Economic Issues

Bos BCA Bocorkan Tiga Penyebab Rupiah Tembus Rp16.000/US$1

Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja. (foto Ubaidillah/Swa)

Per hari ini, Selasa (23/04/2024) kurs Rupiah terhadap US$1 telah mencapai Rp16.236. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan saat krisis moneter yang menerjang Indonesia pada tahun 1998 lalu.

Banyak yang mengira, melemahnya Rupiah ini karena konflik di Timur Tengah yang sedang memanas, antara Israel dengan Iran. Namun, bos BCA Jahja Setiaatmadja tidak sependapat bahwa konflik di Timur Tengah menjadi penyebab mata uang RI melemah.

Dalam konferensi pers kinerja Bank BCA selama periode Kuartal I /2024, Jahja memandang bahwa setidaknya ada tiga penyebab kenapa Rupiah melemah hingga tembus Rp16.000/US$1. “Saya kurang setuju melemahnya rupiah karena masalah di Timur Tengah, namun lebih ke beberapa faktor,” kata Jahja dalam jawabannya.

Penyebab pertama karena adanya momen hari raya Idulfitri 1445 H. Menurut Jahja, pada awal tahun ini ada persiapan menghadapi hari raya Idulfitri, para pengusaha di dalam negeri siap membeli bahan-bahan impor berupa raw materials yang disiapkan untuk produksi.

“Biasanya itu masa-masa Idulfitri peningkatan (impor raw material) akan lebih (banyak) daripada hari-hari normal. Jadi ada kebutuhan impor yang meningkat,” ungkap Jahja menjawab pertanyaan wartawan.

Penyebab kedua Rupiah melemah karena adanya DAM dari investor luar negeri ke saham maupun ke obligasi di Indonesia, sehingga ini berdampak pada pelemahan rupiah. “Artinya DAM itu, ada penarikan dolar keluar, ucapnya.

Penyebab ketiga adalah adanya pembayaran dividen saham perusahaan-perusahaan besar pada kuartal I 2024. Seperti diketahui, para pemegang saham perusahaan-perusahaan bonafit tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri.

“Dividen itu ada sebagian yang mengalir keluar. Kita tahu bahwa investor saham-saham, terutama perusahaan-perusahaan besar, banyak pemiliknya adalah dari asing. Jadi ada masalah supply and demand,” katanya.

Jahja juga setuju bahwa Bank Indonesia tidak melakukan intervensi dalam hal pelemahan rupiah. Dia beralasan kalau ada kebutuhan riil yang meningkat maka tidak boleh ada intervensi. “Itu (intervensi) akan seperti membuang garam ke laut,” ucapnya tegas.

Jahja berharap, jika nanti kebutuhan US$ melemah, supply masih tetap normal dan demand-nya menurun, Bank Indonesia bisa menstabilisasi kembali. Apakah nanti bisa dibuat Rp16.000 atau tidak itu tergantung dari situasi dan kondisi.

“Tetapi kalau saya lihat dari masyarakat sekarang, tidak gampang untuk jual dan beli mata uang asing, terutama US$. Untuk permohonan jumlah kecil mungkin iya (bisa), tetapi untuk pemohon besar yang memengaruhi market saya rasa untuk individual players itu hampir tidak ada,” ucap Presiden Direktur BCA ini.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved