CSR Corner

Intip Pemakaman Tradisi Adat Marapu di Sumba

Foto : Dok FIB UI.

Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (Pengmas) di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) meriset dan mendokumentasikan tradisi pemakaman yang menggunakan adat Marapu di Desa Ello, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur pada akhir pekan lalu. Marapu merupakan suatu kepercayaan terhadap arwah leluhur yang telah meninggal. Adat Marapu ini adalah kebudayaan asli khas warga Sumba, yang sudah lama eksis dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Terlaksananya adat Marapu ini menjadi simbol penghormatan untuk orang yang meninggal dunia. Ketua Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat FIB UI, Dr. Hendra Kaprisma, menyampaikan dokumentasi ini diharapkan dapat mengenalkan adat istiadat tanah Sumba kepada audiens yang lebih luas untuk menjaga kelestariannya. Hal senada disampaikan Dr. Suma Riella Rusdiarti, S.S., M.Hum,

Sebelum acara pemakaman, Tim Pengmas FIB UI yang didukung oleh DPPM UI ini, sempat mengunjungi rumah keluarga yang berduka cita pada pertengahan pekan lalu. Diah Kartini Lasman, M.Hum, dosen Program Studi Sastra Prancis FIB UI yang meneliti budaya Sumba sekaligus Pengusul Utama Tim Pengmas FIB UI, mengatakan warga Sumba masih menganut paham patrilineal. Rumah utama, yaitu rumah orang tua yang disebut sebagai Uma Kalada atau Rumah Besar adalah milik keturunan laki-laki.

Para istri dari keturunan laki-laki ini adalah tuan rumah yang memiliki hak dan kewajiban untuk memberikan sirih pinang kepada tamu. "Semuanya harus mengenakan pakaian adat Sumba; laki-laki memakai kain tenun Sumba yang diikatkan dengan pinggang dengan sebuah parang dan ikat kepala, sedangkan perempuan memakai sarung tenun Sumba. Tamu yang berdatangan membawa sarung tenun Sumba untuk diberikan pada keluarga yang berduka dan diletakkan di atas peti," tutur Diah pada siaran pers yang diterima swa.co.id, Senin (19/8/2024).

Lantaran yang meninggal dunia itu adalah perempuan, maka tamu yang datang ke rumah duka ini membawakan sarung. "Uniknya, cara warga Sumba dalam memberi salam adalah dengan saling menempelkan hidung ke satu sama lain," ucap Diah. Dimulai dari persiapan yang dilakukan oleh pihak keluarga yang berduka, biasanya keluarga akan memasang tenda dan kursi-kursi di halaman yang akan digunakan untuk tamu yang berdatangan. Kemudian, keluarga memasak makanan dalam jumlah yang besar untuk disuguhkan kepada tamu-tamu.

Beberapa tamu akan membawa hewan seperti babi dan kerbau sebagai bentuk persembahan. Persembahan tersebut dipercaya akan menemani arwah seseorang yang meninggal di Surga Marapu. Tamu yang datang membawa hewan persembahan akan menarikan tarian Ronggeng yang dilakukan oleh laki-laki sambil mengangkat parang, dan perempuan akan menarikan tarian penyambutan. Tarian tersebut diiringi nyanyian Pakalaka dan alat musik tradisional khas Sumba.

Tuan rumah berbaris menyambut tamu dan memberikan sirih pinang sebagai tanda penghormatan. Setelah semua tamu yang akan membawa hewan persembahan sudah datang, hewan-hewan tersebut akan dikorbankan. Proses pengorbanan tersebut diiringi dengan tari-tarian, nyanyian Pakalaka, dan alat musik tradisional yang terus dimainkan selama berjalannya acara.

Setelah proses pengorbanan, diadakan ibadah misa singkat sebelum peti jenazah akan ditutup. Keluarga diberi kesempatan melihat jenazah untuk terakhir kalinya sebelum peti ditutup. Setelah itu, peti ditutup dan dikubur di kuburan atau Kubur Batu yang terletak di depan halaman rumah. Warga di Sumba masih menganut tradisi megalitikum, dan di Indonesia hanya ada 3 kebudayaan yang masih menganut tradisi tersebut: Nias, Toraja, dan Sumba.

Usai penguburan, daging hewan-hewan yang dipersembahkan akan dipotong-potong dan dibagikan kepada tamu. Sebagian potongan daging ini isimpan untuk keluarga. Meskipun suasananya sedang berduka, adat Marapu ini menjadi jembatan antara suka dan duka cita. Keluarga berduka karena salah satu anggotanya meninggal, tetapi keluarga juga bersuka cita karena undangan kepada para tamu diterima dan banyak tamu yang berdatangan membawa hewan-hewan persembahan serta bergotong royong dengan warga sekitar dalam mempersiapkan acara. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved