Transformasi Pasar Tradisional: Kisah Sukses Titipku dan Kegigihan Henri Suhardja
Henri Suhardja, CEO & Co-Founder Titipku adalah sosok inovator ulung dalam dunia bisnis Indonesia lantaran menciptakan jalan baru untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui platform Titipku. Platform digital ini didirikan di Yogyakarta pada 2017. Cikal bakal Titipku bermula dari keinginan Henri untuk membantu UMKM yang kesulitan masuk ke platform e-commerce besar, seperti Tokopedia atau Shopee.
Henri bersama rekannya Ong Tek Tjan mendirikan Titipku untuk memacu digitalisasi UMKM, khususnya yang beroperasi di sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pasar tradisional. Mereka melihat potensi besar dalam menghubungkan pedagang tradisional dengan konsumen modern melalui teknologi. Oh ya, Ong adalah eks bankir di berbagai bank swasta nasional. Ong pensiun dari bank untuk fokus membesarkan Titipku.
Ditempa Sejak Belia
Jiwa kewirausahaan Henri ditempa sejak remaja. Henri, yang lahir dan besar di Yogyakarta, merampungkan kuliahnya di program studi Teknologi Pangan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Henri mengisahkan selama masa kuliah itu mencoba-coba berbagai usaha kecil, mulai dari menjual nasi bungkus hingga menjadi broker properti. Pengalaman ini mengajarinya dasar-dasar bisnis dan pentingnya jaringan serta tantangan dan tantangan yang dihadapi oleh pengusaha UMKM.
Berbekal pengalaman menjadi bos cilik di masa kuliah ini, Henri berhasil membawa Titipku dari kebangkrutan. Dia mengarahkan Titipku untuk melakukan pivot bisnis di 2019. Perlahan-lahan, Henri dkk mengkreasikan Titipku sebagai platform jasa titip belanja.
Dia berikhtiar membantu para pedagang di pasar tradisional menjual produknya ke konsumen pada aplikasi Titipku. Setahun berikutnya, dia menghadapi beragam tantangan di masa pandemi Covid-19. “Saya terjebak di Jakarta karena ada lockdown pada akhir Maret 2020, saya tidak bisa kembali ke Yogyakarta,” ujar Henri saat dijumpai swa.co.id di Jakarta, Selasa (6/8/2024) dalam acara siniar BizzComm, kolaborasi SWA dengan LSPR Faculty of Business.
Setelah pelonggaran lockdown, Henri mengunjungi pasar tradisional di Jakarta, yakni pasar di Tomang, Jakarta Barat. Dia menghampiri para pedagang satu per satu untuk memberikan brosur dan tujuan Titipku mengajak kerja sama. Mayoritas pedagang menolak ajakan Henri. “Cuma 5 pedagang yang bergabung ke Titipku,” ujar Henri sambil melempar senyum.
Henri memang tak mudah mendapatkan kepercayaan dari pedagang pasar tradisional yang sudah puluhan tahun berdagang tanpa bantuan digital. Henri dan timnya harus melakukan pendekatan personal, menjelaskan manfaat digitalisasi, dan menunjukkan komitmen mereka dengan terjun langsung ke pasar. “Saya setiap jam 5 pagi mendatangi pasar di Tomang untuk berbelanja ke lapak pedagang. Saya adalah Jatiper nomor pertama yang melayani pesanan konsumen Titipku,” katanya.
Dia merasakan tekstur dan aroma pasar tradisional, memahami ritme dan dinamika pedagang, serta mendengar suara-suara skeptis yang kadang menghiasi percakapan diantara lorong-lorong pasar. Untuk mengatasi tantangan ini, Henri dan tim Titipku menggunakan strategi pendekatan komunitas.
Mereka membentuk tim lapangan yang berinteraksi langsung dengan pedagang, memberikan pelatihan tentang penggunaan aplikasi, dan membantu mereka memahami bagaimana digitalisasi dapat meningkatkan penjualan. Mereka juga melibatkan anak-anak muda setempat sebagai Jatiper (Jasa Titip), yang bertugas membeli dan mengirim barang dari pasar ke pelanggan.
Pelan tapi pasti, Henri membuktikkan layanan Titipku berhasil meningkatkan omset para pedagang di pasar itu. Para pedagang ini membagikan pengalamannya ke pedagang atau sanak saudara yang berprofesi sebagai pelaku UMKM di pasar tradisional. Promosi dari mulut ke mulut ini memperluas jangkauan Titipku ke para pedagang pasar dan konsumen. Pedagang makin membludak, bisnis Titipku kian menanjak.
Henri menjabarkan Titipku sejak tahun 2022 hingga 31 Juli 2024 sudah bermitra dengan sudah 150 pasar di Jabodetabek. “Target Titipku dalam lima tahun mendatang adalah bermitra dengan pedagang di 1.000 pasar di 1 kota nasional Indonesia,” imbuh Henri dengan nada optimis. Ruang pertumbuhan Titipku sangat besar. Sebab, Henri mengestimasikan jumlah pasar tradisional di Indonesia sebanyak 16 ribu unit.
Titipku berbeda dari platform e-commerce lainnya karena fokus pada hyperlocal dan pedagang pasar tradisional. Dengan model bisnis yang menekankan pada pengiriman barang dalam radius 5 km, Titipku memastikan produk tetap segar dan biaya pengiriman tetap rendah. Keunikan ini membuat Titipku menjadi solusi ideal bagi konsumen yang mencari kenyamanan tanpa mengorbankan kualitas produk.
Kemudian, model bisnis Titipku sederhana namun efektif. Mereka mengambil margin dari transaksi antara pedagang dan pelanggan. Selain itu, Henri juga menekankan pentingnya keberlanjutan dengan menghindari strategi ‘membakar uang’ yang sering digunakan oleh startup lain. Ini membantu Titipku tetap sehat secara finansial dan berkelanjutan.
Selain itu, Titipku juga berhasil mendapatkan injeksi modal dari beberapa investor ternama yang percaya pada visi dan potensi mereka. Pada 2020, Titipku menerima pendanaan sebesar US$10 juta dari beberapa venture capital, yang digunakan untuk memperluas operasional dan meningkatkan teknologi platform mereka.
Titipku di 2022 lolos seleksi Y Combinator, inkubator startup di Amerika Serikat. “Perusahaan startup yang diseleksi dari seluruh dunia, kami sangat bersyukur kepada Tuhan yang memberikan kemudahan dan jalan keluar tatkala kami menghadapi kesulitan,” ujarnyaLangkah berikutnya, Henri mengikuti pelatihan Y Combinator. Mentor pada pelatihan ini adalah para pendiri startup di AS. Pelatihan ini menambah pengetahuan Henri untuk merancang model bisnis dan manajemen keuangan Titipku di periode berikutnya.
Cara Kerja Titipku
Pelanggan dapat memesan melalui aplikasi Titipku, memilih pedagang pasar terdekat, dan menentukan barang yang ingin dibeli. Jatiper kemudian membeli barang tersebut dan mengirimkannya ke pelanggan. Proses ini memungkinkan pelanggan mendapatkan produk segar dengan mudah, sementara pedagang pasar mendapatkan akses ke pasar yang lebih luas. Setiap langkah dalam proses ini didukung oleh teknologi yang memastikan efisiensi dan transparansi.
Dalam hal digital marketing, Titipku memanfaatkan kekuatan media sosial dan komunitas. Mereka aktif berkolaborasi dengan influencer lokal untuk meningkatkan kesadaran dan membangun kepercayaan. Selain itu, mereka menggunakan konten edukatif untuk menjelaskan manfaat menggunakan Titipku bagi pelanggan dan pedagang.
Konten ini mencakup video tutorial, testimoni pelanggan, serta cerita sukses pedagang yang telah merasakan manfaat dari platform ini. Titipku memanfaatkan skema freemium di mana pedagang dapat bergabung secara gratis, tetapi dikenakan biaya tambahan untuk fitur premium yang meningkatkan visibilitas dan penjualan pedagang pasar.
Kolaborasi menjadi kunci sukses bagi Titipku. Mereka bekerja sama dengan institusi keuangan untuk menyediakan modal kerja bagi pedagang pasar, serta dengan pemerintah daerah untuk mendukung program digitalisasi pasar. Inovasi terus dilakukan oleh Titipku untuk tetap relevan dan kompetitif. Mereka mengembangkan fitur baru di aplikasi seperti pelacakan real-time, pembayaran digital yang aman, dan program loyalitas pelanggan.
Selain itu, mereka juga berinvestasi dalam analisis data untuk memahami tren belanja dan kebutuhan pelanggan, serta mengoptimalkan rantai pasokan. Henri menekankan pentingnya inovasi berkelanjutan untuk memastikan Titipku selalu berada di garis depan dalam memberikan solusi terbaik bagi UMKM.
Henri melihat masa depan Titipku penuh dengan peluang. Dia berencana memperluas jangkauan Titipku ke lebih banyak pasar di seluruh Indonesia, serta meningkatkan kualitas layanan dengan memanfaatkan teknologi terbaru. Dengan visi untuk memberdayakan UMKM dan pedagang pasar tradisional, Henri dan Titipku terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Keberhasilan Titipku tidak hanya diukur dari segi finansial, tetapi juga dari dampak sosial dan ekonomi yang dihasilkan. Titipku telah membantu ribuan pedagang kecil meningkatkan pendapatan mereka, membuka lapangan pekerjaan baru, dan memberikan akses yang lebih luas bagi konsumen terhadap produk lokal. Inisiatif ini juga berkontribusi pada pengembangan ekonomi lokal dan penguatan komunitas.
Sebagai contoh, Henri mengisahkan warga lokal yang menjadi Jatiper memperoleh pendapatan Rp3-5 juta per bulan. “Ada dua orang Jatiper yang menyampaikan kepada kami telah lulus kuliah dan biaya kuliahnya diperoleh dari pendapatannya sebagai Jatiper,” ucap Henri.
Titipku, di bawah kepemimpinan Henri, telah menunjukkan bahwa dengan visi yang jelas, strategi yang tepat, dan komitmen terhadap inovasi, sebuah platform digital dapat memberdayakan UMKM dan menciptakan perubahan positif yang signifikan. Keberhasilan Titipku menginspirasi startup lain di Indonesia. Kegigihan Henri berhasil mewujudkan impiannya untuk membuat platform digital yang berdampak positif terhadap ekonomi dan sosial pedagang cilik dan membuka lapangan pekerja kepada warga lokal. “Pada era tech winter, Titipku berhasil meningkatkan pendapatan hingga dua digit di tahun 2022 hingga Juni 2024,” tutur Henri. (*)