Trends

Juragan Martabak Menggulirkan Diversifikasi Usaha

Gatot, pemilik Duta Martabak di Cimanggis, Depok Jawa Barat pada Minggu, 7 April 2024. Pedagang martabak ini memperoleh modal usaha dari KUR yang disalurkan BRI. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Penggiat usaha mikro, kecil, dan menengah ( UMKM) berkreasi untuk menambah lini usaha. Contohnya adalah Gatot. Pemilik Duta Martabak ini menambah usaha dengan membuka warung soto di 2023. Pada bulan Ramadan ini, Gatot berjualan aneka macam takjil guna mengoptimalkan momentum emas demi meningkatkan pendapatan.

Gatot menceritakan awal mula berjualan martabak yang dirintisnya sejak 2009. “Modal untuk memulai berjualan martabak sekitar Rp 10 juta,” ujar Gatot di Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada Minggu (7/4/2024). Dia belajar membuat adonan dan berdagang martabak dari sahabatnya yang berjualan martabak di Pasar Minggu, Jakarta Selatan,

Kala itu, Gatot berjualan martabak di Jalan Raya Bogor di Cimanggis. Lokasinya strategis lantaran persis di depan jalan raya. Kendaraan bermotor lalu lalang di kawasan ini. Tapi, pembelinya relatif tak banyak sehingga penjualan martabak tak sesuai target. Lantas, Gatot mencari lokasi usaha yang prospektif.

Pada 2001, Gatot pindah ke kawasan Komplek Duta Pelni yang jaraknya sekitar 1 km dari Jalan Raya Bogor itu. Lapak martabaknya itu dikelilingi komplek perumahan dan kawasan pemukiman yang padat penduduk. Duta Martabak, demikian nama brand-nya, dikreasikan Gatot di lokasi terbaru ini.

Pria kelahiran Jakarta pada 1966 ini membukukan peningkatan omset sejak berpindah lokasi. Kemudian, dia membuka cabang di 2 lokasi lainnya, diantaranya di Jalan Pemuda, Depok. Cabang itu dikelola oleh karyawannya. Sayangnya, kedua cabang ini sudah tutup lantaran tata kelola keuangan di cabang ini tidak sesuai harapan. Gatot memetik pelajaran dari pengalaman ini.

Lalu, Ayah dari tiga anak ini fokus mengelola dan mengoperasikan Duta Martabak. Dia dibantu pegawainya untuk mengembangkan usahanya ini. Jam operasionalnya pada 15.30-16.00 WIB. Gatot menjadi juru racik adonan dan mengolah adonan ini menjadi martabak telor dan martabak manis.

Harganya bervariasi sekitar Rp 7 ribu hingga Rp 70 ribu per porsi. Menunya pun beragam. Martabak kismis, misalnya, dibanderol Rp 7 ribu/porsi. Adapula martabak telor super jumbo plus daging sapi seharga Rp 67 ribu dan martabak nutella keju plus daging sapi yang seharga Rp 70 ribu/porsi atau harga termahal dari 52 varian menu.

Gatot, pemilik Duta Martabak, memproduksi adonan sebanyak 6 kg per hari. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Dia merincikan penjualan martabak telor dan martabak manis itu masing-masing berkontribusi sebesar 50% dari total penjualan. Saban hari, rata-rata penjualan Duta Martabak berkisar Rp 1,7 juta. Sesekali, penjualan Duta Martabak malah bisa mencapai Rp 2 juta per hari “Contohnya, omset saya di bulan puasa tahun ini mencapai Rp 2,5 juta dalam sehari,” ucap Gatot. Untuk adonan, Gatot seringkali menyiapkannya sebanyak 6 kg/hari. Biasanya, adonan itu ludes. “Kalau dulu, bisa habis 10 kg per hari,” ucapnya.

Penurunan itu disebabkan adanya penjual martabak di sekitar kawasan tersebut. Gatot berkisah awalnya jumlah pedagang di kawasan Duta Pelni hanya ada dua unit. Kini, jumlahnya bertambah hingga mencapai 5-7 unit dalam beberapa tahun terakhir ini. Persaingan yang sengit ini tak menyurutkan semangat Gatot. Dia berkreasi mencari peluang untuk memperluas jangkauan konsumen dengan mendaftarkan Duta Martabak ke aplikasi pesan antar makanan, yakni GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood.

Taktik bisnis ini berhasil menjaga omset Duta Martabak, khususnya pada masa pandemi Covid-19 di 2020 hingga pertengahan 2022. Pemerintah berhasil mengendalikan wabah virus Corona pada 2022. Dampaknya, pemerintah melonggarkan mobilitas masyarakat di semester I/2022. Hal ini berefek positif terhadap kunjungan konsumen ke Duta Martabak. “Sejak awal tahun 2022 , pelanggan banyak yang langsung membeli martabak ke sini (Duta Martabak),” imbuhnya.

Walau demikian,, Gatot tetap menyediakan opsi penjualan martabak via aplikasi antar makanan online itu. Hanya saja frekuensi penjualan di aplikasi ini kian berkurang dibandingkan konsumen yang membeli langsung di gerai martabaknya itu. Dia dan pegawainya memberikan pelayanan konsumen yang cepat dan higienis untuk konaumen yang membeli di platform online dan konvesional.

Saat ini, tantangan yang dihadapinya adalah menyiasati peningkatan harga bahan baku, semisal daun bawang yang naik menjadi Rp 30 ribu dari sebelumnya Rp 17 ribu. “Kemudian, telor bebek yang harganya naik ke Rp 3.500 per butir dari Rp 2 ribu,” ungkapnya. Kendati demikian, harga jual martabak tetap dipertahankan serta tidak mengurangi kualitas cita rasa. Gatot hanya mengorbankan marjin keuntungannya yang terpangkas hingga 60%. “Alhamdullilah, masih dapat keuntungan walau harga bahan baku naik,” katanya. Sang juragan martabak ini berharap harga bahan baku kembali normal agar marjin profitnya tak menyusut.

Walau menghadapi beragam tantangan bisnis, Gatot bernafas lega karena hasil berjualan martabak bisa membiayai kehidupan sehari-hari dan membayar honor pegawainya. Dia juga bisa membiayai pendidikan ketiga anaknya di perguruan tinggi negeri dan swasta. Anak pertamanya lulus dari Fakultas Teknik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lalu, anak kedua sudah diwisuda di Universitas Gunadarma dan si bontot merampungkan kuliahnya di Sekolah Penerbangan, Yogyakarta. “Anak pertama sudah bekerja di Sinarmas, kalau anak yang kedua gawe di Indomobil,” ujar Gatot.

Menambah Lini Usaha

Sejak awal berdagang itu, Gatot rutin menyisihkan profit dari berjualan martabak itu untuk biaya pendidikan anak-anaknya. “Setiap bulan saya menyisihkan dana Rp 10 juta untuk biaya pendidikan dan kuliah anak-anak,” ungkapnya. Gaya hidupnya berdasarkan prinsip hidup hemat sehingga bisa menjaga kualitas arus kas keuangan keluarga. Prinsip ini tetap dipraktikkan hingga detik ini. Walau anak-anaknya sudah bekerja, Gatot tak mau membebani mereka untuk membiayai hidupnya. Sebaliknya, Gatot bersama isterinya malah menambah lini usaha lainnya.

Pada 2023 lalu, Gatot memulai usaha warung soto. Lokasinya persis di samping gerobak Duta Martabak. Modal usaha ini diperolehnya dari pinjaman yang diberikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. “Saya mendapat KUR (Kredit Usaha Rakyat) Rp 30 juta dari BRI di tahun 2022 untuk menambah modal usaha martabak. Di Februari 2023, saya top up KUR hingga Rp 60 juta untuk buka warung soto,” tutur Gatot. Tenor KUR ini selama 2 tahun.

Pinjaman KUR ini disalurkan oleh Kantor BRI Unit Radar Auri, Cimanggis. Adapun, Gatot adalah nasabah BRI Kantor Cabang Cimanggis. Gatot merincikan penggunaan KUR itu antara lain untuk membeli gerobak dan aneka perlengkapan untuk warung soto. Sang isteri mengelola warung soto ini sejak tahun lalu. Dia dibantu oleh karyawannya sebanyak 1 orang. Jam operasional dibuka pada pagi hingga sore hari. Pada bulan puasa ini, warung sotonya tidak beroperasi. “Isteri membuka warung takjil khusus di bulan puasa. Modal usahanya dari sisa dana KUR BRI di tahun lalu,” ucap Gatot.

Dia mengatakan proses pengajuan dan pencairan KUR itu sangat cepat. “Prosesnya mudah dan cepat, sehari selesai dan cair dananya,” sebutnya. Petugas BRI bidang ultra mikro atau mantri acapkali menjalin komunikasi dengan Gatot. Dia mengatakan karyawan BRI ini memberikan panduan untuk pengelolaan KUR yang tepat untuk menambah modal usaha dan mengatur keuangan.

Setiap bulan, Gatot mencicil KUR ini senilai Rp 3,4 juta/bulan. Apabila mengacu rata-rata omset Duta Martabak sekitar Rp 1,7 juta/hari, maka Gatot berpeluang mengantongi omset atau pendapatan kotor hingga Rp 51 juta per bulan. Untuk memudahkan transaksi keuangan, Gatot mengunduh aplikasi BRImo sejak tahun lalu. Dia juga mendaftar QRIS yang diterbitkan BRI untuk memberikan opsi kepada konsumen untuk pembayaran non tunai di Duta Martabak.

Perihal digitalisasi oleh UMKM, Supari, Direktur Bisnis Mikro BRI, menyampakan pemanfaatan teknologi digital mampu menjangkau pelaku usaha secara masif untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas pelaku usaha, efisiensi operasional hingga membukakan akses pasar yang lebih luas. “Pendekatan holistik program pemberdayaan BRI disesuaikan dengan kebutuhan UMKM menjadi kunci penting dalam mengurai kompleksnya permasalahan pengembangan usaha mikro,” ujar Supari pada keterangan tertulisnya di Jakarta pada Kamis, 21 Maret 2024.

Melalui percepatan digitalisasi, proses literasi mampu menjangkau lebih luas kepada pelaku usaha mikro dengan memberi banyak manfaat, termasuk efisiensi operasional, meningkatkan produktivitas, memperluas jangkauan pasar, dan meningkatkan daya saing.

Hingga akhir tahun 2023, BRI sebagai bank yang terus berkomitmen kepada UMKM telah memiliki kerangka pemberdayaan yang dimulai dari fase dasar, integrasi hingga interkoneksi. Konsep revitalisasi tenaga pemasar mikro (mantri) yang menjadi financial advisor dengan konsep penguasaan ekosistem suatu wilayah menjadi backbone pelaksanaan. Keberagaman jenis pemberdayaan yang BRI miliki menjadi bukti nyata komitmen perusahaan untuk selalu memberikan solusi terhadap pengembangan ekosistem UMKM, khususnya segmen mikro dan ultra mikro. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved