Personal Finance

Atlet Peraih Medali Bakal Diberikan Bonus, Perencana Keuangan Berikan Teknik Mengelola Keuangan

Jumpa pers virtual di Paris, Perancis pada Jumat (9/8/2024). (Tangkapan layar : Vicky Rachman/SWA).

Indonesia meraih tiga medali di Olimpiade Paris 2024. Rinciannya, dua emas disumbangkan oleh Veddriq Leonardo, atlet panjat tebing, dan Rizki Juniansyah, atlet angka besi, dan Gregoria Mariska Tunjung yang meraih medali perunggu di tunggal putri bulutangkis. Raihan para atlet ini diapresiasi oleh berbagai pihak

Yenny Wahid, Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI), mengapresiasi perjuangan para atlet, misalnya Veddriq. "Ucapan selamat kepada para atlet, saya berharap akan ada ucapan lainnya di Jakarta," ujar Yenny saat jumpa pers virtual di Paris, Perancis, Jumat (9/8/2024) malam. Bisa jadi, para atlet akan menerima bonus dari pemerintah pada rentang Rp1-5 miliar dan para sponsor. Rekening tabungan Veddriq, Rizki, dan Gregoria, berpeluang kian tambun jikalau mendapat bonus tersebut.

Dana yang masuk ke rekening atlet berprestasi ini memang patut diapresiasi karena bisa meningkatkan kesejahteraan. Agar bonus dan pemasukan lainnya itu tidak menguap begitu saja maka para atlet harus lihai mengelola keuangan pribadi. Sebab, karier atlet tergolong singkat. Pada masa aktif, sang atlet menyiapkan perencanaan keuangaan yang baik agar masa pensiunnya tetap sejahtera.

Para atlet mengalokasikan bonus yang didapatkan pada investasi saham, obligasi, atau pasar uang, menabung dengan perencanaan jangka panjang, membeli properti dan membangun usaha untuk memastikan pendapatan yang dimiliki tidak habis untuk hal-hal yang tidak produktif. Hal ini disampaikan Mohamad Andoko, Founder Oneshildht sekaligus perencana keuangan dan CEO PT Cerdas Keuangan Indonesia. “Misalnya, si atlet itu menerima bonus sebesar Rp1,5 miliar dan bonus-bonus lain dari sponsor maupun pemda setempat. Mereka masih muda dan belum pensiun, masih memiliki regular income atau pada satu musim mendapat pemasukan dari pemerintah atau dari dari masing-masing asosiasi cabang olahraganya. Kemudian, masa keemasan atlet itu bisa dibilang pendek. Jadi, kalau mereka tidak mengelola dana yang diterima tidak bisa suffer di masa pensiun,” ujar Andoko saat dihubungi swa.co.id melalui sambungan telepon, Jumat (9/8/2024).

Andoko berpendapat atlet di usia 50 tahun relatif sulit mencari pendapatan per bulannya. Oleh sebab itu, para atlet yang masih aktif atau berprestasi diimbau untuk mengalokasikan dana sekitar 70-80% dari total pendapatan untuk berinvestasi. “Pendapatan atlet yang masih aktif minimal mengalokasikan dana 20% dari pendapatannya untuk berinvestasi untuk menyiapkan dana di masa depan," ujar Andoko.

Dia mengingatkan para atlet tidak terjebak wealth paradox. Semakin tinggi pendapatannya, semakin besar pengeluarannya, semakin lama dia akan mencapai kelebihan finansial. Seorang atlet yang terkenal berkat prestasinya hingga ke kancah internasional, maka semakin punya kesempatan untuk diakses oleh sponsor, sehingga pendapatan mereka itu berpotensi bertambah banyak dari berbagai sumber penghasilan tersebut.

Tetapi, kata Andoko, sang atlet jangan terjerat gaya hidup mewah. Ia mengimbau 30% dari pendapatan atlet itu dibelikan aset produktif, seperti properti dan lainnya. "Sisanya, yang 40 % digunakan untuk konsumsi dan 10% untuk membeli asuransi kesehatan untuk berjaga-jaga kala usia senja. Walupun pasti mereka sudah mendapatkan BPJS Kesehatan dari pemerintah,” imbuh Andoko. So, Andoko menyimpulkan skema 40:30:20:10 dari penjabarannya tersebut agar kesejahteraan atlet tetap terjaga apik dengan menerapkan perencanaan keuangan.

Untuk optimalkan investasi idealnya, dana bonus tersebut ditempatkan di aset berisiko tinggi, saham atau reksa dana atau aset berisiko rendah seperti emas, properti dan lainnya. “Jika seorang atlet tidak memilik pengetahuan tentang financial planning seringkali mereka pasti akan melakukan investasi di real aset. Misalnya properti dan logam mulia atau mungkin mereka membukan bisnis kecil-kecilan. Tapi akan lebih baik, Sebagian dari uang mereka yang digunakan atau diterima digunakan juga untuk mengambil kelas-kelas yang membahas financial planning. Atau bisa juga digunakan untuk meningkatkan pendidikan mereka. Jadi pada saat mereka pensiun, para atlet bisa bekerja dengan ijazah yang dimilikinya,” Andoko menjelaskan.

Andoko mengingatkan risiko atlet itu mengalami cedera yang berdampak terhadap karier si atlet. Untuk memitigasi risiko, sang atlet sebaiknya memiliki aset yang dananya bersumber dari bonus. Dana ini dibelikan properti, logam mulia atau produk investasi lainnya dengan tingkat risiko yang disesuaikan dengan tujuan berinvestasi si atlet. "Sebaliknya, jika mereka punya pengetahuan bagus tentang investasi mereka bisa melakukan 2 hal berinvestasi di properti, logam mulia dan obligasi atau reksa dana,” imbuh Andoko.

Ada baiknya para atlet untuk mulai belajar financial planning, terutama yang memberikan regular income seperti Obligasi Ritel Indonesia dan deposito. Yang tak kalah penting, para atlet berdisiplin mengelola uang.

Mereka diberikan opsi untuk menggunakan bonus itu ditabung, membeli produk investasi yang tingkat risikonya cukup tinggi seperti reksa dana saham, reksa dana campuran atau saham. "Dengan catatan, mereka harus membekali diri belajar tentang financial asset. Kalau mereka mau return yang tinggi, otomatis ada risiko yang cukup tinggi,” ujarnya.

Pendek cerita, Andoko mendorong para atlet untuk mengelola keuangannya dengan baik serta menyisihkan bonus atau penghasilan lainnya untuk ditabung dan berinvestasi. "Agar si atlet tetap sejahtera di masa pensiun," sebutnya. Semoga. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved