Economic Issues

Kontribusi Devisa Sawit Rp600 Triliun, Ini Prediksi GAPKI untuk Industri Sawit 2024

Kontribusi Devisa Sawit Rp600 Triliun, Ini Prediksi GAPKI untuk Industri Sawit 2024
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menyebut bahwa industri sawit di Indonesia menjadi penopang ekonomi Indonesia yang sepanjang tahun 2023 menghasilkan devisa sebesar Rp600 triliun, dan jumlah itu terbesar dalam sejarah. Selain itu, jumlah penyerapan tenaga kerja oleh industri sawit mencapai kisaran 16,2 juta orang.

Saat ini, menurut Eddy, jumlah anggota GAPKI hanya 727 perusahaan dari total 3.000-an perusahaan kelapa sawit di Indonesia. Begitupula di Sulawesi, belum semua perusahaan sawit menjadi anggota GAPKI. “Harapan kami, kepengurusan GAPKI Sulawesi dapat meningkatkan jumlah anggotanya supaya mempermudah koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah,” tuturnya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, sangatlah penting untuk membangun kolaborasi dengan pemerintah daerah dengan pelaku industri. Di Sulawesi Tenggara, tanaman kelapa sawit telah lama dikenal oleh petani yang pengembangannya dimulai sejak 1999. Merujuk data dari Dinas Perkebunan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat luas areal kelapa sawit milik masyarakat seluas 7.948 hektar. Separuh pengembangan perkebunan kelapa sawit di Sultra berada di 8 Kabupaten, yakni Kabupaten Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Timur, Konawe, Konawe Selatan, Bombana, Muna dan Kabupaten Muna Barat.

Ada pula perkebunan sawit inti seluas 15.801 hektare dan plasma seluas 27.626 hektar. Untuk perkebunan swasta di Sultra antara lain PT Damai Sejahtera Lestari (DJL) di Kabupaten Konawe Utara, PT Sultra Prima Lestari (SPL) di Kabupaten Kolaka, PT. Utama Agrindo Mas, PT Tani Prima Makmur di Kabupaten Konawe, PT. Merbau Indo Raya di Kabupaten Konawe Selatan.

Eddy menjelaskan, total produksi CPO tahun lalu tercatat sekitar 50,07 juta ton atau tumbuh 7,15% dari tahun 2022 yakni sebesar 46,73 juta ton. Sementara itu, produksi PKO mencapai 4,77 juta ton atau naik 5,66% dari tahun sebelumnya (2022) sebesar 4,52 juta ton.

Kenaikan produksi dari tahun 2022 ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: (1) harga minyak sawit menjelang akhir tahun 2021 dan sepanjang tahun 2022 relatif tinggi, sehingga mendorong pelaku usaha untuk mengelola kebunnya dengan baik, termasuk pemberian pupuk; (2) adanya perluasan areal tertanam menghasilkan di tahun 2023. Hal ini sesuai dengan data Kementerian Pertanian yang menyebutkan dalam periode 2017-2020 ada kenaikan luas tanaman sekitar 2017-2020 sebesar 540 ribu hektare dan memperkirakan di tahun 2023 saja akan penambahan terjadi areal tanaman menghasilkan (TM) seluas 260 ribu hektare dari 12,342 juta hektare di tahun 2022 menjadi 12,602 juta hektare di 2023. (3) El Nino yang diperkirakan akan melanda Indonesia, ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman, karena melanda di sebagain besar Indonesia bagian selatan dan

Konsumsi dalam negeri menunjukkan kenaikan dari 21,24 juta ton pada 2022 menjadi 23,13 juta ton atau kenaikan sekitar 8,90%. Implementasi kebijakan Biodiesel (B35) yang secara efektif dilakukan pada Juli 2022 telah meningkatkan konsumsi minyak sawit sebesar 17,68% yakni dari 9,048 juta ton pada tahun 2022 menjadi 10,65 juta ton di tahun 2023. Dengan diimplementasikannya B35, konsumsi biodiesel selama 2023 telah mencapai 10,30 juta ton dan telah melampaui konsumsi untuk pangan dalam negeri.

Ekspor produk CPO dan PKO (palm kernel oil) turun 2,38% dari 33,15 juta ton di 2022 menjadi 32,21 juta ton di tahun 2023. Sementara itu ekspor untuk biodiesel dan oleokimia mengalami kenaikan masing -masing sebesar 29 ribu ton dan 395 ribu ton. Penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan EU yakni sebesar 11,6%% dari 4,13 juta ton tahun 2022 menjadi 3,70 juta ton di 2023. Sebaliknya ekspor untuk tujuan Afrika naik sebesar 33% dari 3.183 ribu ton menjadi 4232 ribu ton., China naik 23% dari 6.280 ribu ton menjadi 7.736 ribu ton, India naik 8% dari 5.536 ribu ton menjadi 5.966 ribu ton dan Amerika Serikat naik 10% dari 2.276 ribu ton menjadi 2.512 ribu ton.

Turunnya harga rata-rata kelapa sawit selama tahun 2023 dibanding 2023 di pasar Ciff Rotterdam sebesar 28,7%, yang mana rata-rata harga tahun 2023 adalah 964 US$/ton atau jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya dengan rata-rata 1.352 US$/ton, menyebabkan penurunan nilai ekspor kelapa sawit Indoensia yang cukup signifikan dari US$ 39,07 miliar pada 2022 menjadi US$ 30,32 miliar tahun 2023. Dengan stok awal tahun 2023 sebesar 3,69 juta ton, stok akhir produk CPO dan PKO Indonesia tahun 2023 diperkirakan mencapai 3,14 juta ton.

Bagaimana pprospek industri sawit tahun 2024? Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono mengungkapkan, industri kelapa sawit Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan di tahun 2024. Dari sisi ekonomi global, ketidakpastian masih membayangi pertumbuhan ekonomi global khususnya negara-negara maju. Amerika Serikat masih dilanda inflasi yang di atas target, China sebagai salah satu konsumen terbesar minyak sawit juga masih bergulat dengan pelemahan ekonomi pasca-Covid 19, begitupula dengan Eropa di mana kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiscal yang meningkat diiringi inflasi yang masih tinggi.

Sementara itu eskalasi geopolitik global kian memanas. Di saat eskalasi laut hitam yang belum mereda akibat perang Rusia dan Ukarina yang juga memberikan dampak besar pada pasokan beberapa komoditas strategis di pasar global, kini dunia juga harus menghadapi eskalasi geopolitik di Laut Merah akibat perang Israel dan Palestina yang juga diestimasi dapat memberikan dampak besar terhadap pasokan komoditas mengingat laut merah merupakan jalur strategis perdagangan global.

“Kami memperkirakan prospek industri sawit tahun 2024 mempunyai kecenderungan sebagai berikut: konsumsi dalam negeri diperkirakan akan mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan adanya implementasi Biodiesel (B35) secara setahun penuh (fully implemented),” jelas Mukti.

Selain itu, tantangan yang dihadapi industri sawit adalah harga minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2023. Produksi diperkirakan akan stagnan. Lalu, volume ekspor diproyeksikan turun terutama karena meningkatnya kebutuhan untuk dalam negeri.

Untuk memastikan peningkatan produksi dan menjamin dipenuhinya kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor, maka beberapa upaya perlu dilakukan: (1) penyelesaian perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk Kawasan hutan. GAPKI terus mengusulkan bahwa bagi kebun sawit yang sudah memeiliki alas hak baik itu SHM maupun setrtifikat HGU semestinya sudah bukan Kawasan Hutan lagi.

Lalu, (2) penyelesaian pasal 110 B jangan sampai menyebabkan pengurangan areal yang signifikan, akan berdampak kepada pengurangan produksin sawit. Memastikan program PSR dapat berjalan sesuai dengan targetnya (target 180.000 ha/tahun). Hambatan yang masih ada harus dapat di selesaikan. Peraturan yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan, khsususnya peraturan terkait kewajiban FPKM 20%, karena masih menimbulkan kekisruhan di lapangan.

Untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan kemungkinan dibangun kebun sawit untuk energi (dedicated area) khususnya pada kawasan yang sudah terdegradasi, sehingga kebutuhan minyak sawit untuk energi tidak menganggu kebutuhan untuk pangan, industri dalam negeri dan ekspor.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved