Rahasia Elizabeth Bisa Eksis Hingga Kini
Siapa tak kenal tas Elizabeth dari Bandung?
Jenama fashion yang dikenal luas lewat koleksi tas perempuan ini sudah menjamur di berbagai pusat perbelanjaan di banyak kota, termasuk di area Jabodetabek. Yang tak banyak diketahui adalah selama enam dekade eksis di industri fesyen lokal, Elizabeth ternyata mempunyai kisah menarik di balik pendiriannya pada tahun 1963 silam.
Berawal dari Tas Jinjing
Di balik gemerlap produk-produk Elizabeth yang kini dikenal luas, tersimpan sebuah kisah perjalanan yang berawal dari kerendahan hati dan kerja keras. Berlokasi di Cimahi, Jawa Barat, pabrik Elizabeth kini berdiri megah, menjadi tempat pemberdayaan banyak perempuan yang terampil dalam menjahit.
Namun, jauh sebelum pabrik ini berdiri kokoh, Elizabeth hanyalah sebuah usaha kecil yang bermula di sebuah rumah, di mana seorang perempuan dengan tekad baja dan suaminya memulai bisnis tanpa modal besar dan tanpa puluhan pekerja yang kini siap memproduksi berbagai item trendi.
Resti Ghita Pribadi, Brand Manager Elizabeth, menuturkan kisah ini dengan penuh bangga, mengungkap sejarah yang melekat pada setiap jahitan tas Elizabeth. "Saat itu, dengan modal Rp 10 ribu, Elizabeth membeli satu mesin jahit dan juga sepeda kumbang," ujar Ghita, mengingat kembali awal mula perjalanan panjang tersebut. Dengan modal sederhana itu, pasangan Handoko Subali dan Elizabeth Halim merajut mimpi mereka di tahun 60-an, di tengah tantangan zaman yang serba tak menentu.
Dari mesin jahit sederhana dan sepeda kumbang, lahirlah produk pertama mereka, sebuah tas jinjing yang kemudian dijajakan dengan penuh semangat di toko-toko sekitar Bandung, termasuk di Jalan Otista. Berkat kualitas yang tak tertandingi, tas-tas travel buatan mereka dengan cepat menarik minat banyak konsumen. Seiring berjalannya waktu, cakupan produksi pun meluas, tak lagi hanya terbatas pada tas travel, tetapi juga merambah ke berbagai jenis tas wanita.
Namun, keterbatasan modal membuat mereka belum mampu menyediakan mesin jahit dalam jumlah besar. Untuk itu, mereka menerapkan skema orang tua asuh, sebuah sistem yang menggabungkan kehangatan tradisi dengan kebutuhan industri. “Dulu skemanya seperti orang tua asuh. Jadi, para penjahit diberikan bahan lalu mereka menjahit di rumah dan kemudian menyetorkan tasnya,” jelas Ghita.
Nama "Elizabeth" pun dipilih sebagai identitas dari setiap karya mereka, sebuah nama yang sederhana namun mudah diingat, mencerminkan kesederhanaan dan keanggunan yang menjadi ciri khas produk-produk mereka. Dua dekade kemudian, buah dari kerja keras dan dedikasi itu terwujud dengan berdirinya pabrik Elizabeth di Cimahi, sebuah tonggak penting dalam sejarah brand ini. Produk andalan mereka, tas wanita, semakin dikenal luas karena kualitasnya yang unggul, di saat industri lokal masih sedikit pemain.
Inspirasi dalam setiap produk Elizabeth selalu berakar dari kehidupan sehari-hari perempuan. "Elizabeth ingin menjadi jawaban atas segala kebutuhan wanita dengan kegiatan apa pun," ungkap Ghita. Dengan cermat, mereka memantau tren fashion global, lalu menyesuaikannya dengan karakter dan kebutuhan wanita Indonesia, khususnya segmen pasar Elizabeth yang unik dan berkelas.
Ikuti Zaman
Seiring berjalannya waktu, Elizabeth terus berkembang dan memperluas cakupan produknya, tak lagi terbatas pada tas travel dan tas perempuan. Merek ini dengan penuh keberanian merambah ke bisnis baju, sepatu, jam tangan, hingga koper, menunjukkan kepekaan dan keberanian untuk selalu mengikuti tren yang populer di setiap masanya. Namun, dalam mengikuti arus mode, Elizabeth tetap mempertahankan ciri khas desainnya yang klasik dan tak lekang oleh waktu.
Tas-tas Elizabeth telah bertahan hingga enam dekade, sebuah prestasi yang tidak bisa dilepaskan dari kemampuannya untuk selalu mengikuti perkembangan zaman. “Inovasi dan adaptasi kunci Elizabeth bisa tetap eksis di hati konsumen. Selama 6 dekade perubahan pasti selalu ada, baik dari sisi tren fesyen, teknologi, bahkan consumer behavior. Kami memang belajar dari semua sisi, kami open minded terhadap tren terkini yang sedang berkembang di pasar. Kami selalu berusaha untuk dapat beradaptasi bukan hanya cepat tapi juga tepat. Selain itu juga kami melakukan inovasi produk, promosi, dan penggunaan teknologi yang mendukung berlangsungnya bisnis,” ujar Ghita, menceritakan rahasia di balik eksistensi panjang Elizabeth.
Kemampuan Elizabeth untuk terus berinovasi dan beradaptasi telah membuka jalan bagi ekspansi yang lebih luas. Dari yang awalnya hanya beroperasi di Bandung, kini Elizabeth memiliki 98 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. “Dulu hanya di Cimahi, sekarang kami punya 98 cabang di seluruh Indonesia,” tambah Ghita dengan bangga.
Dalam setiap langkahnya, Elizabeth tidak hanya fokus pada ekspansi fisik tetapi juga pada peningkatan kualitas melalui penggunaan teknologi terkini. “Dengan adanya teknologi proses bisnis jadi lebih efekktif dan efisien. Kami dapat lebih cepat menghasilkan produk baru dan memajangnya di toko. Mulai dari proses produksi dibantu dengan teknologi canggih yang tentu dapat meningkatkan kualitas produk, hingga teknologi di toko yang mempercepat cara kerja karyawan kami sehingga kepuasan pelanggan meningkat ,” jelas Ghita.
Elizabeth juga tidak ketinggalan dalam memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan pasarnya. Sejak tahun 2018, Elizabeth mulai serius berjualan secara online, termasuk di platform Tokopedia. “Dengan adanya berbagai platform berjualan online ini sangat membantu Elizabeth bukan hanya untuk meningkatkan penjualan, tapi juga sebagai media promosi Elizabeth untuk dapat menjangkau masyarakat Indonesia lebih banyak,” ujar Ghita.
Ketika pandemi Covid-19 melanda, Elizabeth dengan cepat beradaptasi dengan memperkuat penjualan online. "Kami dapat melalui pandemi dengan cukup baik dan bertahan. Karena pada saat pandemi, transaksi online meningkat hingga berkali-kali lipat," ungkap Ghita. Bahkan, di masa sulit itu, Elizabeth meraih pencapaian penting dengan meluncurkan Elizabeth Mobile App pada tahun 2022, yang kini telah diunduh lebih dari 250.000 kali.
Dalam menjalankan bisnisnya, Elizabeth juga menunjukkan komitmen pada kelestarian lingkungan. Dengan mengurangi limbah industri fesyen, Elizabeth meraih predikat Biru dari Properda dan Monev Dinas Lingkungan Hidup, sebagai bentuk apresiasi atas upaya tertib administratif serta aktif dalam Reduce, Reuse, Recycle. Mulai dari penggunaan teknologi presisi untuk menghasilkan waste seminimal mungkin, hingga pemanfaatan sisa hasil produksi menjadi produk lain seperti dompet, gantungan kunci, tas kosmetik, dan lain-lain. Elizabeth juga bekerjasama dengan warga sekitar dan komunitas untuk mengelola limbah secara bertanggung jawab.
Dalam menjaga keunggulannya di pasar, Elizabeth senantiasa mendengarkan suara pelanggan. "Kami senantiasa mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar dengan menjalin hubungan baik dengan pelanggan," jelas Ghita. Melalui berbagai riset, Elizabeth terus berusaha memahami dan memenuhi kebutuhan pasar yang semakin luas. “Ke depan, kami ingin menjadi market leader fashion lokal Indonesia,” ujar Ghita dengan visi yang kuat.
Dengan perpaduan inovasi, adaptasi, dan komitmen terhadap kualitas, Elizabeth berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu merek fashion yang terkemuka dan dihormati di Indonesia. Perjalanan yang dimulai dengan satu mesin jahit dan sepeda kumbang kini telah berkembang menjadi sebuah kerajaan bisnis yang solid, siap menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. (*)