Trends

Masyarakat Indonesia Hadapi Tekanan Finansial Akibat Meningkatnya Biaya Perawatan Kesehatan

Survei Manulife Asia Care 2024, 67% menyatakan kenaikan biaya perawatan kesehatan merupakan tantangan utama bagi kesejahteraan finansial mereka secara keseluruhan. ((Foto: Dok.Liputan 6).

Manulife Indonesia baru saja merilis Survei Manulife Asia Care 2024 di Indonesia yang melibatkan 1.054 responden. Survey ini dilaksanakan pada bulan Maret 2024 melalui kuesioner yang diisi sendiri secara daring. Sebanyak 8.400 orang, terbagi rata antara pria dan wanita, berusia 25 hingga 60 tahun dimana Setiap responden saat ini memiliki atau berniat untuk membeli asuransi.

Survei Manulife Asia Care 2024 dilakukan di delapan negara antara lain Tiongkok (1.052), Hong Kong (1.052), Indonesia (1.054), Jepang (1.000), Malaysia (1.038), Filipina (1.050), Singapura (1.050), dan Vietnam (1.107). Survei ini merilis MyFuture Readiness Index (Indeks Kesiapan Masa Depan) dari Manulife, yang mengukur persepsi masyarakat terhadap kesejahteraan fisik, mental, dan finansial mereka saat ini dan di masa depan.

Menurut Ryan Charland, Presiden Direktur Manulife Indonesia dari seluruh responden, 67% menyatakan kenaikan biaya perawatan kesehatan merupakan tantangan utama bagi kesejahteraan finansial mereka secara keseluruhan. Mereka mengakui bahwa kesehatan fisik merupakan faktor terpenting (37%) yang berdampak pada kesejahteraan finansial (33%) dan mental (31%) saat mereka memandang 10 tahun ke depan.

Untuk membantu mempersiapkan masa pensiun dan kebutuhan medis yang tidak terduga, para responden mengatakan bahwa tujuan finansial utama mereka adalah memiliki tabungan yang cukup untuk hari tua (46%), kebebasan finansial di masa pensiun (43%), pendapatan pasif di masa pensiun (38%), dan tabungan yang cukup untuk kebutuhan perawatan kesehatan (28%).

Survei ini menunjukkan bahwa 92% responden memiliki produk perbankan, terutama tabungan dalam mata uang lokal (85%), sementara 78% memiliki investasi, termasuk saham (28%), emas (57%), reksadana (31%) dan obligasi (11%).

Diakui Ryan, masyarakat Indonesia memiliki investasi yang lebih beragam ketimbang negara lain di Asia, namun mereka amat bergantung pada tabungan. Hal ini beresiko tinggi karena uang pasti akan mengalami depresiasi, terutama ketika laju inflasi tinggi.

“Merupakan tanggung jawab kami untuk membantu masyarakat lebih memahami asuransi dan investasi lainnya agar bisa melindungi dan mengembangkan tabungan mereka untuk masa depan,” katanya.

Survei juga mengungkapkan bahwa persepsi responden terhadap inflasi biaya perawatan kesehatan selama 12 bulan terakhir adalah sebesar 26%, di atas rata-rata negara-negara di Asia (23%) dan lebih besar dua kali lipat dari angka yang sebenarnya.

Responden sangat khawatir dengan kenaikan harga pada resep obat (61%), perawatan kesehatan untuk pencegahan (42%), dan rawat inap (41%). Penyakit yang paling dikhawatirkan adalah penyakit jantung (40%), stroke (35%), obesitas (24%), serta kanker dan diabetes (keduanya 22%).

Perlindungan kesehatan responden masih rendah, terutama untuk penyakit kritis: rawat jalan 40%, rawat inap 34%, kecelakaan 30%, dan hanya 15% untuk penyakit kritis. Bahkan, angka- angka tersebut sebagian besar akan turun dalam beberapa tahun ke depan. Jaminan rawat jalan diperkirakan akan turun menjadi 25%, rawat inap menjadi 27% dan kecelakaan menjadi 25%, dengan hanya penyakit kritis yang sedikit lebih tinggi menjadi 18%. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved