jangkauan dari Jabodetabek ke 35 kota di lima pulau utama Indonesia. Lima tahun ke depan, mereka berambisi menjangkau hampir semua kota besar. Kemudian, setelah kuat di pasar domestik, mereka mempertimbangkan ekspansi regional.

Edison juga tak bisa berpuas diri karena tahun 2024 memberikan tantangan ekonomi yang besar, di antaranya kenaikan harga bahan baku seperti cokelat dan jagung, juga menurunnya daya beli. Mengetahui posisi pasarnya di segmen middle premium, dia bertekad menciptakan produk yang menawarkan nilai lebih dan harga lebih terjangkau. “Kami harus memikirkan bagaimana tahun ini benar-benar menciptakan produk yang value for money,” dia menegaskan.

Untuk merespons kondisi itu, MSI akan melakukan revisi pada rangkaian produk dan klasterisasi toko berdasarkan daya beli di berbagai daerah. Tujuannya: memastikan produk tetap relevan dan terjangkau. Dan, di sinilah Edison kembali ditantang agar bisa menjadi game changer yang menerapkan prinsip 3A-nya.

Mampukah dia menunjukkan tangan dinginnya? Menarik untuk ditunggu. (*)

Reportase: Vina Anggita


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved