Jokowi: Mimpi Indonesia Jadi Pemain Utama di Industri Kendaraan Listrik Akan Segera Terwujud
Presiden Joko Widodo, Rabu (7/8) meresmikan pabrik anoda baterai litium PT Indonesia BTR New Energy di Kendal, Jawa Tengah. Peresmian itu menandai kepercayaan diri Indonesia menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik global. Bagaimana kenyataan di lapangan?
Mulai dibangunnya pabrik bahal material untuk baterai kendaraan listrik di berbagai provinsi, diklaim sebagai mulai terbangunnya ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik anoda baterai lithium milik PT Indonesia BTR New Energi di Kendal, Jawa Tengah.“
Jadi yang kita impikan sebuah ekosistem besar kendaraan listrik yang kuat dan terintegrasi satu per satu mulai kelihatan,” ungkap Jokowi.
Ekosistem kendaraan listrik tersebut, kata Jokowi, dilengkapi dengan pembangunan smelter nikel dan turunannya di beberapa wilayah seperti Morowali dan Weda Bay. Smelter PT Freeport Indonesia ini akan mulai berproduksi pada bulan September. Disusul smelter bauksit di Mentawai, Kalimantan Barat.“
Sehingga kalau semuanya jadi, sekali lagi ekosistemnya akan terbangun, kita akan bisa masuk ke global supply chain yang itu akan memberikan nilai tambah yang besar, baik masalah rekrutmen tenaga kerja maupun terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Jokowi mengakui tidak mudah membangun sebuah ekosistem dalam industri kendaraan listrik. Keputusan pemerintah sebelumnya untuk menyetop ekspor bahan mentah nikel yang merupakan salah satu bahan utama baterai listrik masih menuai pro dan kontra hingga saat ini. Namun, katanya, konsistensi kebijakan pemerintah mulai membuahkan hasil dengan melonjaknya nilai ekspor nikel serta terbangunnya ekosistem industri kendaraan listrik di tanah air.
Pabrik anoda baterai lithium di Kendal ini akan bisa memproduksi 80.000 ton material anoda per tahun. Dengan kapasitas produksi tersebut, setidaknya akan bisa memproduksi 1,5 juta mobil listrik.
“Saya kira kalau produksi baterai untuk kendaraan listrik, itu sangat mungkin kita (Indonesia) bisa menjadi pemain, karena tidak ada lagi selain Indonesia di Asia Tenggara yang memproduksi baterai. Kita punya keunggulan yaitu nikel yang diolah, lalu sekarang ada anoda dan lain-lain. Jadi, nanti kalau berjalan, ini kan rantai pasok nanti bisa mendukung untuk pembuatan baterai yang kompetitif, maka tidak heran kalau Indonesia akan bisa menjadi pemain besar untuk produksi itu,” ungkap Fabby.
Meskipun demikian pemerintah diminta menyasar domestik terlebih dahulu, terlebih karena target populasi kendaraan listrik yang ditetapkan pemerintah hingga selambat-lambatnya tahun 2030 adalah 1-2 juta kendaraan listrik.“
Tentunya, buat produsen baterai pertama kali yang disasar adalah pasar domestik karena itu yang paling dekat. Kalau kita ingin punya pasar domestik baterai maka industri kendaraan listriknya harus tumbuh. Yang bikin mobil dan motor listrik itu harus tumbuh di Indonesia. supaya bisa menyerap produksi baterai,” katanya.
Ditambahkannya, “Kalau (target) 2 juta di 2030, maka setelah 2025 setiap tahun itu paling tidak harus ada produksi 300-400 ribu mobil listrik. Kalau kita bicara hari ini, pasarnya belum sampai karena baru 2-3 tahun terakhir juga. Tahun ini kita mungkin bisa mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi, estimasi saya 35-40 ribu kendaraan listrik yang akan bisa terjual.”
Lebih jauh Fabby menilai harga kendaraan listrik yang bersaing dengan harga kendaraan bahan bakar minyak (BBM), membuat trend kendaraan listrik membaik.“
Yang menarik di Indonesia sejak akhir tahun lalu dan awal tahun lalu, mobil listrik yang masuk di pasar itu sudah masuk ke segmen harga yang sama dengan commercial engine. Jadi mobil lsitrik itu rata-rata lower end-nya sudah ada yang Rp200 jutaan, tapi rata-rata ada di rentang Rp300 juta-Rp400 juta. Jadi antara Rp370 juta-Rp450 juta sudah cukup banyak modelnya. Di segmen harga itulah sebagian besar konsumen Indonesia, orang membeli mobil dengan harga di segmen itu antara Rp300 juta-Rp400 juta. Itu 70 persen konsumen pembeli mobil di level harga itu dan sekarang sudah lebih banyak. Jadi sebenarnya kalau kita bilang harga mobil listrik itu sudah mulai kompetitif dengan mobil konvensional, tinggal preferensi konsumen, pilih apa?,” pungkasnya. [gi/ka-em]
Sumber: VoAIndonesia.com