Capital Market & Investment

Resiliensi Ekonomi AS dan Dampaknya pada Pasar Kripto di Tahun Ini

Laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) terbaru untuk bulan Juli menunjukkan tren inflasi yang terus mereda, dengan harga konsumen naik hanya 2,9% selama 12 bulan terakhir yang merupakan kenaikan tahunan terendah sejak Maret 2021. Secara bulanan, harga juga naik tipis sebesar 0,2%. Sektor hunian dan transportasi menjadi pendorong utama kenaikan tersebut, dengan biaya hunian menyumbang hampir 90% dari kenaikan inflasi bulanan. Inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi, naik 3,2% year-on-year.

Inflasi yang relatif berhasil ditekan tersebut diiringi dengan meningkatnya penjualan ritel di bulan Juli sebesar 1,0% yang merefleksikan kekuatan konsumsi domestik sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Merespon kondisi tersebut, analis menilai, meski perkembangan tren inflasi CPI yang cukup baik turut memperkuat ekspektasi terhadap kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada bulan September nanti, tren penjualan ritel yang meningkat selama bulan Juli menandakan ekonomi AS yang masih cukup resilien. Terlebih dengan data tenaga kerja yang menunjukkan berkurangnya tingkat pengangguran dengan menurunnya klaim tunjangan pengangguran baru (initial jobless claim).

“Resiliensi ekonomi AS di tengah situasi suku bunga tinggi yang ada saat ini, sekaligus membantah kekhawatiran terhadap potensi resesi yang sempat berkembang beberapa waktu yang lalu tersebut, membuat urgensi melonggarkan kebijakan ekonomi menjadi berkurang. Meskipun demikian, pasar saham AS terapresiasi imbas situasi tersebut. Indeks-indeks saham utama AS kompak melanjutkan kenaikan pasca data penjualan ritel bulan Juli dirilis. NASDAQ bahkan membukukan kenaikan 2,34% pada perdagangan Kamis 15 Agustus kemarin ketika data penjualan ritel AS bulan Juli tersebut dirilis,” kata Crypto Analis Reku Fahmi Al Muttaqien di Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Berbeda dengan pasar saham AS, dampak dinamika ekonomi yang ada terhadap pasar kripto tidak terlalu positif. Hal ini terjadi karena fokus persepsi investor terhadap imbas dari situasi yang ada, yaitu potensi penundaan penurunan suku bunga The Fed. Sementara ekonomi AS yang masih resilien mungkin berdampak positif terhadap sektor bisnis di negara tersebut seperti potensi meningkatnya penjualan, dampak langsungnya terhadap pasar crypto tidak terlalu signifikan.

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya di atas 5% sejak Juli 2023, dengan tujuan untuk menahan inflasi yang mencapai puncaknya pada 9,1% pada pertengahan tahun 2022. Berbagai prospek ekonomi dalam dua bulan ke depan membuat pasar kripto berada pada ketidakpastian yang meningkat. Namun, tren penurunan inflasi yang terlihat semakin stabil dengan prospek pertumbuhan ekonomi AS yang masih terjaga, dapat berpotensi membuat kebijakan ekonomi yang lebih longgar berlangsung secara progresif dan mungkin akan bertahan cukup lama. “Perubahan kebijakan tersebut, menurut hemat kami, masih berpotensi untuk mulai diberlakukan di sisa tahun ini,” kata Fahmi.

Di tengah dinamika yang ada, strategi akumulasi secara bertahap dan pengelolaan portofolio secara lebih aktif menjadi sebagian opsi yang menarik untuk diperhatikan para investor. Volatilitas pasar kripto yang relatif lebih terukur saat ini, dengan potensi terjadinya siklus bullish yang lebih besar pasca perubahan kebijakan suku bunga The Fed, membuat potensi return dari pengelolaan portofolio secara aktif menjadi lebih tinggi. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved