Hilirisasi, Makan Bergizi, dan Koperasi

DR. Ir. Herbert Siagian M.Sc.

Hilirisasi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari suatu bahan baku di lokasi dimana bahan baku tersebut berada untuk menjadi produk-produk yang dibutuhkan bagi pengguna atau konsumen akhir. Bahan baku yang dijual begitu saja akan dihargai lebih rendah dibandingkan jika diolah menjadi produk setengah jadi atau jadi, kemudian dijual di pasar yang tepat.

Hilirisasi dapat dilakukan pada bahan baku yang tersedia dalam jumlah banyak, seperti bahan baku pertanian, khususnya pangan. Hilirisasi pertanian pangan strategis sangat penting dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mendukung berbagai program pembangunan, termasuk program makan bergizi gratis yang menjadi program andalan presiden terpilih. Makan bergizi gratis menuntut tersedianya bahan baku makanan dan minuman secara kontinyu, yang dijamin kesehatan dan kadar gizinya.

Program makan bergizi juga merupakan upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs), seperti bebas kelaparan dan ketersediaan air minum serta sanitasi. Makan bergizi gratis ini juga terkait dengan upaya mengatasi stunting di Indonesia. Target makan bergizi adalah anak-anak usia produktif pada masa pertumbuhan, di mana kebiasaan makan makanan bergizi akan berdampak pada status kesehatan mereka sehingga ketika memasuki usia subur, mereka berpeluang tinggi menghasilkan keturunan yang sehat.

Indonesia sedang memasuki bonus demografi, di mana jumlah usia produktif dominan terhadap usia non-produktif. Makan bergizi gratis pada anak di masa pertumbuhan akan membentuk manusia produktif saat memasuki dunia kerja. Di usia produktif tersebut, masyarakat juga perlu mengonsumsi makanan yang cukup dan sehat. Usia produktif menuntut fisik dan fisiologis yang sehat untuk dapat berkinerja dan bersaing baik di dalam negeri maupun internasional.

Terkait makan bergizi gratis dan usaha penyediaan pangan sehat, baik dalam mengatasi masalah stunting maupun memenuhi kebutuhan masyarakat di usia kerja, memerlukan intervensi khusus seperti pemberian makanan dengan penambahan unsur-unsur kimiawi atau fungsional tertentu. Ini mengakibatkan penyediaan makanan untuk mencegah stunting dan meningkatkan produktivitas kerja seringkali mengalami kendala karena harus didatangkan dari kota-kota besar atau bahkan diimpor. Hal inilah yang menyebabkan ketersediaan pangan sehat bagi masyarakat menjadi tidak maksimal dan bahkan terancam.

Hilirisasi terhadap bahan baku pertanian pangan dapat diwujudkan di perdesaan atau daerah pinggiran karena secara alamiah tersedia bahan baku yang melimpah, dan sektor utama di perdesaan adalah pertanian. Hilirisasi terhadap produk pertanian pangan harus diarahkan pada produk-produk yang memiliki peminatan sesuai dengan perilaku konsumsi masyarakat saat ini yang ingin serba cepat dan instan. Produk-produk olahan seperti daging atau ikan beku, produk berbahan baku kedelai (tahu, tempe, susu kedelai), abon, dan lain sebagainya menjadi opsi untuk dikembangkan melalui program hilirisasi.

Selain itu, hilirisasi juga harus diarahkan untuk mengembangkan jenis pangan terkini seperti susu ikan, berbagai macam produk turunan dari daun kelor, termasuk jajanan kekinian seperti cilok berbahan baku ikan. Hilirisasi di tingkat lokal memerlukan ekosistem ekonomi yang kondusif, diselaraskan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia setempat serta pelibatan berbagai entitas kelembagaan di tingkat lokal yang harus dimodernisasi.

Model hilirisasi terhadap bahan baku pertanian yang mulai dirintis pemerintah saat ini adalah dalam bentuk rumah produksi bersama (RPB). Pemerintah membangun atau mengaktivasi pabrik, gudang, atau gedung eks proyek pemerintah yang non-aktif menjadi RPB. Selanjutnya, pemerintah mengintervensi teknologi yang diperlukan seperti pengadaan mesin dan penyediaan bahan baku pendukung dari produksi bahan baku utamanya. Pemerintah secara simultan melakukan identifikasi potensi bahan baku pangan yang akan diolah untuk menjadi produk unggulan.

Koordinasi antarkementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dilakukan untuk memperoleh dukungan teknis serta sarana prasarana pendukung seperti lahan, listrik, jalan, telekomunikasi, analisa dampak lingkungan, pembiayaan, perizinan, standarisasi, dan sertifikasi sesuai jenis produk yang akan dihasilkan dan proses bisnis RPB. Pemerintah daerah menunjuk lembaga koperasi yang kapabel dalam mengelola RPB. Ciri koperasi yang kapabel antara lain disiplin melakukan rapat anggota tahunan (RAT) 2-3 tahun berturut-turut, memiliki pengurus dan pengawas yang aktif, serta manajemen yang profesional. Anggota koperasi pengelola RPB juga harus secara faktual melakukan kegiatan usaha yang selaras dengan kegiatan usaha RPB.

Potensi koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM) dalam mendukung hilirisasi produk pertanian pangan termasuk makan bergizi gratis sangat besar. Jumlah koperasi di Indonesia mencapai 130 ribuan unit dengan jumlah anggota lebih dari 29 juta orang. Ini merefleksikan bahwa setiap 100 orang penduduk Indonesia terdapat 11 orang anggota koperasi (rasio 11:100).

Meskipun rasio ini masih rendah dibandingkan negara-negara dengan koperasi yang maju, di mana rasio anggota koperasinya mencapai 16:100. Total volume usaha koperasi di Indonesia sebesar Rp1.979 triliun dengan total aset Rp2.816 triliun. Terkait entitas usaha di Indonesia, prosentase jumlah usaha skala mikro sebesar 99,62%, usaha skala kecil 0,30%, usaha skala menengah 0,06%, dan usaha skala besar 0,01%. Jumlah usaha mikro dan kecil yang besar dapat dikonsolidasi menjadi anggota koperasi untuk mendukung berbagai program berskala nasional termasuk makan bergizi gratis.

Suksesnya hilirisasi tergantung pada KUMKM yang produktif dan berdaya saing. Produktivitas dan daya saing KUMKM menuntut kelincahan dalam menghadapi kondisi kekinian (agile to trends) yang direfleksikan dengan kemampuan menganalisa pasar dan pesaing secara rutin.

Kementerian Koperasi dan UKM mendukung hilirisasi dengan program rintisan berupa pembangunan RPB. RPB yang sudah ada direplikasi, dimodifikasi, dan difokuskan pada usaha pengolahan bahan baku pertanian pangan untuk mendapatkan skala ekonomi yang tinggi serta meningkatkan kualitas produk melalui pemanfaatan teknologi.

Dengan demikian, hilirisasi bahan baku pertanian pangan melalui RPB menjadi faktor pendorong bagi koperasi untuk menyusun rencana prioritas dalam agenda RAT, baik secara individual, integratif, dan hirarkis, serta sekaligus menjadikannya konsolidator usaha mikro, kecil, dan menengah yang menjadi anggota koperasi untuk menghasilkan produk-produk pertanian pangan yang berkualitas, memiliki posisi tawar (bargaining position) dengan kuantitas yang besar (pooling resources) dalam rangka mewujudkan program andalan makan bergizi gratis.

Selamat Hari Koperasi 12 Juli 2024!

Penulis: DR. Ir. Herbert Siagian M.Sc. Pemerhati Ekonomi dan Kelembagaan Lokal & Staf Ahli Menteri Koperasi UKM RI Bidang Produktivitas dan Daya Saing

# Tag