Sajian Utama

Surya Indo Plastic, Jalankan Ekonomi Sirkular dengan Terapkan Closed-Loop Recycling System

Amira J. Hasibuhan, Marketing Manager SIP

PT Surya Indo Plastic (SIP) adalah salah satu contoh perusahaan yang mengembangkan model bisnis ekonomi sirkular. SIP menawarkan packaging yang bahan bakunya 100% recycle PET (polyethylene terephthalate), dengan tidak mengurangi kualitas dan performance-nya. Perusahaan makanan dan minuman yang telah memakai kemasan produksi SIP antara lain Starbucks, Janji Jiwa, Kopi Kenangan, HokBen, J.CO Donuts, dan Tomoro Café.

Perusahaan yang didirikan pada 2006 ini melakukan switching penggunaan bahan baku produk kemasan 100% recycle PET sejak 2022, dari yang sebelumnya fokus pada bahan baku virgin PET resin. “Kami satu satunya perusahaan di Asia Pasifik yang memproduksi 100% recycle PET kemasan makanan. Dalam suatu riset, kami mengetahui bahwa 1 kg dari recycle PET itu dapat mengurangi 79% CO2, di mana pengurangan itu berasal dari konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan menggunakan bahan baku virgin PET,” kata Amira J. Hasibuhan, Marketing Manager SIP.

Amira menjelaskan, SIP memiliki visi memberikan kualitas terbaik bagi pelanggannya dengan penggunaan recycle PET. Dan, purpose perusahaan ini ialah membuat perbedaan dalam industri kemasan makanan melalui inovasi, tanggung jawab, dan kolaborasi.

“Komitmen kami, bisa mencegah sampah plastik masuk ke dalam lingkungan, juga raising awareness, memberikan informasi mengenai circular economy dan bagaimana cara kerja recycle itu sendiri,” katanya.

Menurut Amira, Indonesia memiliki masalah sampah plastik yang sangat besar, yang akhirnya berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dan, itu disebabkan, antara lain, kurangnya waste management infrastructure.

Maka, SIP bertekad ikut mengurangi plastik sampah dan gas emisi dengan closed-loop cup-to-cup recycling system, yakni mengoleksi sampah plastik yang digunakan dari cup yang diproduksinya, kemudian didaur ulang dan bertransformasi kembali menjadi cup baru. Dengan menjalankan model bisnis seperti itu, Amira menegaskan, SIP bisa mengurangi virgin material dan mempromosikan ekonomi sirkular.

Cara kerja closed-loop cup-to-cup recycling system dimulai dari konsumsi, yakni cup plastik bekas pakai dipisah dari sampah lainnya. Kemudian, dikumpulkan dan dikirim ke fasilitas recycling, lalu dicacah menjadi flakes (serpihan). Tahap selanjutnya, pembersihan: serpihan plastik tersebut dicuci dan dikeringkan. Setelah kering, serpihan plastik memasuki proses polymerization: dilelehkan dan semua kontaminasi dihilangkan untuk dijadikan bijih plastik baru yang disebut recycle PET pellet.

Untuk recycling facility, SIP bekerjasama dengan mitra bisnisnya, PT Veolia Service Indonesia, yang juga bekerjasama dengan Danone dan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Veolia yang mengolah kembali cangkir-cangkir plastik yang telah digunakan menjadi bijih plastik recycle. Recycle PET pellet inilah yang dijadikan bahan baku untuk memproduksi cup plastik baru. Begitulah gambaran ekonomi sirkular yang dijalankan oleh SIP. “Ini sudah kami lakukan selama sekitar dua tahun belakangan,” ujar Amira.

Dalam mengimplementasikan ekonomi sirkular tersebut, SIP membaginya menjadi tiga fase. Fase pertama, mengubah penggunaan semua raw material ke 100% recycle PET, lalu berkolaborasi dengan customer, business, dan partner untuk mendukung global sustainable goals ataupun Indonesian sustainable goals. “Kami juga me-launch kampanye consumer awareness dengan mempromosikan penggunaan recycle packaging dengan safe hygiene certified,” katanya.

Fase kedua, bekerjasama dengan Starbucks mendirikan infrastruktur pengumpulan sampah plastik di berbagai gerai mereka. Hasil kerjasama ini, telah dikumpulkan sekitar 750.000 kg sampah cup. Kemudian, meluncurkan kampanye consumer awareness untuk mempromosikan recycling dan mendorong partisipasi, serta memulai program percontohan untuk menguji efisiensi dan kelayakan closed-loop cup-to-cup recycling systems.

Dan, fase ketiga, SIP melakukan ekspansi pengumpulan cup plastik bekas pakai, tidak hanya melalui satu pelanggannya, tetapi juga beberapa pelanggan yang lain, untuk meningkatkan volume pengumpulan cangkir plastik bekas. Di samping itu, juga berkerjasama dengan pihak ketiga, antara lain Waste for Change, Recosystem, dan Octopus, serta kalangan bisnis dan stakeholders lainnya untuk mendukung ekspansi sistem yang dijalankannya. “Ke depan, kami harus bisa mengukur improvement dari recycling rate dan material recovery efficiency,” kata Amira.

Meski dalam proses recycle bahan baku plastik tersebut bekerjasama dengan pihak ketiga (mitra bisnis), SIP pun terus menyadarkan karyawannya agar praktik-praktik tersebut juga menjadi budaya di perusahaan. “Kami mengedukasi mereka mengenai sustainability, bagaimana kami harus terus menjaga lingkungan kita dan juga mengurangi penggunaan dalam proses-proses yang dijalankan di perusahaan. Kami terus menyadarkan mereka dan juga dilakukan audit internal, di mana kami mengecek setiap tempat apakah sudah sesuai dengan standar yang kami tetapkan. Jadi, semuanya sudah by rules,” Amira menuturkan.

Selain itu, di pabrik SIP di Sidoarjo juga ada Green Task Force , yakni sekumpulan karyawan yang menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan sustainability . Misalnya, berkebun, membersihkan lingkungan, dan memberikan dukungan pada acara-acara besar untuk mengampanyekan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat seperti World Food Safety Day.

Menurut Amira, dengan menerapkan ekonomi sirkular di SIP, manfaat yang didapat antara lain menjaga kesehatan lingkungan karena adanya upaya mencegah adanya sampah plastik masuk ke dalam lingkungan. Begitu juga dengan konsumen, pebisnis, dan peritel, turut mendukung program pemerintah dalam mengatasi masalah sampah plastik serta menghidupkan recycling industry sebagai mitra SIP untuk mendukung pengadaan bahan baku recycle PET. Dan, tentunya, future generation menjadi orang-orang yang mendukung bisnis berkelanjutan.

Sustainable impact­- nya, kata Amira, pertama, terhadap lingkungan (environment sustainability), terjadi pengurangan sampah dan memiliki circular economy practices. Kedua, dari sisi economy sustainability, adanya efektivitas biaya, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan pasar. Dan, ketiga, dari aspek social sustainability, adanya engagement dengan komunitas pencinta lingkungan, kesetaraan, dan inklusi, serta meningkatkan pendidikan dan awareness tentang ekonomi sirkular.

Hanya saja, Amira mengungkapkan, menjalankan ekonomi sirkular saat ini memang masih menjadi tantangan tersendiri. Ketika menyampaikan informasi ke pelanggan tentang pentingnya keberlanjutan, misalnya, ada yang merespons, “Oh, itu masih nanti deh. Indonesia belum ke situ arahnya.” Jadi, harus ada effort-lebih dalam edukasi agar kita bersama-sama bergerak untuk mendukung bisnis berkelanjutan, termasuk praktik ekonomi sirkular. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved