Properti Semester I 2024, Sektor CBD dan Rumah Tapak Stabil
Pada pertengahan tahun 2024, JLL Indonesia mencatat bahwa tingkat hunian sektor perkantoran masih stabil di kisaran angka 70% untuk Kawasan CBD (central business distric) dan non-CBD. Jumlah permintaan terpantau tetap positif melanjutkan tren dari kuartal sebelumnya, meskipun masih terbatas.
Untuk Kawasan CBD diperkirakan tidak ada tambahan pasokan gedung baru yang akan selesai dibangun hingga akhir tahun 2024, sementara untuk kawasan non-CBD diperkirakan masih akan bertambah. Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim mengatakan tren positif permintaan ruang perkantoran di kawasan CBD masih berlanjut di kuartal kedua tahun ini dengan rata-rata tingkat hunian di angka 70%. Penyerapan ruang perkantoran terutama terjadi di gedung-gedung Grade A.
Beberapa perusahaan juga masih merumuskan strategi yang tepat dalam menentukan besaran kebutuhan ruang perkantoran mereka. “Meskipun harga sewa masih tertekan, kami menemukan ada beberapa gedung dengan tingkat hunian di atas 85% mulai menaikkan harga penawaran sewa (asking rent) mereka 10%-15% dari harga sebelumnya. Tren positif ini juga terjadi di kawasan Non-CBD pada triwulan kedua dengan rata-rata tingkat hunian di angka 71%,” kata Yunus seperti ditulis swa.co.id di Jakarta, Senin (19/8/2024).
Sementara itu, pasar perumahan tapak di Jabodetabek pada semester I tahun ini tetap stabil, meskipun lebih sedikit unit yang diluncurkan dibandingkan dengan semester II 2023, tetapi masih lebih banyak dibandingkan periode semester I di 2023. Beberapa faktor memengaruhi hal ini, termasuk pemilihan presiden, bulan puasa Ramadan, kenaikan suku bunga acuan menjadi 6,25%, dan insentif pembebasan pajak bersyarat 100% untuk properti dengan harga hingga Rp2 miliar yang berakhir di Juni 2024. Insentif pembebasan pajak setelahnya adalah 50% hingga Desember 2024.
Beberapa momentum yang perlu diperhatikan, yang kemungkinan dapat mempengaruhi sektor rumah tapak adalah pemilihan gubernur di akhir tahun dan kenaikan tarif pajak dari 11% menjadi 12% di tahun 2025, ini sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan pajak diharapkan dibarengi dengan perbaikan ekonomi, sehingga daya beli tetap terjaga.
“Selain faktor politik dan ekonomi, kolaborasi antara pengembang lokal dan asing terpantau tetap aktif. Beberapa pengembang menyediakan infrastruktur seperti stasiun pengisian kendaraan listrik di unit atau kantor penjualan. Kolaborasi dengan merek ritel, bioskop, furniture dan perabot rumah tangga, dan bisnis makanan dan minuman juga meningkatkan daya tarik kawasan perumahan bagi calon pembeli,” ucap Yunus. (*)