Capital Market & Investment

Private Equity Membidik Investasi di Sektor Ini

Private Equity Membidik Investasi di Sektor Ini

Transaksi pendanaan di Asia Tenggara pada 2023 sebanyak 22 kali transaksi dengan total dana sebesar US$ 3,9 miliar. Angka ini turun dari 38 transaksi dan total dana sebesar US$ 6,7 miliar yang dicapai pada 2022. Transaksi pada bidang pelayanan kesehatan menyumbang lebih dari sepertiga (36%) dari total investasi private equity (PE) di Asia Tenggara, yang diikuti oleh sektor infrastruktur telekomunikasi dan digital (31%), dan sektor layanan bisnis (15%).

Selain itu, terdapat 13 transaksi exit dari perusahaan yang didukung PE, dengan total nilai transaksi sebesar US$ 3,3 miliar pada 2023. Pelambatan laju aktivitas PE di Asia Tenggara ini selaras dengan tren yang juga terjadi di wilayah Asia-Pasifik, jumlah dana yang ditutup pada tahun 2023, yakni 71 transaksi dengan total pendanaan sebesar US$ 35 miliar, merupakan yang terendah di wilayah tersebut sejak 2018.

Secara keseluruhan, terdapat 99 investasi PE dengan total nilai transaksi sebesar US$79,3 miliar di wilayah Asia-Pasifik pada tahun 2023. Hal ini berdasarkan EY Quarterly Private Equity Update: Asean (2023), yang menyajikan ringkasan transaksi PE triwulanan serta aktivitas permodalan di berbagai sektor utama di wilayah Asia Tenggara.

Publikasi EY juga menyoroti bahwa meskipun aktivitas pendanaan berjalan lambat pada tahun 2023, terdapat dana yang belum diinvestasikan, atau yang juga dikenal dengan istilah dry powder, bernilai besar yang telah difokuskan untuk wilayah tersebut. Secara khusus, kredit swasta atau private credit diperkirakan akan terus memperoleh momentum baik sebagai salah satu kelas aset maupun di bidang infrastruktur dan properti.

Luke Pais, EY Asia-Pacific Private Equity Leader, mengatakan tahun lalu itu merupakan tahun yang lebih lambat untuk pendanaan dan exit. “Kedua hal tersebut berhubungan dengan pengembalian modal limited partners yang lebih lambat yang menyebabkan rendahnya komitmen terhadap perwujudan pendanaan baru. Kami mengantisipasi aktivitas exit yang lebih tinggi di tahun 2024, dengan secondary exit menjadi metode exit yang paling populer,” ujar Pais pada Senin (4/3/2024).

Pais, pada pernyataannya itu, menyebutkan Asia Tenggara mengalami pengaruh dari penghambatan makroekonomi pada tahun 2023, dengan tingkat suku bunga dan inflasi yang menyebabkan rendahnya permintaan terhadap ekspor. Namun, laju peningkatan PDB tetap kuat. Selain itu, angkatan kerja berusia muda serta kelas menengah yang meningkat akan terus mengingkatkan permintaan terhadap solusi inovatif, yang menciptakan peluang bagi perusahaan portofolio PE maupun perusahaan investasi PE yang sedang mencari pendanaan. “Pada tahun 2024, aktivitas pada sektor-sektor seperti konsumen, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan layanan bisnis, kemungkinan akan meningkat,” ucapnya.

Terkait investasi PE pada sektor teknologi, kurang idealnya kinerja saham dari beberapa perusahaan teknologi terbesar di Indonesia tahun lalu mungkin telah menimbulkan kekhawatiran di antara perusahaan PE untuk berinvestasi di sektor tersebut. Bagi pelaku di sektor PE, industri-industri seperti pelayanan kesehatan, telekomunikasi, dan infrastruktur digital di Indonesia dianggap sebagai sektor yang lebih tangguh untuk diinvestasikan dibandingkan dengan sektor teknologi, yang selama beberapa tahun terakhir telah menjadi target utama bagi investasi PE.

Oki Stefanus, EY Indonesia Strategy and Transactions Partner, menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelambatan di Indonesia merupakan cerminan dari pola yang terjadi di Asia Tenggara dan kawasan Asia Pasifik, terutama didorong oleh tantangan makroekonomi, tingginya suku bunga dalam jangka waktu lama, dan inflasi. Faktor tambahan di pasar Indonesia, khususnya selama setahun terakhir, adalah pemilihan presiden. “Mengingat betapa besarnya pengaruh presiden baru terhadap dunia bisnis dan investasi di Indonesia, beberapa investor memilih pendekatan wait and see dalam berinvestasi di Indonesia pada tahun 2023,” ungkap Oki.

Akibat musim dingin teknologi atau yang juga dikenal dengan istilah tech winter, serta kinerja saham teknologi di Indonesia yang tidak menguntungkan, perusahaan-perusahaan PE menjadi semakin berhati-hati dan selektif dalam proses pemilihan investasi. Meningkatnya minat terhadap sektor seperti pelayanan kesehatan dan infrastruktur digital menunjukkan pergeseran fokus investor PE pada industri-industri yang telah terbukti, yang biasanya didorong oleh bisnis yang cermat dan yang memiliki fundamental yang solid.

Oki menyampaikan EY mengamati peningkatan minat dari berbagai perusahaan PE dalam industri pelayanan kesehatan, terutama dalam bentuk akuisisi aset-aset seperti rumah sakit, farmasi, dan klinik, yang terutama didorong oleh permintaan yang tinggi pada sektor tersebut. “Sektor lain yang diharapkan dapat mempertahankan tingkat aktivitas transaksi PE adalah sektor barang konsumsi, terutama didukung oleh besarnya pasar konsumen Indonesia serta semakin meningkatnya ketergantungan ekonomi pada konsumsi domestic," tutur Oki.

Di Indonesia, sektor energi terbarukan yang dikaitkan dengan ekonomi rendah karbon, telah mengalami berbagai transaksi, seperti kendaraan listrik, panel surya, dan teknologi berbasis iklim. Meskipun berbagai bisnis ini menunjukkan peluang menarik bagi perusahaan PE, sebagian besar pemain industri di Indonesia masih berada di tahap awal. Mereka masih membutuhkan penanaman modal dan investasi yang tinggi untuk mencapai suatu skala ekonomi yang cukup. Namun, perusahaan PE yang telah mapan diprediksi akan terus memperhatikan perkembangan di sektor ini, serta mengerahkan lebih banyak modal ketika bisnis-bisnis ini mencapai skala yang lebih besar.

Dengan perkiraan meningkatnya aktivitas transaksi PE di Asia Tenggara pada tahun 2024, publikasi EY menyoroti bahwa lanskap PE akan didominasi oleh tema-tema berikut:

• Teknologi dan artificial intelligence: Selain berkontribusi dalam pembentukan kembali beberapa sektor di Asia Tenggara, sektor ini juga akan menciptakan permintaan yang signifikan bagi infrastruktur digital.

• Transisi menuju ekonomi rendah karbon: Tema ini menciptakan peluang investasi di sektor energi dan sektor terkait lainnya.

• Konsumen yang beraspirasi: Mendorong permintaan untuk produk-produk dan layanan konsumen, pelayanan kesehatan berkualitas lebih baik, layanan keuangan dengan akses yang mudah, serta pendidikan bermutu tinggi.

• Lanskap layanan bisnis yang terfragmentasi: Penggabungan dari berbagai vertikal diprediksi akan terus berlanjut.

• Penataan ulang lanskap manufaktur global: Berbagai perusahaan sedang mencari cara untuk memastikan ketahanan rantai pasokan dengan mencari rantai pasokan alternatif serta memperluas lingkup pemasok mereka. Banyak perusahaan yang juga mempertimbangkan negara-negara di Asia Tenggara untuk menjadi basis pasokan alternatif.

Pais menyimpulkan secara keseluruhan aktivitas transaksi telah melambat pada tahun 2023, dalam mengarungi periode yang penuh tantangan ini, investor perlu mempertimbangkan investasi pada aset-aset baik yang memiliki valuasi yang menarik sehingga mampu melalui masa pelambatan ini dan keluar dengan kondisi lebih kuat dari sebelumnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved